Masih Misteri, 5 Pertanyaan Seputar COVID-19 Ini Belum Terjawab

Semoga jawabannya segera ditemukan dalam waktu dekat!
Enam bulan telah berlalu sejak Tiongkok pertama kali melaporkan kasus COVID-19 akibat virus corona strain baru, SARS-CoV-2. Walau begitu, masih ada banyak hal yang belum dipahami oleh para ahli maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO). Masih banyak pula pertanyaan penting yang belum terjawab.
 
Padahal, memahami hal-hal terkait COVID-19 sangat penting untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil, baik sebagai pencegahan maupun penanganan penyakit yang kini masih jadi pandemi global.
 
Berikut adalah beberapa pertanyaan terbesar seputar COVID-19 yang jawabannya masih belum ditemukan.

1. Angka pasti kasus pasien terinfeksi, pulih, dan meninggal

Masih Misteri, 5 Pertanyaan Seputar COVID-19 Ini Belum Terjawabunsplash.com/Morning Brew
Penghitungan global dari kasus, kematian, pemulihan, dan infeksi aktif hanya mencerminkan angka yang dikonfirmasi. Akan tetapi, peneliti menduga jumlah kasus yang sebenarnya jauh lebih besar.
 
Dilansir dari laman Business Insider, untuk setiap orang yang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19, kemungkinan ada sekitar 10 kasus yang tidak terdeteksi. Ini karena kapasitas pengujian yang tertinggal jauh dari laju penyakit, sehingga banyak negara yang gagal menerapkan pengujian luas sejak dini. 
 
Perkiraan baru dari Massachusetts Institute of Technology menunjukkan bahwa total kasus global 12 kali lebih tinggi dari laporan resmi, dan angka kematian global 1,5 kali lebih banyak.
 
Padahal, penilaian yang akurat sangat penting dalam membantu para peneliti memahami penyebaran coronavirus, tingkat kematiannya, prevalensi orang-orang tanpa gejala, dan faktor lainnya. Ini juga akan memberi para ilmuwan gambaran yang lebih akurat tentang efek jarak sosial (physical distancing), implementasi lockdown, dan karantina.

2. Penyebab seseorang meninggal setelah terdiagnosis positif virus corona

Masih Misteri, 5 Pertanyaan Seputar COVID-19 Ini Belum TerjawabIDN Times/Muchammad Haikal
Peneliti telah berhasil menemukan dan menguraikan langkah demi langkah bagaimana COVID-19 dapat menyebabkan kematian.
 
Menurut penelitian dalam jurnal medis "Frontiers in Public Health" dan "The Lancet", didapat kesimpulan bahwa infeksi COVID-19 diawali dengan protein virus menempel pada reseptor sel di paru-paru yang disebut ACE2, yang lalu menyebabkan sistem imun merespons dengan mengaktifkan sel darah putih.
 
Pada pasien dengan gejala yang parah, sistem kekebalan tubuh dapat bereaksi berlebihan dengan menghasilkan sitokin. Kondisi tersebut membuat tubuh menyerang sel-selnya sendiri.
 
Dokter telah menemukan adanya kaitan antara gumpalan darah dengan peningkatan prevalensi stroke di antara pasien COVID-19. Respons imun yang agresif juga dapat merusak jantung, ginjal, usus, dan hati. Akan tetapi, kebanyakan kematian akibat COVID-19 disebabkan oleh kegagalan pernapasan, yang artinya paru-paru tidak memasok cukup oksigen ke darah. 
 
Pola kasus-kasus kritis ini adalah sesuatu yang masih berusaha dipahami oleh para dokter. Sebab, ini terjadi bukan hanya pada orang-orang dengan faktor risiko nyata, seperti kebiasaan merokok atau adanya penyakit kronis, tetapi juga beberapa orang muda yang tampak sehat.

Baca Juga: 7 Cara Minimalkan Airborne Penularan COVID-19 Lewat Udara di Ruangan

3. Mengapa individu usia muda lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal akibat COVID-19?

Masih Misteri, 5 Pertanyaan Seputar COVID-19 Ini Belum Terjawabunsplash.com/Anastasiia Chepinska
Tingkat kematian akibat COVID-19 ditentukan oleh banyak faktor, dan usia adalah salah satu faktor penentu yang paling besar.
 
Orang yang lebih tua lebih mungkin meninggal dunia karena gagal paru-paru, stroke, serangan jantung, dan masalah lain yang dipicu oleh infeksi COVID-19, sedangkan pada orang yang lebih muda persentase kematiannya lebih kecil.
 
Sebenarnya, usia muda dan orangtua memiliki risiko yang sama untuk terserang penyakit seperti flu. Akan tetapi, tidak demikian dengan COVID-19. Jumlah pasien COVID-19 yang berusia muda jauh lebih sedikit daripada pasien lanjut usia.
 
Mengenai hal tersebut, belum jelas apakah memang jumlah penularannya sedikit, atau apakah banyak dari kasus pasien usia muda yang terlewatkan karena hanya mengalami gejala ringan atau bahkan tanpa gejala.
 
Sayangnya, para ahli masih belum yakin mengapa sebagian pasien COVID-19 mengembangkan gejala parah yang dapat menyebabkan kematian, sementara sebagian lainnya (seperti anak-anak dan orang berusia muda) memiliki gejala ringan bahkan tanpa gejala.
 
Untuk saat ini, diperkirakan penyebabnya adalah karena anak-anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih baik dalam memerangi COVID-19 ketimbang orang dewasa.

4. Kapan vaksin COVID-19 akan siap?

Masih Misteri, 5 Pertanyaan Seputar COVID-19 Ini Belum Terjawabunsplash.com/CDC
Juga dilansir dari laman Business Insider, hingga akhir Juni 2020, ada lebih dari 140 vaksin COVID-19 yang sedang dalam pengembangan. Diperkirakan, setidaknya ada 30 yang akan mulai dilakukan uji coba pada manusia tahun ini, dan 16 kandidat terkemuka sudah mulai mengujinya pada manusia.
 
Beberapa kandidat yang sudah menunjukkan kemajuan adalah perusahaan biotek Moderna, Universitas Oxford, dan Johnson & Johnson.
 
Pemerintah Amerika Serikat sendiri tengah berjuang agar dapat menyiapkan ratusan juta dosis vaksin hingga Januari 2021. Sementara itu, beberapa ahli vaksinasi dan analis industri ragu vaksin akan siap sebelum tahun 2022 atau 2023.
 
Itu artinya, belum dapat dipastikan kapan vaksin COVID-19 akan ditemukan. Padahal, adanya vaksin sangat penting untuk memperkirakan kapan pandemi ini akan berakhir.

5. Dampak jangka panjang yang akan dialami oleh penyintas COVID-19

Masih Misteri, 5 Pertanyaan Seputar COVID-19 Ini Belum Terjawabunsplash.com/National Cancer Institute

Satu lagi, juga belum jelas apa saja konsekuensi jangka panjang yang akan dialami oleh penyintas COVID-19 yang parah.

Menurut laman John Hopkins Medicine, dalam kasus yang parah, virus dapat menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru dan organ lain, yang mengakibatkan masalah kronis seumur hidup.

Pasien yang mengalami pembekuan darah juga menghadapi risiko kerusakan jangka panjang, rasa sakit, dan kehilangan fungsi beberapa organ.

Sementara itu, beberapa orang melaporkan kesehatannya membaik setelah dua minggu, tapi sebagian lainnya melaporkan gejala yang berlangsung selama beberapa bulan. Misalnya kelelahan, nyeri dada, kesulitan bernapas, serta kehilangan kemampuan mengenali rasa dan bau.

Gejala-gejala tersebut kemungkinan merupakan hasil dari peradangan yang menetap, tetapi dokter masih belum bisa menyimpulkan penyebab pastinya.

Mengetahui sejauh mana kerusakan yang disebabkan oleh COVID-19 dapat membantu pemerintah tiap negara untuk bersiap-siap mengatasi masalah jangka panjang pada sistem perawatan kesehatan, dampak terhadap tenaga kerja, pemulihan ekonomi, juga perawatan yang efektif untuk pasien.

Semoga semua pertanyaan di atas bisa segera terjawab dan pandemi COVID-19 segera berakhir.

Sementara itu, jaga diri dengan selalu menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan agar kamu dan orang-orang di sekitarmu senantiasa dalam keadaan sehat.

Baca Juga: Perangi Artikel Hoaks COVID-19, Ini 5 Tips agar Tidak Mudah Tertipu

Eka Ami Photo Verified Writer Eka Ami

https://mycollection.shop/allaboutshopee0101

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya