BCA Gelar Edukasi Pencegahan Stunting pada Remaja di SMAN 1 Wongsorejo

Kegiatan ini sebagai komitmen BCA di bidang kesehatan

Meski populer karena wisatanya, rupanya Kabupaten Banyuwangi juga masih memiliki banyak "pekerjaan rumah" terkait kesehatan masyarakatnya. Salah satunya kasus stunting. 

Meski pada 2022 angkanya sudah turun di level 18,1 persen (tahun sebelumnya 20,1 persen), masih ada beberapa wilayah yang tingkat stunting-nya cukup tinggi. Berdasarkan data dari dinas terkait, Kecamatan Wongsorejo menjadi wilayah dengan angka stunting tertinggi di Kabupaten Banyuwangi.

Melihat fenomena tersebut, Kabupaten Banyuwangi pun menyusun program Banyuwangi Tanggap Stunting dan menetapkan target untuk menurunkan angka stunting hingga nol persen pada 2024. Langkah tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, salah satunya PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Kasus stunting di Banyuwangi umumnya karena pola asuh yang salah

BCA Gelar Edukasi Pencegahan Stunting pada Remaja di SMAN 1 WongsorejoEdukasi kesehatan pencegahan stunting bersama BCA dan Puteri Indonesia di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi (IDN Times/Fasrinisyah Suryaningtyas)

Target yang ditetapkan pemerintah Kabupaten Banyuwangi tersebut rupanya sejalan dengan komitmen BCA dalam menciptakan #GenerasiPastiBisa dan berkualitas di masa depan. BCA pun ambil bagian dengan menggelar kegiatan yang bersifat preventif, yakni “Edukasi Pencegahan Stunting kepada Remaja” di SMAN 1 Wongsorejo pada Rabu (9/8/2023). 

SMAN 1 Wongsorejo sendiri merupakan salah satu dari 20 sekolah binaan Bakti BCA. Acara ini juga dihadiri bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani. Dalam sambutannya, Ipuk menyampaikan kasus stunting di Banyuwangi umumnya terjadi karena pola asuh yang salah.

"Kalau kita bicara pola asuh, berarti ini erat kaitannya dengan pendidikan orangtua. Saya berharap kepala sekolah bisa memotivasi anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, agar tidak segera dinikahkan oleh orang tua mereka," tutur bupati perempuan kedua di Banyuwangi tersebut.

Pernyataan Ipuk rupanya mengacu pada fenomena pernikahan anak di Kecamatan Wongsorejo yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena latar belakang budaya hingga ekonomi.

"Anak-anak yang menikah dini ini secara fisik masih memiliki kekurangan, terutama perempuan. Reproduksinya belum siap dan pengetahuannya dalam berkeluarga juga masih kurang," ujarnya.

Ketiaksiapan tersebut, kata dia, menjadi penyebab terjadinya kesalahan pola asuh dan stunting. Untuk itu, Ipuk menganjurkan kepada pejabat setempat untuk membantu menekan angka pernikahan dini dan selektif saat ada pengajuan dispensasi nikah.

Baca Juga: Tekan Stunting, BPIP Luncurkan Gerakan Percepatan Penurunan Stunting

Sosialisasi ini menggandeng Puteri Indonesia dan Kepala Dinas Sosial

BCA Gelar Edukasi Pencegahan Stunting pada Remaja di SMAN 1 WongsorejoEdukasi kesehatan pencegahan stunting bersama BCA dan Puteri Indonesia di SMAN 1 Wongsorejo, Banyuwangi (IDN Times/Fasrinisyah Suryaningtyas)

Tidak bergerak sendirian, BCA menggandeng Puteri Indonesia, Farhana Nariswari Wisandana; serta Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi, Henik Setyorini, untuk memberikan sosialiasasi dan dialog interaktif tentang stunting dan cara pencegahannya kepada siswa-siswi SMAN 1 Wongsorejo.

Dalam materinya, Henik Setyorini menekankan kepada remaja untuk tidak menikah di usia dini. Kata dia, usia pernikahan yang pas untuk perempuan itu 21 tahun dan laki-laki 25 tahun. "Kalau menikah pada usia anak, kemudian punya anak, bisa-bisa jadi janda masih usia anak. Kondisi emosionalnya belum stabil," katanya.

Sementara itu, Farhana menyampaikan dampak stunting. Menurut dia, stunting itu kondisi gagal tumbuh pada anak usia 0-2 tahun yang terjadi karena kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan. "Dampaknya bukan hanya pendek (badannya), tetapi juga otaknya terhambat dan lebih rentan penyakit di masa depan," ujar Farhana.

Di pengujung sosialisasi, Henik dan Farhana menekankan tentang pola hidup sehat, perencanaan pendidikan, pengembangan karier, memiliki value di masyarakat, dan dapat merencanakan kehidupan berkeluarga. 

Para siswa-siswi SMAN 1 Wongsorejo juga diharapkan menyadari peran mereka dalam upaya mencegah stunting dan menjadi agen yang terlibat aktif dalam membantu percepatan penurunan stunting di daerahnya masing-masing.

Baca Juga: Orangtua di Surabaya Mulai Ikuti Sekolah Parenting, Cegah Stunting

Topik:

  • Fasrinisyah Suryaningtyas
  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya