TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Resistensi Insulin yang Tingkatkan Risiko Diabetes Tipe 2

Dapat dicegah dengan menerapkan gaya hidup sehat

ilustrasi tes gula darah (freepik.com/xb100)

Insulin adalah hormon yang memiliki peranan penting untuk membantu mengontrol gula darah dalam tubuh. Namun, ada sebagian orang yang berisiko mengalami masalah terkait hormon insulin yang disebut resistensi insulin.

Perlu diwaspadai, kondisi ini disebut-sebut dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Sebagai informasi, International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sekitar 537 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun di seluruh dunia mengidap diabetes pada tahun 2021.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang resistensi insulin, simak ulasan berikut ini, ya!

1. Sekilas tentang hormon insulin

ilustrasi pankreas (nhs.uk)

Insulin merupakan hormon yang dihasilkan pankreas yang membantu glukosa atau gula darah masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Dikutip dari Healthline, selama pencernaan, makanan yang mengandung karbohidrat diubah menjadi glukosa. Sebagian besar glukosa dikirim ke aliran darah dan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.

Peningkatan glukosa darah ini memberi sinyal ke pankreas untuk memproduksi insulin. Selanjutnya, insulin membantu glukosa di aliran darah untuk memasuki sel-sel tubuh. Saat glukosa masuk ke dalam sel, kadar gula darah pun menurun.

Beberapa sel menggunakan glukosa sebagai energi, sedangkan sel-sel di hati dan otot menyimpan kelebihan glukosa sebagai glikogen. Tubuh akan menggunakan glikogen saat glukosa darah menurun dan tubuh membutuhkan energi.

2. Apa itu resistensi insulin?

ilustrasi alat tes gula darah (pixabay.com/stevepb)

Dilansir Cleveland Clinic, resistensi insulin terjadi ketika sel-sel di otot, lemak, dan hati tidak mampu merespons insulin sebagaimana mestinya. Sel-sel tidak dapat menyerap glukosa dengan baik untuk diubah menjadi energi. Akibatnya, glukosa menumpuk di dalam darah dan menyebabkan peningkatan kadar gula darah.

Sebenarnya kondisi ini bisa diatasi jika pankreas mampu memproduksi insulin dalam jumlah lebih sebagai gantinya. Namun jika sel-sel sudah terlalu resistan, seiring berjalannya waktu kondisi tersebut akan meningkatkan risiko prediabetes dan diabetes tipe 2.

Baca Juga: Benarkah Ada Diabetes Basah dan Diabetes Kering? Ini Faktanya

3. Faktor yang meningkatkan risiko resistensi insulin

ilustrasi seseorang sedang bermalas-malasan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Berdasarkan laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), penyebab resistensi insulin belum diketahui secara pasti. Namun, memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2, mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dan kurang beraktivitas fisik dapat meningkatkan risiko resistensi insulin.

Beberapa faktor lain yang juga berkaitan dengan risiko resistensi insulin, di antaranya:

  • Berusia 45 tahun atau lebih
  • Memiliki kondisi kesehatan tertentu, seperti tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol yang tidak normal
  • Memiliki riwayat diabetes gestasional
  • Memiliki riwayat penyakit jantung atau stroke
  • Menderita sindrom ovarium polikistik atau polycystic ovary syndrome (PCOS)

4. Gejala resistensi insulin

ilustrasi orang yang merasa lelah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Jika seseorang memiliki resistensi insulin, tetapi pankreas dapat meningkatkan produksi insulin untuk menjaga kadar gula darah, biasanya kondisi ini tidak menimbulkan gejala.

Namun, resistensi insulin dapat memburuk dan menyebabkan peningkatan gula darah yang dapat menimbulkan gejala, antara lain:

  • Meningkatnya rasa haus
  • Sering buang air kecil
  • Meningkatnya rasa lapar
  • Penglihatan kabur
  • Sakit kepala
  • Lebih mudah lelah
  • Penyembuhan luka yang lambat

5. Diagnosis resistensi insulin

ilustrasi tes gula darah (pexels.com/PhotoMIX Company)

Dilansir Cleveland Clinic, tidak ada tes khusus untuk mendiagnosis resistensi insulin secara langsung. Dokter akan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti riwayat kesehatan pasien, riwayat kesehatan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan gejala yang muncul.

Selain itu, dokter mungkin juga meminta pasien untuk melakukan beberapa tes, seperti:

  • Tes gula darah puasa
  • Tes toleransi glukosa oral atau oral glucose tolerance test (OGTT)
  • Glycated hemoglobin A1c (A1c) atau HbA1C untuk mengukur kadar glukosa darah rata-rata selama tiga bulan terakhir
  • Panel lipid untuk mengukur lipid yang spesifik dalam darah, seperti kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida 

6. Resistensi insulin dan diabetes

ilustrasi alat tes gula darah dan makanan manis (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, seiring waktu, resistensi insulin kronis dapat berkembang menjadi pradiabetes kemudian diabetes tipe 2 jika tidak diobati. Dilansir National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK), prediabetes terjadi saat kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes.

Prediabetes biasanya terjadi pada orang yang sudah memiliki resistensi insulin atau sel beta di pankreas tidak menghasilkan cukup insulin untuk menjaga glukosa darah dalam kisaran normal. Tanpa insulin yang cukup, kelebihan glukosa akan tetap berada di aliran darah. Seiring waktu, prediabetes pun dapat berkembang menjadi diabetes tipe 2.

Baca Juga: Perbedaan Diabetes Insipidus dan Diabetes Melitus, Sudah Tahu?

Verified Writer

Rifa

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya