Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Primaya Cardiovascular Conference 2025 bertema “Beat for LIfe, Love Your Heart” di Jakarta, pada Sabtu (20/09/2025) (IDN Times/Misrohatun)
Primaya Cardiovascular Conference 2025 bertema “Beat for LIfe, Love Your Heart” di Jakarta, pada Sabtu (20/09/2025) (IDN Times/Misrohatun)

Intinya sih...

  • Penyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia, termasuk di Indonesia.

  • Teknologi medis baru seperti ablasi tanpa panas, angioplasti presisi, dan operasi bypass minimal invasif menjadi inovasi terbaru untuk penyakit jantung.

  • Pentingnya edukasi seiring dengan perkembangan teknologi kardiovaskular untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung di Indonesia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Penyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2023 mencatat ada lebih dari 17 juta kematian setiap tahun, sementara di Indonesia mencapai 651.481 jiwa, terdiri dari stroke (331.349), jantung koroner (245.343), dan jantung hipertensi (50.620). Angka ini menunjukkan urgensi peningkatan layanan kardiovaskular di tanah air.

Tapi kini pasien jantung memiliki lebih banyak harapan baru. Teknologi medis seperti ablasi tanpa panas, angioplasti presisi, hingga operasi bypass minimal invasif menjadi inovasi terbaru untuk penyakit jantung.

Teknologi dan inovasi

Dalam Primaya Cardiovascular Conference 2025 bertema “Beat for LIfe, Love Your Heart”, pakar kardiovaskular nasional dan internasional membahas berbagai teknologi untuk penyakit ini.

Inovasi yang dipaparkan dalam konferensi diantaranya terkait ablasi PFA, precision PCI, drug-coated balloon (DCB), chronic total occlusion percutaneous coronary intervention (CTO PCI), intervensi darurat (acute coronary syndrome) dan CABG minimal Invasif.

  • Ablasi PFA: Metode ini lebih selektif dibanding metode berbasis panas, sehingga aman terhadap esofagus dan saraf. Data ADVENT trial menunjukkan efektivitas sekaligus keamanan yang lebih tinggi, menjadikannya terapi masa depan untuk atrial fibrillation.

  • Precision PCI: Intervensi koroner kini tidak lagi cukup hanya mengandalkan angiografi. Dengan dukungan pencitraan intravaskular dan fisiologi koroner, precision PCI memungkinkan terapi yang benar-benar personal. Pendekatan presisi akan meningkatkan keberhasilan, keamanan, serta kualitas hidup pasien dalam jangka panjang.

  • DCB: Setelah puluhan tahun mengandalkan stent/ring, kini hadir metode DCB yang lebih sederhana dan tidak meninggalkan logam di pembuluh darah. Hasil penelitian menunjukkan risiko perdarahan lebih rendah, durasi penggunaan obat dual antiplatelet therapy (DAPT) lebih singkat, serta outcome pasien lebih baik. Dengan demikian, tidak semua kasus penyakit jantung harus ditangani dengan pemasangan ring.

  • CTO PCI: Tindakan membuka sumbatan total kronis pada pembuluh darah jantung adalah prosedur yang sangat kompleks. Namun, dengan seleksi pasien yang tepat, perencanaan menyeluruh, serta teknologi pencitraan intravaskular dan teknik recanalization modern, angka keberhasilan CTO PCI kini makin baik. Hasilnya aliran darah pulih, gejala berkurang, dan kualitas hidup meningkat.

  • Coronary artery bypass Graft (CABG): Penggunaan graft arteri ganda atau total arterial revascularization terbukti menurunkan risiko kematian jangka panjang secara signifikan, dengan survival 12 tahun, meningkat dari 54 persen menjadi lebih dari 63 persen. Ditambah lagi, penerapan teknik minimal invasif serta protokol enhanced recovery after surgery (ERAS), memungkinkan pasien pulih lebih cepat, membutuhkan transfusi lebih sedikit, dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Diperkuat dengan edukasi

Ilustrasi jantung sehat (https://www.pixels.com/puwadon sang-gern)

Teknologi kardiovaskular yang semakin maju memungkinkan penanganan penyakit jantung menjadi lebih presisi dan aman. Namun, edukasi tetap menjadi kunci.

"Dengan teknologi terbaru, pasien tidak hanya mendapatkan terapi yang lebih efektif, tetapi juga lebih aman dan berpusat pada kebutuhan pasien. Teknologi harus diiringi dengan edukasi, karena pencegahan melalui gaya hidup sehat dan deteksi dini sama berharganya dengan terapi mutakhir. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung di Indonesia,” kata Chief Medical Officer Primaya Hospital Group, dr. Esther Ramono di Jakarta, pada Sabtu (20/09/2025).

Primaya Hospital berharap dapat memperkuat edukasi publik sekaligus mendorong kolaborasi tenaga medis lintas disiplin dalam menangani penyakit kardiovaskular di Indonesia.

Editorial Team