TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wajib Tahu! 5 Gangguan Mental Ini Rentan Dialami Remaja

Jangan hanya kesehatan fisik saja yang diperhatikan!

pixabay.com/nastya_gepp

Umumnya, kebanyakan orang tua hanya fokus terhadap kesehatan fisik anak remajanya. Padahal, kesehatan mental juga wajib diperhatikan.

Sering kali gejala yang muncul tidak ditangani selama berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun, sehingga mengakibatkan gangguan mental yang lebih serius.

Kenapa kesehatan mental remaja harus diperhatikan?

pexels.com/周 康

Menurut keterangan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), usia remaja (10-19 tahun) dikatakan unik dan berkaitan erat dengan arah pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Banyaknya perubahan fisik dan sosial, termasuk kondisi kemiskinan serta paparan terhadap kekerasan dan pelecehan, dapat membuat usia remaja rentan mengalami masalah kesehatan mental.

Memperhatikan kondisi psikis remaja dari pengalaman buruk dan faktor risiko yang dapat memengaruhi potensi mereka untuk berkembang selama masa remaja sangat penting, demi kesehatan mental dan fisiknya ketika dewasa nanti.

Ada beberapa gangguan mental yang perlu diwaspadai karena sering dialami para ABG. Apa saja?

1. Gangguan kecemasan

pixabay.com/anemone123

Dilansir dari laman National Institute of Mental Health, kurang lebih 8 persen remaja usia 13-18 tahun mengalami gangguan kecemasan.

Remaja yang mengalami gangguan ini dapat berdampak pada kemampuannya untuk bersosialisasi dengan teman-temannnya, begitu juga pada pendidikannya. Pada kasus yang parah, gangguan kecemasan bisa membuat mereka takut untuk keluar rumah.

Bentuk dari gangguan kecemasan ini ada beberapa bentuk. Pada gangguan kecemasan umum, remaja jadi sering merasa cemas di semua bidang kehidupan. Pada gangguan kecemasan sosial, remaja mungkin kesulitan untuk bicara di kelas atau menghadiri acara sosial.

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, gangguan kecemasan ini juga bisa mencakup gangguan panik, obsessive-compulsive disorder (OCD), dan post-traumatic stress disorder (PTSD).

Gejala yang dialami sudah pasti akan mengganggu aktivitas dan kualitas hidup remaja.

Baca Juga: Ini 7 Fakta Eating Disorder, Laki-laki Juga Bisa Mengalaminya

2. Gangguan makan

pixabay.com/kaboompics

Dilansir dari laman Verywell Mind, gangguan makan cukup banyak ditemukan pada remaja. Faktor yang berpengaruh termasuk tekanan sosial untuk punya tubuh langsing. Media sosial, pemberitaan, dan lingkungan pergaulan sering kali membentuk kesadaran bahwa tubuh yang ideal adalah yang kurus langsing.

Banyak remaja yang mengalami masalah pencitraan tubuh (body image), sehingga membuat mereka melakukan banyak cara untuk menurunkan berat badan. Misalnya olahraga gila-gilaan hingga diet ekstrem.

Ada studi yang menyebut bahwa 1-2 persen remaja mengalami gangguan makan. Bahkan, gangguan ini bisa dialami sejak usia 12 tahun.

Gangguan makan yang perlu diwaspadai adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan binge-eating disorder.

Pada anoreksia nervosa, penderita mengira dirinya gemuk, sehingga sangat membatasi asupan makanannya. Sering kali penderita olahraga berlebihan dan hanya makan dalam jumlah sangat sedikit. Kondisi ini lama-lama bisa mengakibatkan penipisan tulang, tekanan darah rendah, dan kerusakan di otak dan jantung. Pada kasus yang parah, akibatnya bisa fatal.

Pada kasus bulimia, biasanya remaja akan banyak berlebihan (binge-eating). Namun, sebagai kompensasi mereka diam-diam akan memuntahkan makanannya tersebut, penggunaan laksatif, atau olahraga secara berlebihan. Dampaknya secara fisik adalah dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pencernaan, dan kerusakan gigi.

Sementara itu, remaja dengan binge-eating disorder akan makan secara berlebihan dalam satu waktu. Pemicunya bisa umumnya bersifat emosional, mungkin karena stres atau marah. Mereka merasa nyaman saat makan banyak, tapi setelahnya akan tumbuh rasa malu dan bersalah. Bila dibiarkan, lama-lama para remaja ini bisa mengalami tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular.

3. Depresi 

pixabay.com/sasint

Bukan cuma orang dewasa, depresi juga sering terjadi pada remaja. Menurut studi yang diterbitkan dalam "The British Medical Journal", 8-10 persen siswa sekolah menengah memiliki gejala depresi yang parah.

Selain itu, menurut sebuah studi dalam jurnal "JAMA Psychiatry" tahun 2012, ada survei yang menemukan bahwa 8 persen remaja mengalami depresi tiap tahunnya.

Ketika sudah berusia 21 tahun, ada studi dalam "Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry" tahun 2011 yang menyebut, sebanyak 15 persen paling tidak mengalami satu episode akibat gangguan suasana hati (mood disorder).

Seperti yang sudah kita tahu, dampak buruk depresi bisa sangat mengerikan. Mulai dari kesulitan di sekolah, berhubungan dengan orang lain, tidak menikmati hidup, dan skenario terburuknya adalah tindakan bunuh diri.

Gejala yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Perasaan sedih atau atau suasana hati depresif
  • Merasa putus asa dan tidak berguna
  • Kehilangan minat pada hal-hal yang tadinya disukai
  • Menarik diri dari teman dan keluarga
  • Sering menangis
  • Sulit tidur
  • Kehilangan atau kenaikan nafsu makan
  • Nyeri yang tak kunjung sembuh meski sudah diobati
  • Mudah marah
  • Merasa lelah meski cukup tidur
  • Sulit konsentrasi
  • Muncul pikiran tentang bunuh diri, membicarakan bunuh diri, dan melakukan percobaan bunuh diri

4. Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)

pixabay.com/lukasbieri

ADHD adalah gangguan perilaku yang dimulai dari masa anak-anak, dan bisa memengaruhi hingga remaja dan dewasa. ADHD bisa membuat remaja sulit konsentrasi, tidak betah belajar dalam waktu lama, hiperaktif bahkan sampai mengganggu orang-orang sekitarnya, serta perilaku impulsif.

Dilansir dari WebMD, pada masa remaja, khususnya akibat perubahan hormonal yang terjadi dan aktivitas akademik sekolah, gejala ADHD bisa memburuk.

Perawatan yang tepat penting agar gejala ADHD bisa dikendalikan. Caranya adalah dengan terapi obat dan perilaku. Pengobatan ini dapat mengurangi hiperaktif dan impulsif, meningkatkan daya fokus, kerja, pemahaman, termasuk koordinasi fisik.

Baca Juga: 5 Alasan Logis Selalu Mengalah Gak Bagus Buat Kesehatan Mental

Verified Writer

Inneke Utami

Ambitious Person

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya