Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Mendengar kata epilepsi, hal yang mungkin terlintas dalam benak adalah kejang berulang. Epilepsi diketahui terjadi karena gangguan sistem saraf pusat akibat pola aktivitas listrik yang tidak bekerja secara normal di area otak.
Terdapat fenomena medis yang bersinggungan dengan epilepsi, yaitu periode kejang setelah seseorang mengalami migrain dengan aura. Fenomena medis ini dikenal sebagai migralepsi atau migralepsy.
The International Classification of Headache Disorders (ICHD-3) menggambarkan migralepsi sebagai kejang yang dipicu oleh migrain dengan aura. Meski begitu, komunitas ilmiah tampaknya belum sepenuhnya setuju menjadikan migralepsi sebagai diagnosis terpisah.
1. Apa itu migralepsi?
ilustrasi sakit kepala (freepik.com/karlyukav) Migralepsi adalah fenomena medis langka yang ditandai dengan kejang berulang setelah seseorang mengalami migrain dengan aura. Dengan kata lain, migralepsi merupakan episode migrain yang memicu kejang.
Sebuah tinjauan dalam jurnal Neurology & Neurosurgery tahun 2018 mencatat bahwa migrain dan epilepsi sering kali sulit dibedakan. Dua kondisi tersebut sama-sama menyebabkan episode serangan dan menunjukkan gejala yang mirip, seperti:
- Mual
- Sakit kepala
- Perubahan sistem penglihatan
Perlu digarisbawahi, jika seseorang mengalami episode migrain setelah kejang (keadaan postiktal), ini tidak termasuk kategori migralepsi.
Baca Juga: Tak Cuma Menyehatkan, Rutin Makan Ikan Juga Bisa Mencegah Migrain
2. Gejala
ilustrasi migrain (unsplash.com/Carolina Heza) Menurut ICHD-3, gejala migralepsi yang paling menonjol adalah:
Aura merupakan kumpulan gejala neurologis yang kemunculannya hadir secara bertahap beberapa menit atau beberapa jam sebelum sakit kepala terasa. Dalam kasus lain, aura juga bisa muncul saat sakit kepala berlangsung.
Migrain dengan aura dapat dikatakan gejala yang paling umum. Sebagai contoh, seseorang mungkin akan melihat pola zig-zag atau garis bergelombang saat mencoba fokus mengamati satu titik tertentu.
Adapun gejala lain yang mungkin juga ditunjukkan adalah kesemutan, mati rasa, kelemahan motorik, dan gangguan bicara.
Seseorang yang mengalami migralepsi bisa mengalami kejang dengan kisaran waktu 1 jam setelah migrain dengan aura.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Kejang yang diperlihatkan pun berbeda-beda, mulai dari menatap ke atas atau berkedip dengan cepat (absence seizures); bergerak-gerak dan merasakan bau (simple focal seizures); tidak dapat menanggapi pertanyaan atau arahan selama beberapa menit (complex focal seizures); serta berteriak, jatuh, kejang otot, atau tidak sadarkan diri (tonic-clonic seizures).
3. Penyebab
ilustrasi sakit kepala (freepik.com/master1305) Studi dalam jurnal Seizure tahun 2011 melaporkan, sekitar 1 sampai 17 persen pasien yang mengalami migrain juga mengalami epilepsi. Pasien tersebut telah melaporkan frekuensi episode migrain sebanyak 8,4 sampai 20 persen.
Dalam episode kejang, gelombang besar sebagai bentuk aktivitas listrik yang melewati area otak menyebabkan banyak neuron aktif secara sinkron. Sementara dalam episode migrain, otak mengalami gelombang aktivitas listrik yang menyebar secara perlahan.
Adapun faktor yang dapat meningkatkan risiko migralepsi di antaranya:
- Genetika yang memengaruhi metabolisme neuron
- Kelainan saluran di otak khususnya pada bagian saluran ion
- Masalah yang menyangkut metabolisme magnesium dalam tubuh
4. Diagnosis
ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/ijeab) Dalam menegakkan diagnosis, dokter mungkin akan berpatokan pada gejala migralepsi yang tercantum dalam ICHD-3.
Kendati demikian, para ahli masih memperdebatkan diagnosis fenomena ini. Untuk itu, ada baiknya jika seseorang menunjukkan gejala ke arah migralepsi, sebaiknya berkonsultasi dengan ahli saraf untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan.
Baca Juga: 6 Perawatan Epilepsi untuk Mengurangi dan Mengendalikan Kejang