Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janin

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin

Preeklamsia adalah gangguan tekanan darah tinggi yang hanya terjadi pada kehamilan. Dulunya kondisi ini sering kali tidak dapat diprediksi, tetapi sekarang diagnosis dini mampu membantu memprediksi risiko preeklamsia pada ibu hamil.

Dalam rangka memperingati Pregnancy and Infant Loss Awareness Day setiap tanggal 15 Oktober, Roche Indonesia, perusahaan perintis di bidang diagnostik dan farmasi dunia menyelenggarakan acara “Sesi Diskusi Eksklusif: Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin” pada Selasa (12/10/2021).

Dalam acara tersebut, dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari RSIA Bunda, dr. Aditya Kusuma, SpOG, menyampaikan informasi mengenai pentingnya diagnosis dini preeklamsia. Simak selengkapnya dalam informasi berikut!

1. Kapan preeklamsia mulai berkembang?

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janinilustrasi ibu hamil (freepik.com/valeria_aksakova)

Mengutip Mayo Clinic, preeklamsia biasanya dimulai setelah minggu ke-20 kehamilan ibu hamil, yang mana tekanan darah ibu hamil sebelumnya normal. Bila tidak segera ditangani dan diobati, preeklamsia bisa mengakibatkan komplikasi serius hingga fatal bagi ibu hamil maupun janinnya.

Meski lebih banyak terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan, preeklamsia juga bisa terjadi pada masa awal kehamilan atau berkembang setelah persalinan, yang disebut preeklamsia postpartum. Namun, persentase kemungkinan terjadinya kondisi ini jarang.

“Preeklamsia umumnya dalam arti yang paling banyak itu munculnya di atas 37 minggu. Jadi, yang paling sering adalah saat 9 bulan (kehamilan). Yang lebih jarang itu adalah sebelum 34 minggu. Namun, makin dini preeklamsia, akan semakin berat konsekuensinya pada ibu dan janinnya,” ucap dr. Aditya via Zoom.

2. Penyebab dan faktor risiko preeklamsia

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janinilustrasi ibu hamil dengan preeklamsia (freepik.com/user15285612)

Sebenarnya, penyebab pasti preeklamsia belum diketahui, tetapi ini biasanya terjadi secara tiba-tiba dan umumnya terjadi karena kesehatan jantung ibu hamil yang tidak baik.

“Sesuatu yang baru mungkin baru dua atau tiga tahun terakhir ini bahwa preeklamsia itu bukan lagi penyakit plasenta. Itu mungkin yang perlu digarisbawahi. Preeklamsia itu lebih ke arah jantung ibu. Jadi, sudah ada penurunan fungsi jantung ibu yang mungkin belum dirasakan. Baru akan terlihat ketika dilakukan pemeriksaan lebih saksama dengan menggunakan misalnya ekokardiografi untuk pemeriksaan jantung,” dr. Aditya menjelaskan.

Dilansir WebMD, sejumlah hal yang dapat meningkatkan risiko preeklamsia meliputi:

  • Kehamilan di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
  • Kehamilan pertama
  • Mengandung dengan jarak kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun dari kehamilan sebelumnya
  • Kehamilan dengan pasangan baru, bukan ayah dari anak-anak sebelumnya
  • Tekanan darah tinggi sebelum hamil
  • Riwayat preeklamsia dalam keluarga
  • Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
  • Berat badan yang tidak ideal, kelebihan berat badan, atau obesitas
  • Mengandung lebih dari satu janin (kembar dua, tiga, dan seterusnya)
  • Ibu hamil memiliki diabetes, penyakit ginjal, lupus, artritis reumatoid, atau hipertensi kronis

3. Sekitar 80 persen ibu hamil dengan preeklamsia tidak bergejala

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janinilustrasi cek tekanan darah pada ibu hamil (cdc.gov)

Kondisi ini mampu berkembang tanpa gejala apa pun. Bahkan, sekitar 80 persen ibu hamil yang dicurigai mengalami preeklamsia tidak menunjukkan gejala. Oleh karenanya, preeklamsia termasuk kondisi yang sulit diprediksi dan dikelola.

Bila ada gejala, ini bisa termasuk:

  • Tekanan darah tinggi atau hipertensi
  • Adanya kelebihan protein dalam urine (proteinuria) atau tanda-tanda tambahan masalah ginjal
  • Sakit kepala yang parah
  • Perubahan penglihatan, termasuk kehilangan penglihatan sementara, penglihatan kabur, atau sensitivitas cahaya
  • Naiknya berat badan dengan cepat
  • Sakit perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk di sisi kanan (sakit pada area abdominal)
  • Mual atau muntah
  • Pengeluaran urine menurun
  • Penurunan kadar trombosit dalam darah (trombositopenia)
  • Gangguan fungsi hati
  • Sesak napas karena cairan di paru-paru
  • Bengkak pada tangan dan kaki

4. Deteksi dini preeklamsia sekarang bisa dilakukan

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan JaninPenjelasan tes biomarker sFlt-1 dan PlGF oleh dr. Aditya Kusuma, SpOG. (IDN Times/Enrico Gary Himawan)

Mengukur tekanan darah telah dijadikan alat ukur utama untuk mendiagnosis preeklamsia sejak dahulu, terutama di banyak negara berkembang. Akan tetapi, tekanan darah yang baik sekalipun belum tentu menunjukkan ibu hamil tidak berpotensi mengalami preeklamsia.

Pemeriksaan urine juga diperlukan untuk mengecek apakah ada protein dalam urine yang juga menjadi alat ukur preemklamsia. Sayangnya, ini juga tidak mampu menjamin keakuratan diagnosis.

Menurut dr. Aditya, kini preeklamsia bisa dideteksi dini. Standar diagnosis terdahulu sebaiknya diganti dengan metode yang lebih akurat dan reliabel, yakni dengan menggunakan biomarker sFlt-1 dan PlGF. Pemeriksaan biomarker bahkan dapat dilakukan sejak trimester pertama kehamilan.

“Kalau kita bisa melakukan upaya screening atau pemeriksaan lebih dini, kita sudah bisa melihat apakah seseorang berisiko preeklamsia atau tidak. Yang ujung-ujungya ini dapat menurunkan biaya kesehatan, morbiditas atau angka kesakitan, dan mortalitas atau angka kematian,” dr. Aditya menegaskan.

Diagnosis preeklamsia dengan biomarker sFlt-1/PlGF bisa dilihat dengan acuan nilai:

  • Pathologic (>85): artinya preeklamsia atau disfungsi plasenta lainnya sangat mungkin terjadi
  • Intermediate (38-85): artinya akan ada peningkatan risiko mengembangkan disfungsi plasenta dalam waktu 4 minggu
  • Normal (<38): artinya preeklamsia tidak mungkin terjadi dalam satu minggu

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Edema Selama Kehamilan, Bumil Sudah Tahu?

5. Preeklamsia tidak akan membaik sebelum bayi dilahirkan

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janinilustrasi bayi prematur (pixabay.com/SeppH)

Ketika ibu hamil mengalami preeklamsia, pengobatan yang paling efektif adalah dengan persalinan. Sebab, tekanan darah akan sulit turun dan kembali normal bila bayi belum dilahirkan. Karenanya, preeklamsia kerap menyebabkan bayi terlahir prematur.

Jika ibu hamil terdiagnosis preeklamsia, umumnya kunjungan pemeriksaan prenatal akan dijadwalkan lebih sering daripada kehamilan normal. Dokter juga dapat melakukan tes darah, ultrasound, dan tes nonstres yang lebih sering.

6. Preeklamsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan JaninPenjelasan prevalensi preeklamsia oleh dr. Aditya Kusuma, SpOG. (IDN Times/Enrico Gary Himawan)

Preeklamsia adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Kondisi ini mengakibatkan sekitar 76.000 kematian ibu di dunia setiap tahunnya. Selain itu, preeklamsia juga bertanggung jawab atas 500.000 kematian janin di dunia setiap tahunnya.

Ini terjadi karena penyakit ini cenderung memiliki gambaran klinis yang tidak selalu jelas. Selanjutnya, onset preeklamsia susah atau bahkan tidak bisa diprediksi. Penilaian keparahan atau prognosis penyakit ini juga sukar dilakukan.

“Kenapa, kok, bisa ini terjadi, karena gambaran klinisnya seolah-olah tidak jelas. Sering kali orang itu tidak sadar dan selalu berasumsi bahwa tensinya bagus. Begitu preeklamsia muncul, itu bisa membahayakan ibu dan janin,” ujar dr. Aditya.

7. Komplikasi preeklamsia

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janinilustrasi ibu hamil (IDN Times/Arief Rahmat)

Preeklamsia mampu menimbulkan komplikasi seperti kerusakan pada sistem organ lain, seperti hati dan ginjal. Preeklamsia juga akan meningkatkan risiko persalinan prematur, kematian janin, berat badan lahir rendah, solusio plasenta (plasenta terlepas sebelum waktunya), dan kejang.

Preeklamsia bisa membuat plasenta tidak mendapatkan darah yang cukup, sehingga bayi yang lahir menjadi sangat kecil atau disebut sebagai pembatasan pertumbuhan janin. Kelahiran prematur karena preeklamsia juga bisa memiliki komplikasi jangka panjang, termasuk ketidakmampuan belajar, epilepsi, cerebral palsy, serta masalah pendengaran dan penglihatan pada.

Tidak hanya itu, preeklamsia juga bisa menyebabkan komplikasi yang jarang namun serius, seperti:

  • Penumpukan cairan di dada
  • Gagal jantung
  • Kebutaan reversibel
  • Pendarahan dari hati
  • Keluar darah setelah melahirkan
  • Sindrom HELLP, yakni hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah trombosit yang rendah

8. Cegah preeklamsia dengan pola hidup sehat

Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Kematian Ibu dan Janinilustrasi ibu hamil berolahraga (unsplash.com/Lucas Favre)

Menurut American Pregnancy Association, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Walau begitu, beberapa faktor yang memengaruhi tekanan darah tinggi dapat dikendalikan.

Mengikuti instruksi dokter maupun bidan mengenai pola makan dan olahraga akan sangat membantu. Sejumlah pola hidup sehat yang bisa dilakukan untuk mencegah preeklamsia mungkin mencakup:

  • Mengurangi atau membatasi asupan garam dalam makanan
  • Minum air putih sebanyak 6 sampai 8 gelas setiap hari
  • Menghindari gorengan dan junk food
  • Istirahat yang cukup
  • Berolahraga secara teratur
  • Menghindari konsumsi alkohol
  • Menghindari minuman yang mengandung kafein
  • Tidak merokok dan hindari paparan asap rokok

Selain pola hidup yang sehat, apabila preeklamsia telah dapat dideteksi dengan segera atau dideteksi dini, aspirin dikatakan mungkin efektif mencegah kejadian preeklamsia tersebut.

“Dalam satu studi, disebutkan bahwa aspirin bisa menurunkan kejadian preeklamsia yang muncul sebelum 32 minggu kehamilan. Itu bisa sampai 90 persen (keefektifannya),” kata dr. Aditya.

Preeklamsia adalah kondisi serius yang bisa berbahaya bagi ibu hamil dan janinnya. Kondisi ini sering tidak terdeteksi hingga menjadi parah, sehingga diagnosis dini sangat penting dilakukan.

Di Indonesia, deteksi dini preeklamsia sudah bisa dilakukan. Jadi, pastikan untuk melakukan screening untuk preeklamsia, terutama bila memiliki berbagai faktor risikonya, ya. Ini tentunya demi kesehatan ibu hamil dan janin.

Baca Juga: 9 Cara Menjaga Kehamilan Sehat, Mengurangi Risiko Keguguran

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya