TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Memasuki Menopause, Keluarga Harus jadi Support System Utama

Kalau bukan keluarga, siapa lagi?

ilustrasi dukungan dari suami (pexels.com/Gustavo Fring)

Menstruasi dan menopause adalah suatu keniscayaan bagi kaum hawa. Menopause tidak sesederhana berhenti haid saja, tetapi terjadi perubahan hormon yang berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis.

Perempuan yang mengalami menopause perlu dikelilingi oleh support system yang baik. Ini karena banyak ketidaknyamanan yang mereka rasakan. Tentu tidak mudah bagi mereka untuk menghadapinya sendirian.

Isu tersebut dikupas tuntas oleh Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA) dalam virtual press conference yang mengangkat tema "Life After 40, Happy and Healthy" pada Rabu (19/10/2022).

Narasumber yang dihadirkan ialah Dr. dr. Tita Husnitawati, Sp.OG (K) Fer, selaku Presiden PERMINESIA, dan Dr. dr. Natalia Widiasih R, Sp.KJ (K) MPdKed, yang merupakan spesialis kedokteran jiwa. Simak baik-baik!

1. Menopause tidak terjadi secara tiba-tiba

Menopause didefinisikan sebagai berhentinya menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium. Ini adalah salah satu fase kehidupan yang pasti akan dialami oleh setiap perempuan.

Terdapat empat tahap menopause yang terjadi secara berurutan, yaitu:

  • Pra-menopause: Masih mengalami siklus menstruasi yang teratur dan gejala menopause belum muncul.
  • Perimenopause: Tahap transisi antara pra-menopause dan menopause, yang dimulai pada usia 40-an dan berlangsung selama beberapa tahun. Siklus menstruasi mulai tidak teratur, tetapi masih bisa hamil.
  • Menopause: Dikategorikan menopause jika tidak menstruasi selama 12 bulan berturut-turut. Ini karena ovarium telah berhenti bekerja dan tidak lagi melepaskan sel telur. Onset pada usia 51,3 tahun.
  • Pasca-menopause: Tahap terakhir yang dijalani perempuan sepanjang sisa hidupnya. Risiko osteoporosis dan penyakit jantung meningkat karena penurunan hormon estrogen.

2. Gejala fisik yang dirasakan ketika menopause

ilustrasi berkeringat (pexels.com/Andres Ayrton)

Saat menopause, bukan hanya hormon estrogen yang menurun, tetapi terjadi peningkatan luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Selain itu, terjadi fluktuasi prolaktin dan kortisol.

Gejala fisik yang biasanya dikeluhkan adalah hot flashes (rasa panas yang muncul tiba-tiba di tubuh bagian atas), berkeringat di malam hari, masalah muskuloskeletal, gangguan kardiovaskular, atropi (penipisan atau pengecilan) kulit dan payudara, serta vaginitis senilis (peradangan atau iritasi vagina).

Baca Juga: Menopause Dini: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Perawatan

3. Fungsi kognitif pun terganggu

Menurut dr. Natalia, sekitar 44-62 persen perempuan mengalami penurunan fungsi kognitif ketika menopause, yang berupa gangguan memori (menjadi pelupa dan kemampuan belajar berkurang), brain fog (sulit fokus dan mengingat sesuatu), serta gangguan komunikasi verbal (kesulitan dalam memahami dan mengeluarkan kata).

Mengapa ini terjadi? Penurunan hormon estrogen menyebabkan disfungsi mitokondria, yang mengganggu pembentukan energi otak. Akibatnya, terjadi gangguan pemrosesan memori dan pembentukan saraf.

4. Selain itu, sisi psikologis juga terdampak

ilustrasi depresi (unsplash.com/Kat J)

Perubahan biologis ditambah dengan stressor sosial berdampak pada psikologis perempuan yang menopause. Mereka mungkin mengalami mood swing (perubahan suasana hati secara tiba-tiba), kesepian, penurunan libido, hingga tidak percaya diri karena merasa dirinya tidak cantik lagi.

Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Journal of Maternity Care and Reproductive Health di tahun 2019, dari 105 perempuan yang berada di fase perimenopause, 36,19 persen mengalami kecemasan ringan, 57,14 persen mengalami kecemasan sedang, dan 5,71 persen mengalami kecemasan berat. Gejalanya adalah napas memendek, jantung berdebar-debar, dan telapak tangan berkeringat.

Tidak sedikit pula yang mengalami depresi, seperti penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Menopause di tahun 2010. Dari 685 perempuan berusia 45-59 tahun, 41,8 persen memiliki gejala depresi, seperti sedih berkepanjangan, merasa tidak berharga, dan putus asa.

Baca Juga: 18 Oktober Hari Menopause Sedunia, Mengapa Haid Berhenti?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya