TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penyebab Wabah Pneumonia Misterius pada Anak di China

Dianggap sebagai lonjakan yang tidak biasa

ilustrasi ibu menggendong anaknya (pexels.com/Quyn Phạm)

China sedang menghadapi lonjakan penyakit pernapasan, termasuk pneumonia, pada anak-anak. Pekan lalu, infeksi umum pada musim dingin, bukan patogen baru, adalah penyebab linjakan jumlah pasien rawat inap, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Lonjakan kasus infeksi pernapasan diperkirakan terjadi di China pada musim dingin ini, yang merupakan pertama kalinya China tidak menerapkan pembatasan COVID-19 sejak pandemi dimulai.

Menurut para ahli epidemiologi, yang tidak biasa adalah tingginya prevalensi pneumonia di China. Ketika pembatasan COVID-19 dilonggarkan di negara-negara lain, influenza dan respiratory syncytial virus (RSV) menjadi penyebab utama lonjakan penyakit pernapasan, mengutip Nature.

Pekan lalu WHO telah meminta informasi tambahan, termasuk hasil laboratorium dan data mengenai tren terkini penyebaran penyakit pernapasan, dari otoritas kesehatan China. Hal ini menyusul laporan dari media dan Program for Monitoring Emerging Diseases (ProMED)—sebuah sistem publik yang dijalankan oleh International Society for Infectious Diseases—mengenai kasus “pneumonia yang tidak terdiagnosis”.

Dalam pernyataannya pada 23 November, WHO mengatakan bahwa otoritas kesehatan China mengaitkan peningkatan jumlah pasien rawat inap sejak bulan Oktober dengan patogen yang diketahui, seperti adenovirus, virus influenza, dan RSV, yang cenderung hanya menyebabkan gejala ringan seperti pilek.

Namun, peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit sejak bulan Mei, khususnya di kota-kota utara seperti Beijing, terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, sebuah bakteri yang menginfeksi paru-paru. Ini merupakan penyebab umum pneumonia atipikal, yaitu jenis pneumonia yang biasanya relatif ringan dan tidak memerlukan istirahat atau rawat inap, tetapi sangat berdampak pada anak-anak pada tahun ini.

Benjamin Cowling, ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong, tidak terkejut dengan gelombang penyakit ini. “Ini adalah 'lonjakan musim dingin' yang biasa terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut,” katanya. “Hal ini terjadi pada awal tahun ini, mungkin karena meningkatnya kerentanan masyarakat terhadap infeksi saluran pernapasan akibat tindakan COVID selama tiga tahun.”

Baca Juga: Fakta seputar Pneumonia Misterius yang Muncul di China

Musim dingin pertama setelah pelonggaran kebijakan pandemi COVID-19 di China

ilustrasi musim dingin di Beijing, China (unsplash.com/zhang kaiyv)

Kepada Nature, Benjamin Cowling, epidemiolog dari University of Hong Kong, mengatakan bahwa ia tidak terkejut dengan kenaikan angka penyakit yang sedang terjadi. Menurutnya, ini adalah lonjakan musim dingin yang biasa terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut. Ia mengatakan bahwa mungkin ini terjadi karena meningkatnya kerentanan masyarakat terhadap infeksi saluran pernapasan akibat tindakan COVID-19 selama tiga tahun.

Meningkatnya kembali penyakit pernapasan yang umum terjadi pada musim dingin pertama setelah pelonggaran kebijakan pandemi—seperti penggunaan masker dan pembatasan perjalanan—sudah menjadi pola yang lazim di beberapa negara. Sebagai contoh, pada November 2022, jumlah yang dirawat di rumah sakit akibat flu di Amerika Serikat merupakan yang tertinggi sejak tahun 2010.

Lockdown skala nasional dan langkah-langkah lain yang diterapkan untuk memperlambat penyebaran COVID-19 mencegah patogen musiman bersirkulasi, sehingga kesempatan bagi masyarakat untuk membangun kekebalan terhadap mikroorganisme tersebut lebih sedikit, kata Francois Balloux, ahli biologi komputasi di University College London, dalam pernyataannya kepada UK Science Media Centre.

“Karena China menerapkan lockdown yang jauh lebih lama dan lebih ketat dibanding negara lain mana pun di dunia, maka gelombang ‘lockdown exit’ tersebut diperkirakan akan menjadi besar di negara tersebut,” kata Balloux.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya