TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perhatikan 5 Hal Ini saat Minum Antibiotik

Darurat resistansi antibiotik!

ilustrasi antibiotik (pexels.com/Karolina Grabowska)

Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit infeksi bakteri. Obat ini hanya bisa didapat dengan resep dokter karena jika digunakan tanpa pengawasan dapat meningkatkan risiko resistansi antibiotik.

Sayangnya, lemahnya pengawasan membuat distribusi dan penggunaan antibiotik dilakukan secara bebas. Hal ini membuat masyarakat mudah memperoleh antibiotik meski tanpa resep dokter dengan dalih swamedikasi.

Padahal, antibiotik merupakan obat yang tidak boleh digunakan untuk swamedikasi karena bisa mengakibatkan kasus resistansi antibiotik makin meningkat.

Yuk, simak beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan antibiotik agar penggunaannya tepat sasaran!

1. JANGAN minum antibiotik tanpa resep dokter!

ilustrasi minum obat (pexels.com/Jeshoots.com)

Pengatahuan masyarakat mengenai bahaya resistensi antibiotik masih kurang, karena sejumlah orang minum antibiotik tanpa memeriksakan diri ke dokter. Dianggap manjur dan bekerja dengan cepat, banyak orang menggunakan antibiotik tanpa aturan pakai, bahkan ada yang sampai menstok antibiotik tertentu di rumah.

Antibiotik bukan merupakan obat yang bisa dikonsumsi sesuka hati walaupun kamu sedang sakit. Antibiotik memiliki aturan pakai yang cukup ketat karena efeknya yang bisa menyebabkan resistansi.

Beda halnya dengan obat nyeri dan obat penurun demam yang biasanya dikonsumsi saat merasakan gejala terkait saja. Antibiotik bisa menyebabkan rsistansi jika durasi atau dosis yang digunakan asal-asalan dan tidak tepat serta digunakan sembarangan, misalnya menggunakan antibiotik untuk infeksi yang disebabkan oleh virus.

Baca Juga: Mengapa Antibiotik Tidak Boleh Digunakan Bersama Produk Susu?

2. Habiskan obat antibiotik yang diresepkan oleh dokter!

ilustrasi antibiotik tablet (pexels.com/Castorly Stock)

Tak sedikit orang-orang yang menghentikan antibiotik yang diresepkan oleh dokter karena merasa dirinya sudah sehat. Padahal, belum tentu bakteri dalam tubuh mati. Ini justru dapat membuat kerja antibiotik tidak tuntas dalam memberantas bakteri dan meningkatkan kemungkinan resistansi antibiotik pada tubuh.

Dampak dari resistansi antibiotik adalah, saat tubuh mengalami infeksi yang sama dan diberi obat antibiotik yang sama, maka tidak akan mempan karena bakteri yang ditargetkan sudah kebal. Ini membuat waktu terapi makin laman dan obat antibiotik harus diganti. Selain itu, risiko efek samping juga meningkat.

3. Bolehkah sering-sering menggunakan antibiotik?

ilustrasi obat (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Ketika menggunakan antibiotik, populasi mikroorganisme juga ikut terbunuh kecuali bakteri yang sudah resistan. Hal ini karena antibiotik hanya membunuh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik dan bakteri resistan akan tetap dalam tubuh.

Penggunaan jangka panjang dan sering ini membuat makin banyak bakteri yang resistan. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik sering-sering sebaiknya dihindari kecuali sedang menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter, misalnya pasien dengan tuberkulosis (TBC).

4. Penyakit apa saja yang menggunakan antibiotik?

ilustrasi tes lab (pexels.com/Edward Jenner)

Berikut merupakan contoh penyakit yang biasanya diberi terapi antibiotik:

  • Infeksi saluran kemih.
  • Infeksi telinga.
  • Pneumonia.
  • TBC.
  • Infeksi kulit akibat bakteri.
  • Demam tifoid atau tifus.

Tentunya penggunaan antibiotik ini harus dengan resep dan pengawasan dokter. Pastikan juga pengobatan yang dilakukan berdasarkan diagnosis dokter setelah pemeriksaan, bukan mendiagnosis diri sendiri.

Baca Juga: 5 Fakta Resistensi Antibiotik, Dapat Menjadi Ancaman Kesehatan Global!

Verified Writer

Rifka Naila

Serotonin needed~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya