TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Efek Samping Operasi Plastik yang Perlu Diwaspadai

Dari mulai bekas luka, infeksi, hingga komplikasi berbahaya

Ada beberapa efek samping atau komplikasi operasi plastik yang mungkin bisa terjadi. (freepik.com/wavebreakmedia_micro)

Berencana melakukan operasi plastik? Selain mengetahui informasi seputar prosedur yang akan dijalani serta perkiraan hasilnya, kamu juga harus tahu dulu efek samping yang mungkin ditimbulkannya pascaoperasi.

Meskipun teknologi seputar operasi plastik sudah mengalami kemajuan pesat, tetapi tetap ada efek samping yang mungkin bisa terjadi, tak terkecuali human error saat prosedur. 

Jutaan prosedur operasi plastik dilakukan setiap tahunnya dan banyak yang prosesnya lancar tanpa insiden atau efek samping berbahaya. Kendati demikian, ada baiknya kamu tetapi membekali diri dengan pengetahuan sebagai persiapan akan berbagai kemungkinan usai operasi plastik dilakukan.

Berikut ini adalah daftar efek samping atau komplikasi operasi plastik yang mungkin bisa terjadi.  

1. Hematoma

Ilustrasi operasi plastik. unsplash.com/Olga Guryanova

Hematoma adalah kantung darah yang menyerupai memar besar yang nyeri. Menurut sebuah laporan dalam Aesthetic Surgery Journal tahun 2017, ini terjadi pada 1 persen prosedur pembesaran payudara. Efek ini juga merupakan komplikasi paling umum pasca pengencangan wajah, juga sebesar 1 persen. Kondisi ini lebih sering dialami laki-laki maupun perempuan.

Melansir Healthline, hematoma adalah risiko pada hampir semua jenis operasi. Perawatannya terkadang termasuk operasi tambahan untuk mengalirkan darah jika kumpulan darah tergolong besar atau berkembang pesat. Pada kondisi ini mungkin butuh prosedur lain di ruang operasi dan kadang anestesi tambahan.

Mengutip sebuah tulisan yang dibuat oleh Dr. Paul Pin, MD, yang merupakan dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik dari Baylor University Medical Center, Texas, Amerika Serikat (AS), hematoma paling mungkin terbentuk setelah prosedur bedah kosmetik yang melibatkan wajah atau leher.

Dikatakan juga bahwa hematoma biasanya akan muncul dalam waktu 24 jam setelah operasi, tetapi mungkin juga tak muncul sampai beberapa waktu kemudian.

Faktor risiko terbentuknya hematoma antara lain:

  • Hipertensi atau tekanan darah tinggi
  • Pengencer darah, termasuk obat herbal, ibuprofen, aspirin, atau obat serupa lainnya
  • Merokok
  • Mual dan muntah setelah operasi yang dapat menekan lokasi sayatan

Baca Juga: Mengenal Lebih Jauh tentang Operasi Plastik, Tidak Hanya Soal Estetik

2. Pembentukan seroma

freepik.com/wayhomestudio

Seroma adalah suatu kondisi yang terjadi ketika serum, atau cairan tubuh yang steril, berkumpul di bawah permukaan kulit, mengakibatkan pembengkakan dan terkadang nyeri.

Menurut sebuah laporan dalam jurnal Archives of Plastic Surgery tahun 2017, kondisi tersebut bisa terjadi pascaoperasi apa pun, dan merupakan komplikasi paling umum setelah prosedur tummy tuck atau abdominoplasti, yaitu prosedur operasi untuk memperbaiki bentuk perut dengan menghilangkan kulit dan lemak berlebih, serta mengencangkan otot perut, sehingga dinding perut terlihat lebih ramping.

Penyebab munculnya seroma belum diketahui secara pasti. Namun, seroma umum terjadi di area payudara setelah operasi kanker payudara. Prosedur lainnya yang bisa memunculkan seroma termasuk: pengecilan payudara, implan payudara, biopsi payudara, bedah plastik atau estetik, atau bedah rekonstruksi plastik.

Karena seroma bisa terinfeksi, kondisi tersebut sering dikeluarkan dengan jarum. Melansir Healthline, cara ini efektif untuk menghilangkannya, meski ada peluang seroma kembali muncul.

Melansir Medical News Today, beberapa faktor risiko dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya seroma, yaitu:

  • Usia
  • Ukuran payudara
  • Riwayat operasi biopsi
  • Penggunaan obat-obatan seperti heparin atau tamixofen
  • Indeks massa tubuh

3. Infeksi

freepik.com/nensuria

Meskipun perawatan pascaoperasi mencakup langkah-langkah untuk mengurangi risiko infeksi, tetapi ini tetap merupakan salah satu komplikasi umum dari operasi plastik.

Menurut sebuah studi berjudul "Breast implant infections" dalam jurnal Infectious Disease Clinics of North America tahun 2012, disebutkan bahwa infeksi bisa muncul pada 1,1 hingga 2,5 persen orang yang menjalani prosedur pembesaran payudara.

Infeksi kulit selulitis juga mungkin bisa timbul usai operasi. Pada beberapa kasus, infeksi bisa bersifat internal dan parah, yang membutuhkan antibiotik yang diberikan secara intravena.

Selulitis adalah kondisi kulit yang terjadi akibat infeksi bakteri. Tandanya adalah kulit kemerahan dan bengkak, yang sering menyebar dengan cepat ke bagian tubuh lainnya. Bila tidak ditangani dengan tepat, akibatnya bisa fatal.

4. Kerusakan saraf

pixabay

Risiko kerusakan saraf ada pada berbagai jenis prosedur pembedahan. Mati rasa dan sensasi kesemutan umum terjadi setelah operasi plastik dan bisa menandakan kerusakan saraf. Melansir Healthline, meskipun umumnya kerusakan saraf seperti ini bersifat sementara, tetapi pada beberapa kasus bisa permanen.

Beberapa perempuan mengalami perubahan sensitivitas setelah melalui prosedur pembedahan payudara, dan melansir laman Michigan Medicine dari University of Michigan, AS, sebanyak 15 persen mengalami perubahan permanen pada sensasi di puting.

Umumnya, kerusakan saraf seperti ini tidak terjadi lebih dari 1 tahun. Apabila kerusakan terjadi pada saraf yang bertugas menggerakkan otot, kemungkinan dapat terjadi kelumpuhan gerak. Biasanya kondisi ini bisa diatasi dengan operasi rekonstruksi.

5. Trombosis vena dalam dan emboli paru

pixabay

Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis atau DVT) adalah kondisi ketika gumpalan darah terbentuk di vena dalam, biasanya di kaki. Ketika gumpalan ini pecah dan berjalan ke paru-paru, itu dikenal sebagai emboli paru.

Efek samping ini relatif jarang terjadi. Menurut laporan dari Aesthetic Surgery Journal tahun 2016, komplikasi ini dialami hanya sekitar 0,09 persen dari semua pasien yang menjalani operasi plastik. Meskipun demikian, gumpalan darah tersebut bisa berakibat fatal.

Prosedur abdominoplasti dikatakan memiliki tingkat DVT dan emboli paru yang sedikit lebih tinggi, yaitu di bawah 1 persen. Risiko penggumpalan darah lima kali lebih besar pada orang yang menjalani beberapa prosedur sekaligus ketimbang orang-orang yang hanya menjalani satu prosedur.

6. Bekas luka

Ilustrasi bekas luka keloid. freepik.com/tirachardz

Prosedur pembedahan umumnya menghasilkan jaringan parut. Mengingat operasi kosmetik tujuannya adalah memperbaiki penampilan, adanya bekas luka pascaoperasi ini tentu sangat mengganggu.

Skar hipertrofi (hypertrophic scarring), sebagai contoh, adalah tonjolan luka yang menebal sesuai garis luka yang berwarna merah dan tebal. Bersama dengan luka keloid (daging yang tumbuh pada bekas luka dengan tekstur keras dan jinak), komplikasi ini muncul sebanyak 1,0 hingga 3,7 persen pada prosedur abdominoplasti, menurut laporan dalam Archives of Plastic Surgery tahun 2017.

Berdasarkan keterangan dari American Society of Plastic Surgeons, proses penyembuhan yang buruk dapat menyebabkan bekas luka yang terlihat jelas dan tak sedap dipandang. Bahkan, luka yang sembuh dengan baik sekalipun bisa menimbulkan bekas luka yang memengaruhi penampilan.

Pilihan perawatan bekas luka ini mungkin berbeda-beda berdasarkan jenis dan tingkat jaringan perut yang terbentuk, meliputi:

  • Perawatan topikal sederhana
  • Prosedur invasif minimal
  • Bedah revisi bekas luka dengan teknik lanjutan dalam penutupan luka

Baca Juga: 7 Fakta Operasi Plastik di Korea Selatan, Memesona dengan Risiko Besar

Verified Writer

Rizky Kusumo

Sedang menjajaki karir sebagai penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya