Self-Injury: Penyebab, Gejala, dan Penanganan

Kecenderungan melukai diri yang harus diwaspadai

Dorongan untuk melukai diri sendiri atau self-injury kerap dialami, terutama pada masa remaja dan beranjak dewasa. Namun, orang yang melakukannya sering kali menutupi aksinya dan tidak terbuka terkait masalah tersebut.

Metode paling umum untuk menyakiti diri sendiri secara sengaja ini biasanya adalah dengan memotong (cutting) atau melukai bagian tubuh dengan benda tajam. Tindakan lain seperti membakar diri, memukul diri sendiri, dan lainnya juga termasuk self-injury.

Self-injury atau self-harm biasanya merupakan pengalihan atau cara seseorang untuk mengatasi frustrasi, kemarahan, atau emosi. Tujuannya adalah mendapatkan ketenangan dan rasa lega, tetapi ini hanya dirasakan sesaat. Bahkan, setelah melakukan self-injury, dapat timbul perasaan bersalah atau malu.

Tindakan self-injury seperti cutting termasuk dalam tindakan yang tidak bertujuan untuk bunuh diri atau nonsuicidal self-injury (NSSI). Tindakan ini tentu bisa menyebabkan cedera serius bahkan hingga kematian yang tidak disengaja. Harus diwaspadai, berikut fakta mengenai self-injury yang perlu diketahui.

1. Penyebab

Self-Injury: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi stres (pixabay.com/Counselling)

Tindakan self-injury dapat didasari oleh alasan yang beragam. Biasanya, tindakan ini dilakukan sebagai mekanisme koping (coping) atau upaya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Dilansir National Alliance of Mental Illness (NAMI), dorongan untuk menyakiti diri sendiri mungkin dipicu oleh rasa sakit, marah, atau frustrasi yang luar biasa. Bagi orang yang pandai menyembunyikan emosi atau tidak mengerti bagaimana menyalurkan emosi yang baik, self-injury bisa dianggap sebagai salah satu cara melampiaskan emosi. Sebab, tindakan melukai diri dapat merangsang endorfin atau hormon penghilang rasa sakit, sehingga suasana hati orang tersebut menjadi lebih baik.

Tindakan self-injury juga bisa dilakukan karena seseorang ingin merasakan sakit yang nyata secara fisik untuk menutupi rasa sakit emosional mereka. Dengan kata lain, self-injury merupakan tindakan untuk mengalihkan seseorang dari rasa sakit lain yang sedang dirasakan.

2. Dampak yang bisa ditimbulkan

Self-Injury: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi seseorang dengan kecenderungan self-injury (pexels.com/Engin Akyurt)

Self-injury dapat menumbuhkan rasa malu dan bersalah setelahnya. Perasaan negatif ini dapat menyebabkan seseorang kembali menyakiti diri sendiri untuk menghilangkan rasa malu dan bersalah tersebut. Akhirnya, tercipta siklus self-injury yang bila terus-menerus dilakukan dampaknya akan sangat berbahaya.

Menurut sebuah laporan berjudul “Relations between Nonsuicidal Self-Injury and Suicidal Behavior in Adolescence: A Systematic Review” dalam jurnal PLOS One tahun 2016, NSSI merupakan "pintu gerbang" tindakan bunuh diri. 

Self-injury memang berbeda dengan percobaan bunuh diri. Akan tetapi, bila tindakan ini dibiarkan berlanjut, maka pada satu titik emosi yang memuncak, self-injury berisiko tinggi memicu keinginan untuk bunuh diri.

Baca Juga: Cenderung Melukai Diri, Ketahui 5 Fakta Sindrom Lesch-Nyhan pada Anak 

3. Orang yang rentan melakukan self-injury

Self-Injury: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi menangis (pexels.com/Kat Jayne)

Setiap orang sebenarnya dapat menumbuhkan kecenderungan untuk melukai dirinya. Dilansir Healthline, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kecenderungan self-injury, yakni:

  • Usia. Perilaku ini lebih banyak terjadi saat remaja dan dewasa usia muda. Ini karena masa remaja adalah masa yang penuh konflik dan emosi. Sayangnya, masih banyak remaja yang sulit dan bingung bagaimana menghadapi berbagai masalah tersebut.
  • Jenis kelamin. Perempuan maupun laki-laki dapat memiliki kecenderungan ini, tetapi diyakini bahwa anak perempuan lebih sering melakukan self-injury daripada anak laki-laki.
  • Trauma. Trauma seperti pernah dilecehkan, dibesarkan di lingkungan yang kurang baik, ditelantarkan, atau trauma lain berpotensi lebih besar mengembangkan kecenderungan self-injury.
  • Identitas. Krisis identitas dan kebingungan akan jati diri atau seksualitas juga bisa mendorong kecenderungan self-injury.  
  • Lingkaran sosial. Memiliki teman yang juga melakukan self-injury dapat mendorong perilaku yang sama. Adanya tekanan dari teman sebaya mungkin juga memengaruhi tindakan ini untuk berkembang. Selain itu, kesepian dan kurang bersosialisasi juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab.
  • Gangguan kesehatan jiwa. Orang dengan gangguan kesehatan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD) juga lebih rentan melakukan self-injury.
  • Penyalahgunaan obat terlarang atau alkohol. Orang yang mengonsumsi obat terlarang atau alkohol juga lebih berpotensi melakukan self-injury.

4. Tanda dan gejala

Self-Injury: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi merasa stres (pexels.com/pixabay)

Seseorang dengan kecenderungan self-injury akan sebisa mungkin berusaha untuk menyembunyikan perilakunya. Luka luar bisa ditutupi dengan perban atau penutup lainnya, misalnya mengenakan baju lengan panjang dan/atau celana panjang bahkan saat cuaca sedang panas.

Ciri lain pelaku self-injury juga termasuk:

  • Sering mengkritik diri sendiri.
  • Memiliki hubungan atau relasi yang bermasalah.
  • Mempertanyakan identitas pribadi atau seksualitas mereka.
  • Hidup dengan emosi yang tidak stabil.
  • Memiliki sifat impulsif.
  • Memiliki perasaan bersalah, putus asa, atau menganggap diri tidak berharga.
  • Sering mengalami luka baru, terutama di lengan dan kaki.
  • Memiliki bekas luka dari luka sebelumnya.
  • Menyimpan benda tajam seperti silet dan pisau.
  • Membuat alasan tentang luka dan bekas luka yang tidak masuk akal.

5. Penanganan

Self-Injury: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi konsultasi ke psikiater (pexels.com/cottonbro)

Kecenderungan self-injury bisa diatasi dengan cara yang tepat. Menemui dokter dan berkonsultasi mengenai hal ini merupakan langkah yang baik. Melakukan evaluasi kesehatan mental akan membantu menemukan akar permasalahan kondisi ini.

Sebenarnya tidak ada obat khusus yang dapat menyembuhkan perilaku ini. Akan tetapi, bila ada indikasi gangguan kesehatan mental, maka pengobatan terkait gangguan tersebut dapat menjadi perawatan yang tepat.

Metode perawatan yang utama adalah terapi bicara (psikoterapi) dengan tujuan untuk:

  • Mengidentifikasi pemicu.
  • Mempelajari metode mengelola emosi dan menoleransi stres.
  • Mempelajari cara mengganti perilaku tidak sehat dengan yang positif.
  • Memperbaiki kemampuan membangun relasi.
  • Mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
  • Meningkatkan citra diri.
  • Berdamai dengan peristiwa traumatis di masa lalu.

Terapi kelompok atau terapi dengan keluarga juga sering direkomendasikan dokter. Kemudian, pada kasus mereka yang telah memiliki pikiran untuk bunuh diri, rawat inap jangka pendek dapat membantu.

Kecenderungan self-injury atau self-harm dapat terjadi pada siapa saja karena berbagai kondisi yang memicunya. Pahami bahwa tindakan ini berisiko menimbulkan luka fatal, bahkan dapat menyebabkan kematian karena cedera yang tidak disengaja.

Perhatikan pula keluarga dan sahabat terdekat jika memiliki tanda-tanda self-injury agar bisa segera membantu kondisi mereka. Selalu jaga kesehatan mental kamu, ya, agar terhindar dari kecenderungan ini.

Baca Juga: Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!

Topik:

  • Nurulia R F
  • Bayu Aditya Suryanto
  • Delvia Y Oktaviani

Berita Terkini Lainnya