TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Polihidramnion: Penyebab, Gejala, Komplikasi, dan Penanganan

Kondisi terlalu banyak air ketuban selama kehamilan

ilustrasi polihidramnion (pexels.com/MART PRODUCTION)

Air ketuban merupakan cairan yang berfungsi melindungi tumbuh kembang janin dalam rahim. Produksi ketuban yang berlebihan harus diwaspadai. Pasalnya, ada kemungkinan ibu hamil mengalami polihidramnion atau polyhydramnios.

Meskipun dalam kasus polihidramnion ringan cenderung tidak menunjukkan gejala signifikan, tetapi kasus yang lebih parah dapat menyebabkan ketidaknyamanan, sehingga perlu intervensi medis.

Untuk mengetahui penyebab, gejala, risiko komplikasi, diagnosis, dan penanganan polihidramnion, simak ulasannya di bawah ini, ya.

1. Apa itu polihidramnion?

ilustrasi polihidramnion (mayoclinic.org)

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, polihidramnion adalah kondisi terjadinya akumulasi ketuban yang berlebihan di dalam rahim ibu hamil. Angka kejadiannya dianggap langka, diperkirakan sebanyak 1–2 persen.

Umumnya, polihidramnion terjadi setelah 16 minggu kehamilan. Meski demikian, kondisi sering juga sering diidentifikasi pada kehamilan minggu-minggu berikutnya.

Baca Juga: Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal Menggunakan Sampel Air Ketuban

2. Gejala

ilustrasi tes USG kehamilan (freepik.com/serhii_bobyk)

Ibu hamil yang mengalami polihidramnion sering kali tidak menunjukkan tanda atau gejala yang dianggap berbahaya.

Pembesaran perut yang dirasa tidak sesuai dengan usia kandungan menjadi pertanda yang perlu diwaspadai, karena bisa menunjukkan adanya produksi ketuban berlebih.

Dirangkum berbagai sumber, gejala polihidramnion yang dapat terjadi ialah:

  • Sesak napas.
  • Kontraksi dini.
  • Nyeri perut.
  • Malposisi janin.
  • Pembengkakan kaki.
  • Sembelit.
  • Mag.

Dalam kasus yang jarang, cairan dapat menumpuk di sekitar janin dengan cepat. Meskipun gejala yang diperlihatkan sering dianggap sebagai masalah umum dalam kehamilan, tetapi ada baiknya ibu hamil memeriksakan kandungannya secara berkala, termasuk tentang gejala-gejala yang disebutkan di atas.

3. Penyebab

ilustrasi polihidramnion (unsplash.com/Sharon McCutcheon)

Ibu hamil yang mengalami polihidramnion dengan kasus ringan kemungkinan besar mengalami gejala karena terjadi peningkatan jumlah cairan di dalam rahim.

Pada kasus polihidramnion yang sedang atau berat, penyebabnya bisa berupa:

  • Cacat lahir khususnya yang mempengaruhi kemampuan menelan.
  • Ibu mengalami diabetes saat hamil atau sebelumnya.
  • Komplikasi kehamilan pada janin kembar identik atau dikenal dengan twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS).
  • Perbedaan golongan darah rhesus antara ibu dan bayi yang dikandung.
  • Terdapat masalah pada perut bayi.
  • Bayi dalam kandungan mengalami infeksi.
  • Masalah detak jantung bayi.
  • Masalah plasenta.

Terkadang, dokter juga tidak dapat mengidentifikasi penyebab polihidramnion secara pasti. Dalam kasus ini, sering digambarkan dengan penyebab idiopatik.

4. Komplikasi yang bisa terjadi

unsplash.com/Aditya Romansa

Secara umum, makin parah polihidramnion, makin tinggi risiko komplikasi baik selama kehamilan atau proses persalinan. Beberapa risiko polihidramnion tingkat lanjut yang dapat terjadi dapat meliputi:

  • Peningkatan risiko bayi lahir sungsang.
  • Prolaps tali pusat atau tali pusat yang terlepas dari rahim dan masuk dalam vagina sebelum bayi lahir.
  • Ketuban pecah dini yang dapat berimbas pada persalinan prematur.
  • Perdarahan setelah lahir.
  • Solusio plasenta atau komplikasi kehamilan ketika plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum proses persalinan berlangsung.

Baca Juga: 5 Ciri Hamil Anak Laki-Laki, Calon Bunda Wajib Tahu

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya