- Paparan banjir dan trauma stres langsung
Risiko Depresi Prenatal dan Postpartum Pascabanjir, Kerap Terabaikan

- Banjir sebagai stresor kehidupan dapat meningkatkan risiko depresi baik selama kehamilan (prenatal) maupun setelah melahirkan (postpartum) karena tekanan emosional, ketidakpastian, dan gangguan layanan kesehatan di wilayah terdampak.
- Faktor penyebab depresinya beragam, termasuk paparan langsung terhadap banjir, kehilangan dukungan sosial, ketidakstabilan ekonomi, trauma dan gangguan akses layanan antenatal.
- Dampaknya luas, tidak hanya pada kesehatan mental ibu tetapi juga perkembangan janin dan peran serta hubungan ibu-anak, sehingga dibutuhkan dukungan psikososial, medis, dan komunitas yang berkelanjutan.
Banjir sering terjadi di Indonesia. Setiap musim hujan, beberapa wilayah menghadapi gelombang air yang mengancam rumah, pekerjaan, dan keamanan fisik mereka. Ketika hujan mereda dan air mulai surut, yang tertinggal bukan hanya lumpur, tetapi juga jejak stres emosional yang mendalam bagi banyak orang.
Bagi perempuan hamil dan yang baru melahirkan, tekanan ini bisa makin kompleks. Kehamilan sendiri merupakan periode yang penuh perubahan hormonal, fisik, dan psikologis. Ditambah lagi pengalaman terdampak banjir yang tak terduga, tekanan hidup bisa memicu gangguan kesehatan mental yang serius seperti depresi prenatal (depresi yang muncul saat kehamilan) dan depresi postpartum (depresi yang muncul setelah melahirkan, biasanya dalam beberapa minggu hingga bulan pertama).
Terdampak bencana, banjir salah satunya, terkait dengan peningkatan gejala depresi pada ibu hamil dan setelah melahirkan. Ini bukan sekadar reaksi sementara. Dalam beberapa kasus, efeknya bisa berlanjut dan memengaruhi kesejahteraan ibu dan bayi dalam jangka panjang.
Faktor penyebab depresi prenatal dan postpartum setelah banjir
Ada beberapa faktor penyebab depresi prenatal dan postpartum pascabanjir, yang dapat meliputi:
Ketika banjir terjadi, banyak ibu hamil yang mengalami kehilangan rumah, harta benda, anggota keluarga, atau rasa aman akan masa depan. Situasi seperti ini menempatkan tubuh dan pikiran pada keadaan waspada terus-menerus terhadap ancaman, yang meningkatkan risiko stres akut. Stres ini kemudian bisa berkembang menjadi depresi, terutama jika tidak ditangani.
Selain itu, penelitian yang meneliti efek banjir besar pada ibu hamil menemukan bahwa paparan terhadap banjir secara langsung berkaitan dengan gejala depresi yang lebih tinggi selama kehamilan maupun setelahnya. Sebagian besar ibu yang mengalami banjir mengalami tekanan emosional yang berdampak pada kesejahteraan mental secara keseluruhan.
Kondisi banjir juga seringkali memicu rasa kehilangan kontrol, baik terhadap lingkungan maupun terhadap rencana kehamilan, yang memperdalam perasaan tertekan. Ini penting karena gangguan kontrol dan rasa tidak aman adalah prediktor kuat bagi timbulnya gangguan depresi perinatal.
- Gangguan dalam akses layanan kesehatan
Banjir besar sering menyebabkan fasilitas kesehatan padam, jalan terputus, dan layanan antenatal serta posyandu terganggu. Ketika kunjungan rutin ke bidan atau dokter terhambat, ibu hamil kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dukungan medis dan psikologis yang sangat dibutuhkan saat masa kehamilan atau nifas.
Kurangnya akses ini bukan hanya soal pemeriksaan fisik, tetapi juga penyuluhan dan skrining kesehatan mental, yang biasanya rutin dilakukan. Tanpa deteksi dini, gejala stres dan depresi bisa berkembang tanpa penanganan yang tepat.
Ditambah lagi, keterbatasan akses layanan kesehatan juga menghambat kemampuan keluarga untuk mendapatkan dukungan medis darurat. Ini bisa meningkatkan kecemasan dan perasaan tidak berdaya, dua faktor yang berkontribusi besar terhadap depresi.
- Tekanan finansial dan kehilangan dukungan sosial
Terdampak banjir bisa menghancurkan sumber penghasilan. Contohnya lahan pertanian terendam, usaha kecil rusak, serta biaya pemulihan yang tinggi. Ketidakstabilan ekonomi ini memberi tekanan tambahan pada ibu hamil yang mungkin sudah berjuang dengan perubahan fisik dan emosional kehamilan.
Di sisi lain, jaringan dukungan sosial, seperti keluarga, teman, dan masyarakat, yang biasanya menjadi sandaran ibu hamil dan ibu baru bisa terguncang akibat bencana. Ketika sistem dukungan ini melemah, ibu menjadi lebih rentan terhadap perasaan kesepian, cemas, dan depresi.
Studi juga menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial yang rendah berkaitan erat dengan gejala depresi postpartum yang lebih tinggi setelah terkena bencana, yang menegaskan pentingnya hubungan sosial dalam menjaga kesejahteraan mental ibu baru.
Dampak dan komplikasi depresi prenatal dan postpartum pascabanjir

Ada beberapa dampak dan komplikasi depresi prenatal dan postpartum pascabanjir, seperti:
- Gangguan kesehatan mental yang berkelanjutan
Depresi yang tidak tertangani selama kehamilan dapat memperburuk kesejahteraan emosional ibu. Gejalanya bisa berkisar dari perasaan sedih terus-menerus, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, hingga kelelahan atau gangguan tidur.
Jika dibiarkan, depresi prenatal sering berlanjut ke postpartum, yang dapat memengaruhi hubungan antara ibu dan bayi sejak awal. Hal ini tidak hanya memengaruhi ibu, tetapi juga perkembangan emosional dan fisik anak dalam beberapa bulan pertama kehidupan.
Selain itu, penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami bencana besar memiliki prevalensi depresi perinatal (depresi saat hamil dan hingga 1 tahun setelah melahirkan) yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak terkena bencana, menunjukkan besarnya dampak psikologis setelah peristiwa traumatis seperti banjir.
- Risiko perkembangan fisik dan perilaku pada anak
Depresi prenatal terkait stres kronis telah dikaitkan dalam beberapa penelitian dengan hasil perkembangan anak yang tidak optimal. Misalnya dalam regulasi emosi atau pola perilaku yang lebih sulit, kemungkinan sebagai efek dari perubahan hormonal dan lingkungan dalam rahim.
Stres ibu yang berkepanjangan juga dapat memengaruhi pola tidur, pola makan, dan kesehatan fisik ibu, yang pada gilirannya berkontribusi pada kondisi pertumbuhan bayi dan kemungkinan komplikasi kesehatan pada awal kehidupan.
Temuan tersebut menegaskan bahwa pengaruh stres perinatal bukan hanya masalah emosional yang bersifat sementara, tetapi bisa memberi dampak pada buah hati, sehingga deteksi dan penanganan dini adalah kunci.
- Dampak pada hubungan keluarga dan fungsi sosial
Ibu yang mengalami depresi postpartum sering sulit untuk menjalin ikatan yang kuat dengan bayi mereka. Hal ini dapat berdampak pada interaksi sehari-hari, respons terhadap kebutuhan bayi, dan kemampuan untuk mencari dukungan.
Selain itu, depresi dapat memengaruhi dinamika keluarga secara keseluruhan (pasangan, hubungan dengan orang tua, dan tanggung jawab rumah tangga) yang kemudian memperkuat lingkaran stres dan ketegangan.
Dukungan yang kurang memadai dari lingkungan juga dapat memperparah kondisi depresi, membuat ibu merasa terisolasi dan kurang mampu menjalani peran barunya.
Yang perlu dilakukan oleh ibu hamil
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh ibu hamil yang terdampak banjir:
- Cari dukungan emosional
Berbagi cerita dengan pasangan, keluarga atau kelompok dukungan ibu dapat sangat membantu meredakan beban psikologis. Dukungan sosial terbukti menjadi faktor pelindung terhadap gejala depresi postpartum.
