Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cacing parasit Ascaris lumbricoides dewasa. (commons.wikimedia.org/SuSanA Secretariat)
Cacing parasit Ascaris lumbricoides dewasa. (commons.wikimedia.org/SuSanA Secretariat)

Intinya sih...

  • Balita berusia 4 tahun bernama Raya, asal Desa Cianaga, Sukabumi, meninggal akibat infeksi cacing gelang yang parah.

  • Askariasis adalah penyakit akibat infeksi Ascaris lumbricoides, cacing gelang parasit yang hidup di usus manusia.

  • Beberapa komplikasi yang bisa muncul akibat askariasis meliputi: apendisitis, sumbatan pada saluran empedu hati, sumbatan pada usus, dan perforasi usus. Komplikasi ini tergolong serius dan bisa mengancam nyawa jika tidak segera ditangani.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Seorang balita bernama Raya (4), anak asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia akibat cacingan. Raya meninggal dunia setelah tubuhnya dipenuhi cacing gelang (Ascaris lumbricoides).

Sebelum wafat, Raya sempat mendapat perawatan di RSUD R. Syamsudin SH, Kota Sukabumi, dalam kondisi tidak sadarkan diri. Catatan medis menyebutkan, cacing bahkan keluar dari hidung dan anusnya—tanda bahwa infeksi sudah begitu parah hingga menjalar ke otak, mengutip dari IDN Times Jabar.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa cacingan bukan penyakit yang bisa diremehkan.

1. Penyebab dan gejala infeksi cacing gelang

Askariasis adalah penyakit akibat infeksi Ascaris lumbricoides, cacing gelang parasit yang hidup di usus manusia. Meski sering dianggap sepele, tetapi penyakit ini masih menjadi salah satu infeksi cacing usus paling umum di dunia.

Sumber utama penularan askariasis adalah makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing gelang. Penyakit ini erat kaitannya dengan sanitasi yang buruk. Di wilayah yang masih menggunakan tinja manusia sebagai pupuk, risiko penularan makin tinggi.

Setelah tertelan, telur cacing akan menetas di usus halus dan melepaskan larva. Dalam beberapa hari, larva ini masuk ke aliran darah lalu bermigrasi ke paru-paru. Dari sana, mereka naik ke saluran pernapasan besar, kemudian ikut tertelan kembali ke lambung dan usus halus.

Saat berada di paru-paru, larva bisa menimbulkan peradangan jarang terjadi yang dikenal sebagai pneumonia eosinofilik, karena melibatkan sel darah putih khusus bernama eosinofil. Setelah kembali ke usus halus, larva berkembang menjadi cacing dewasa. Di sinilah mereka bertelur, dan telur tersebut keluar bersama tinja. Cacing dewasa dapat bertahan hidup 10 hingga 24 bulan di dalam tubuh manusia.

Hingga kini, diperkirakan 800–900 juta orang di seluruh dunia terinfeksi askariasis. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi anak-anak biasanya mengalami gejala yang lebih berat dibandingkan orang dewasa.

Gejala infeksi cacing gelang

Sebagian besar orang dengan askariasis tidak menunjukkan gejala sama sekali. Namun, bila gejala muncul, biasanya berupa:

  • Batuk berdahak bercampur darah.

  • Sesak napas atau mengi.

  • Demam ringan.

  • Nyeri perut.

  • Ruam kulit.

  • Mual dan muntah.

  • Cacing yang keluar bersama tinja.

  • Cacing yang keluar melalui mulut atau hidung.

Dalam kasus tertentu, orang yang terinfeksi bahkan bisa muntah atau batuk hingga mengeluarkan cacing.

2. Cara mendeteksi askariasis

Untuk memastikan seseorang terinfeksi askariasis, tenaga medis biasanya memeriksa sampel tinja. Dari sampel tersebut, dokter dapat menemukan telur atau bahkan cacing dewasa yang sudah menetap di usus. Pemeriksaan ini paling efektif dilakukan setelah cacing gelang mencapai usus halus, karena di sanalah mereka bertelur.

Namun, deteksi tidak selalu semudah itu. Pada tahap awal, ketika infeksi masih berada di paru-paru, askariasis lebih sulit dikenali. Jika dokter mencurigai adanya infeksi, mereka mungkin akan meminta pemeriksaan rontgen dada (chest X-ray). Hasilnya dapat menunjukkan perubahan yang menandakan keberadaan larva cacing di jaringan paru-paru.

Selain itu, ada juga pemeriksaan pencitraan lain yang lebih detail, seperti ultrasonografi (USG), CT scan, atau MRI. Tes ini bisa menampilkan gambaran lebih jelas tentang cacing yang mungkin berpindah ke saluran tubuh tertentu, misalnya saluran empedu atau hati. Dari situ, dokter dapat menilai seberapa parah infeksinya.

3. Pengobatan

ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengobatan askariasis umumnya dilakukan dengan obat antiparasit untuk membunuh cacing dewasa di dalam usus. Obat ini biasanya diminum selama satu hingga tiga hari. Menariknya, banyak pasien sudah merasakan perbaikan gejala lebih cepat, bahkan sebelum semua cacing benar-benar mati. Namun, hasil pengobatan sering kali membuat pasien buang air besar dengan disertai cacing mati—sesuatu yang bisa mengejutkan meski sebenarnya wajar.

Beberapa obat yang umum digunakan antara lain:

  • Albendazole.

  • Ivermectin.

  • Pyrantel pamoate, yang sering dipilih sebagai alternatif lebih aman untuk ibu hamil.

Perlu diingat, obat-obatan ini bekerja paling efektif melawan cacing dewasa. Larva justru lebih sulit dimusnahkan. Karena itu, dokter biasanya menyarankan pengobatan ulang setelah 1–3 bulan, memberi waktu agar larva berkembang menjadi cacing dewasa, lalu dapat dibasmi pada pengobatan berikutnya.

Sebagian besar kasus askariasis bisa ditangani hanya dengan obat. Namun, pada kondisi langka, operasi mungkin dibutuhkan, misalnya jika terjadi komplikasi seperti sumbatan usus. Dalam kasus ini, dokter perlu mengangkat cacing atau memperbaiki jaringan usus yang rusak.

Kabar baiknya, banyak tindakan kini bisa dilakukan dengan teknik endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), yaitu prosedur minimal invasif yang hanya memerlukan sayatan kecil. Metode ini membuat pemulihan pasien lebih cepat dibanding operasi terbuka tradisional.

4. Potensi komplikasi

Sebagian besar orang yang mengalami askariasis dapat pulih dari gejala meski tanpa pengobatan. Namun, itu bukan berarti tubuh mereka benar-benar bebas dari cacing. Banyak orang tetap membawa cacing di dalam tubuhnya, yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan masalah serius.

Komplikasi biasanya muncul ketika cacing dewasa bermigrasi ke organ tertentu. Jika jumlah cacing terus bertambah, usus pun bisa mengalami penyumbatan total.

Beberapa komplikasi yang bisa muncul akibat askariasis meliputi:

  • Apendisitis (radang usus buntu).

  • Sumbatan pada saluran empedu hati.

  • Sumbatan pada usus.

  • Perforasi usus atau terbentuknya lubang pada dinding usus.

Komplikasi ini tergolong serius dan bisa mengancam nyawa jika tidak segera ditangani. Karena itu, mengenali gejala sejak awal dan mendapatkan penanganan medis sangat penting untuk mencegah kondisi memburuk.

5. Mencegah anak dari cacingan

Askariasis bisa dicegah. Kuncinya adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:

  • Hindari menyentuh tanah dengan tangan kosong, terutama tanah yang dipakai sebagai pupuk untuk tanaman.

  • Selalu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum menyiapkan atau menyantap makanan.

  • Ajarkan anak-anak kebiasaan mencuci tangan secara rutin, karena mereka lebih rentan terinfeksi.

  • Cuci, kupas, atau masak sayur dan buah mentah sebelum dimakan, terutama bila ditanam dengan pupuk kandang.

  • Jangan buang air besar sembarangan kecuali di fasilitas yang memiliki sistem pembuangan limbah yang baik.

Kebiasaan-kebiasaan ini mungkin terlihat sederhana, tetapi sangat penting untuk mencegah penularan telur cacing gelang yang bisa masuk lewat makanan, minuman, maupun tangan yang kotor.

Askariasis adalah infeksi cacing gelang yang banyak ditemukan di dunia, tetapi sebenarnya bisa dicegah jika masyarakat memiliki akses sanitasi yang baik.

Bagi yang tinggal atau bepergian ke daerah dengan angka infeksi tinggi, langkah perlindungan diri sangat penting. Biasakan rutin cuci tangan, terutama sebelum makan atau menyiapkan makanan. Sayur dan buah sebaiknya dicuci bersih, dikupas, atau dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

Jika muncul gejala seperti nyeri perut hebat atau tanda lain yang mencurigakan, segera periksakan diri ke dokter. Dengan pemberian obat antiparasit, cacing dapat dibasmi dan infeksi bisa diatasi.

Referensi

"Soil-transmitted helminth infections". World Health Organization. Diakses pada Agustus 2025.

de Lima Corvino DF, Horrall S. Ascariasis. [Updated 2023 Jul 17]. In: StatPearls. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2025 Jan. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430796/

"Ascariasis." Cleveland Clinic. Diakses pada Agustus 2025.

"Ascariasis." MedlinePlus. Diakses pada Agustus 2025.

Editorial Team