TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perempuan Rentan Terkena Osteoporosis, Saatnya Cegah dengan 3S

Ketahui lebih banyak tentang kampanye 3S, yuk!

Ilustrasi osteoporosis

Osteoporosis adalah penurunan kualitas dan kepadatan tulang yang menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah patah. Kehilangan massa tulang bisa terjadi secara alami akibat penuaan maupun karena gaya hidup, aktivitas, dan kondisi medis tertentu.

Tahukah kamu kalau perempuan berisiko terkena osteoporosis 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki? Bahkan, sebanyak 40,6 persen perempuan Indonesia berusia 20-29 tahun memiliki massa tulang yang rendah, yang meningkatkan risiko osteoporosis dan patah tulang dalam 20 tahun ke depan!

Sebagai bentuk kepedulian, Bayer dan CDR mengajak masyarakat Indonesia, khususnya perempuan, untuk memahami dan mencegah osteoporosis dengan kampanye 3S. Ada tiga pembicara yang dihadirkan pada Kamis (22/10), yaitu Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc, pakar gizi medik FKUI-RSCM, dr. Suci Sutinah, Head of Medical Consumer Health Bayer Indonesia, dan Raisa Andriana, penyanyi. Intip penjelasan seputar kampanye 3S di sini, yuk!

1. Mengapa perempuan lebih rentan terkena osteoporosis?

uth.edu

Prof. Saptawati mengatakan bahwa 41,8 persen laki-laki dan 90 persen perempuan mempunyai kepadatan tulang yang kurang dan bisa mengarah ke tulang keropos atau osteoporosis. Disebutkan pula bahwa 1 dari 3 perempuan dan 1 dari 5 laki-laki mengalami osteoporosis. Mengapa perempuan lebih berisiko terkena osteoporosis?

"Karena perempuan melalui proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui, dan dipengaruhi pula oleh kehilangan hormon estrogen saat mencapai menopause," tutur Prof. Saptawati.

Proses osteoporosis berlangsung dalam jangka panjang dan sering kali tanpa gejala, sehingga terkadang penderitanya tidak menyadari sampai benar-benar terjadi kerusakan.

Osteoporosis sering diasosiasikan dengan orang-orang lanjut usia (lansia). Padahal kondisi ini bisa menyerang siapa saja, bahkan di usia muda sekalipun!

2. Apa saja faktor risiko osteoporosis?

uhhospitals.org

Ada banyak faktor risiko osteoporosis. Di antaranya adalah memiliki riwayat keluarga yang terkena osteoporosis, cenderung kekurangan berat badan bila dibandingkan dengan tingginya, kekurangan asupan kalsium dan vitamin D, fisik yang kurang aktif, hingga kebiasaan merokok.

Faktor risiko lainnya adalah mengalami amenorea (tidak terjadi menstruasi sebagaimana mestinya) dan menopause dini, mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan, dipengaruhi oleh pengobatan tertentu (seperti penggunaan kortikosteroid jangka panjang, obat antikejang, pengobatan untuk kemoterapi, atau konsumsi heparin), serta diakibatkan oleh kondisi medis tertentu (semisal artritis reumatoid atau penyakit tiroid).

Bahkan, etnis seseorang juga berpengaruh! Menurut Prof. Saptawati, etnis Asia dan Pasifik berisiko 38 persen lebih besar terkena osteoporosis daripada perempuan kulit putih (Kaukasia).

Baca Juga: Jaga Kesehatan Hati dengan Curcumin, Zat Aktif pada Temulawak

3. Dianjurkan untuk "menabung" kalsium dan vitamin D sejak usia pubertas dan remaja

mashed.com

Sementara, menurut dr. Suci, orang Indonesia hanya memenuhi 25 persen konsumsi kalsium harian. Kurangnya asupan kalsium dan vitamin D pada anak-anak akan berdampak saat tua nanti. Oleh karena itu, dianjurkan untuk "menabung" kalsium dan vitamin D sebanyak-banyaknya sejak usia pubertas dan remaja.

"Di 30 tahun pertama perempuan harus menabung massa tulang, mengingat pertumbuhan tulang mencapai puncaknya di usia 40 tahun. Setelahnya, massa tulang mulai berangsur-angsur turun," jelas Prof. Saptawati.

Inilah mengapa tinggi perempuan semakin menyusut atau pendek seiring bertambahnya usia. Sebab, osteoporosis bisa menyebabkan patah tulang belakang dan membuat perempuan semakin bungkuk.

4. Apa dampak terburuk dari osteoporosis?

yalemedicine.org

Prof. Saptawati menegaskan bahwa orang yang memiliki faktor risiko harus berjaga-jaga. Sebab, osteoporosis merupakan silent disease. Diam-diam tak terasa, tetapi kemudian tiba-tiba terjadi patah tulang.

"Disarankan untuk memeriksakan kepadatan tulang secara rutin. Yang ditakutkan adalah patah tulang panggul karena bisa menyebabkan kematian," ucap Prof. Saptawati.

Dampak lainnya adalah mobilitas terhambat, tidak bisa mengurus diri seperti biasa, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, dan bergantung pada bantuan orang lain. Bahkan, dampaknya bisa ke psikologis, yakni menyebabkan depresi dan cemas.

Baca Juga: 7 Cara Mempercepat Penyembuhan Patah Tulang, Segera Pulih Tanpa Terasa

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya