Dari 84 unit puskesmas yang ada di sana, sebanyak 68 tidak dapat beroperasi karena daerah ini memang sangat sulit dilalui. Kondisi geografinya yang dipisahkan sungai yang lebar, membuat nakes dan relawan di sana harus melewati sling.
"Kami memiliki rumah sakit yang alhamdulillah masih beroperasi sampai dengan saat ini, malah sebelumnya tidak ada kendala banjir yang menimpa. Namun, saat ini kami memiliki kesulitan dalam obat-obatan dan oksigen," lanjut dr. Sulasmi.
Sling penyberangan merupakan alat penyebrangan darurat berupa tali yang dibentangkan di atas sungai, digunakan warga di daerah terpencil saat jembatan belum tersedia atau rusak.
"Jadi sampai saat ini kami sudah turun ke 10 daerah terisolir dengan medan yang cukup sulit, bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan beberapa profesi lain termasuk psikolog, klinis, dan apoteker," ujarnya.
IDA Aceh sudah melayani kurang lebih 580 anak di pengungsian. Mereka juga memberikan trauma healing, makanan tambahan sampai sembako. Namun, untuk beras, mereka mengaku masih kesulitan sehingga diganti dengan sumber karbohidrat lainnya.