- Memperkuat koneksi dengan layanan kesehatan
Walau akses mungkin terbatas, usahakan tetap terhubung dengan layanan antenatal dan konseling psikososial yang tersedia di wilayah terdampak.
- Mengelola stres secara aktif
Teknik relaksasi sederhana seperti pernapasan, meditasi ringan, atau aktivitas ringan (jalan kaki, jika aman) dapat membantu meredakan kecemasan. Mencari waktu untuk istirahat dan mengatur pola tidur juga sangat penting.
- Mencatat perubahan emosi
Membuat journaling emosi harian dapat membantu ibu mengenali pola stres dan kapan perlu mencari bantuan profesional.
Penanganan

Penanganan depresi prenatal dan postpartum pasca banjir membutuhkan pendekatan yang komprehensif:
- Konseling psikologis atau terapi perilaku kognitif dapat membantu ibu mengatasi pola pikir negatif akibat trauma.
- Terapi obat antidepresan bisa dipertimbangkan pada kasus yang lebih berat, tentu dengan pengawasan dokter kandungan atau psikiater.
- Program dukungan komunitas bantuan sosial, peer support, atau kelompok ibu di daerah terdampak penting dalam memperkuat jaringan dukungan.
- Follow-up rutin dengan tenaga kesehatan untuk memantau kondisi fisik dan mental ibu serta perkembangan bayi sangat dianjurkan.
Banjir bisa memengaruhi jiwa dan kesehatan mental terutama bagi ibu hamil dan ibu baru melahirkan. Risiko depresi prenatal dan postpartum pascabanjir disebabkan oleh kombinasi stres langsung, gangguan layanan kesehatan, tekanan ekonomi, dan berkurangnya dukungan sosial. Dampaknya dapat terasa jauh lebih dari sekadar perasaan sedih sesaat, melainkan memengaruhi hubungan ibu-anak, perkembangan bayi, hingga fungsi keluarga secara keseluruhan.
Walaupun tantangannya besar, tetapi dukungan komunitas, intervensi kesehatan mental, dan konektivitas dengan layanan medis dapat membuat perbedaan yang sangat berarti dalam perjalanan perinatal perempuan pascabanjir.
Referensi
Rebecca L. Brock et al., “Peritraumatic Distress Mediates the Effect of Severity of Disaster Exposure on Perinatal Depression: The Iowa Flood Study,” Journal of Traumatic Stress 28, no. 6 (November 19, 2015): 515–22, https://doi.org/10.1002/jts.22056.
Emily Harville, Xu Xiong, and Pierre Buekens, “Disasters and Perinatal Health: A Systematic Review,” Obstetrical & Gynecological Survey 65, no. 11 (November 1, 2010): 713–28, https://doi.org/10.1097/ogx.0b013e31820eddbe.
Mine Gökduman Keleş and Eylem Toker, “Experience of Pregnant Women Living in Temporary Shelters Post-earthquake: A Phenomenological Study,” BMC Pregnancy and Childbirth 25, no. 1 (September 1, 2025): 908, https://doi.org/10.1186/s12884-025-07994-2.
Şeyma Sehlikoğlu et al., “Investigation of Social Support Perceptions and Mental Health of Postpartum Women Following the February 6, 2023 Turkey Earthquake: A Comparative Study,” Current Psychology 44, no. 16 (June 25, 2025): 13887–900, https://doi.org/10.1007/s12144-025-08133-y.
Itamar D. Futterman et al., “Maternal Anxiety, Depression and Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) After Natural Disasters: A Systematic Review,” The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine 36, no. 1 (April 9, 2023): 2199345, https://doi.org/10.1080/14767058.2023.2199345.
Rebecca Lipschutz et al., “Maternal Mental Health Mediates the Effect of Prenatal Stress on Infant Temperament: The Harvey Mom Study,” Development and Psychopathology 36, no. 2 (April 20, 2023): 893–907, https://doi.org/10.1017/s0954579423000160.


















