Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal dengan Sampel Air Ketuban

Untuk mengetahui kondisi kesehatan janin dalam kandungan

Selama proses kehamilan berlangsung, janin dilindungi oleh cairan amnion atau air ketuban yang mengandung hormon, enzim, protein, zat lain, hingga sel-sel tertentu. Menariknya, air ketuban bisa dijadikan media diagnosis untuk mengetahui kondisi perkembangan janin dalam rahim, yaitu lewat prosedur amniosentesis.

Amniosentesis adalah prosedur tes prenatal dengan pengambilan sampel air ketuban untuk memeriksa kondisi janin dalam kandungan. Amniosentesis memungkinkan dokter mengidentifikasi kondisi janin terkait dengan masalah genetik atau kecacatan lahir.

1. Bagaimana prosedur amniosentesis dilakukan?

Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal dengan Sampel Air Ketubanilustrasi amniosentesis (commons.wikimedia.org/BruceBlaus)

Prosedur amniosentesis biasanya menggunakan jarum tipis dan panjang untuk mengambil sedikit cairan ketuban dalam jumlah yang tidak lebih dari 1 ons. Amniosentesis sendiri umumnya dilakukan pada trimester kedua atau setelah minggu ke-15, mengutip Healthline.

Setelah sampel air ketuban diambil, tahap selanjutnya adalah pengujian cairan untuk mengetahui indikasi kelainan genetik atau kondisi tertentu, seperti sindrom Down, sindrom Edward, sindrom Patau, spina bifida, atau fibrosis kistik. Hasil tes dapat membantu dokter menentukan keputusan terbaik terkait tindak lanjut pada kehamilan.

2. Kehamilan dengan risiko cacat lahir biasanya dianjurkan menjalani amniosentesis

Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal dengan Sampel Air Ketubanilustrasi pemeriksaan kehamilan ke dokter (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dilansir Mayo Clinic, amniosentesis dapat dilakukan karena berbagai alasan yang mendasarinya, seperti:

  • Pengujian genetik: Amniosentesis genetik melibatkan pengambilan sampel air ketuban dan mengujinya dalam laboratorium untuk mengidentifikasi kondisi tertentu.
  • Pengujian paru-paru janin: Pengambilan sampel air ketuban dan menguji kesiapan serta kesehatan paru-paru bayi yang akan dilahirkan.
  • Mengurangi polihidramnion: Amniosentesis mungkin juga akan diberlakukan untuk mengeluarkan kelebihan air ketuban dari rahim.
  • Indikasi infeksi janin: Terkadang amniosentesis juga digunakan untuk mengevaluasi kondisi janin dari infeksi atau penyakit lain.

Amniosentesis tidak berlaku pada semua ibu hamil. Dokter biasanya tidak merekomendasikan prosedur ini pada ibu hamil yang mengalami kondisi tertentu, seperti hepatitis B, hepatitis C, atau HIV/AIDS.

Baca Juga: 7 Manfaat Minyak Kelapa untuk Ibu Hamil, Tak Terduga!

3. Akurasi dan risiko amniosentesis

Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal dengan Sampel Air Ketubanilustrasi kehamilan (pexels.com/Andrew Wilus)

Meskipun amniosentesis diperkirakan memiliki tingkat akurasi sebesar 99,4 persen, tetapi penting juga untuk mewaspadai akan risiko atau komplikasi potensial yang mungkin dapat terjadi.

Salah satu risikonya adalah keguguran dalam 23 minggu pertama. Risiko ini diperkirakan terjadi pada 1 dari setiap 100 ibu hamil. Sementara itu, infeksi, cedera, kram, dan kelahiran prematur dapat menjadi komplikasi potensial meskipun ini sangat jarang terjadi.

4. Alternatif prosedur lain

Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal dengan Sampel Air Ketubanilustrasi kehamilan (pexels.com/Amina Filkins)

Dilansir National Health Service, terdapat alternatif lain untuk menggantikan amniosentesis, yaitu dengan tes chorionic villus sampling (CVS). 

CVS melibatkan sampel kecil sel dari plasenta untuk pengujian. Prosedur ini biasanya dilakukan antara minggu ke-11 sampai 14 kehamilan. Namun, tetap ada risiko keguguran yang cenderung sama dengan amniosentesis, yakni diperkirakan 1 dari setiap 100 ibu hamil. 

5. Hasil tes amniosentesis

Amniosentesis, Pemeriksaan Prenatal dengan Sampel Air Ketubanpexels.com/Jonathan Borba

Apabila hasil amniosentesis normal, kemungkinan besar janin dalam kandungan tidak memiliki kelainan genetik maupun kelainan kromosom.

Jika hasilnya tidak normal, kemungkinan ada masalah genetik atau kelainan kromosom. Hal tersebut tidak berarti mutlak, sehingga tes diagnostik tambahan mungkin akan direkomendasikan dokter untuk memastikannya.

Sebelum memutuskan menjalani amniosentesis, ada baiknya ibu hamil berdiskusi terlebih dahulu pada dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan risiko dan komplikasi yang dapat terjadi.

Apabila mengalami demam, pendarahan, keputihan, atau sakit perut yang parah setelah melakukan amniosentesis, maka harus segera mengunjungi dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. 

Baca Juga: 6 Kondisi Ibu Hamil yang Tidak Disarankan Dokter Puasa, Kenapa ya?

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya