Gejalanya Mirip, Kamu Harus Tahu Perbedaan 5 Jenis Anemia Ini

Pernah merasa pusing, tampak pucat, dan tidak bertenaga? Bisa jadi itu adalah gejala anemia atau banyak disebut awal sebagai kurang darah. Lebih jelasnya adalah kondisi tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau sel darah merah tidak berfungsi dengan optimal.
Anemia sendiri lebih sering terjadi pada perempuan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan RI, penderita anemia pada perempuan lebih tinggi (27,2 persen) dibandingkan laki-laki (20,3 persen).
Meskipun memiliki gejala serupa, tetapi tahukah kamu bahwa terdapat berbagai jenis anemia yang dapat menyerang tubuh? Yuk, kenali jenis-jenis dan perbedaannya!
1. Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering terjadi

Anemia defisiensi atau kekurangan zat besi adalah jenis anemia yang paling sering terjadi.
Sel darah merah terdiri dari protein hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Hemoglobin tersusun atas zat besi (heme) dan protein globin. Apabila zat besi yang menyusun hemoglobin berkurang, ukuran sel darah merah menjadi lebih kecil. Hal ini mengurangi efektivitas sel darah merah untuk mengangkut oksigen.
Berdasarkan keterangan dari National Heart, Lung and Blood Institute, beberapa penyebab anemia defisiensi zat besi antara lain:
- Kurangnya asupan zat besi harian;
- Gangguan penyerapan zat besi;
- Perdarahan (termasuk perdarahan berat akibat menstruasi).
Anemia defisiensi zat besi paling rentan dialami oleh remaja putri dan ibu hamil. Mengatasi dan mencegah anemia ini cukup mudah. Perbanyak konsumsi makanan yang kaya akan zat besi, kurangi asupan teh, dan bila perlu konsumsi suplemen zat besi.
2. Kekurangan vitamin B12 atau asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik

Dilansir Healthline, anemia megaloblastik sering ditandai dengan ukuran sel darah merah yang lebih besar secara abnormal. Karena itu, sel darah merah tidak mampu keluar dari sumsum tulang untuk memasuki sirkulasi peredaran darah dan mengirim oksigen ke jaringan tubuh.
Menurut jurnal "StatPearls", anemia megaloblastik terjadi karena kekurangan ataupun gangguan penggunaan vitamin B12 atau asam folat. Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA yang berperan dalam proliferasi dan kematangan sel darah merah, sedangkan asam folat berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Ketika vitamin B12 dan asam folat tidak ada, itu dapat memperlambat produksi eritroblas (sel darah merah muda) dalam sumsum tulang. Bentuk sel darah yang tumbuh menjadi abnormal, dengan membran sel rapuh dan mudah pecah. Sel darah merah seperti ini disebut megaloblas.
3. Anemia aplastik, anemia akibat kerusakan sumsum tulang

Menurut sebuah studi dalam jurnal "The New England Journal of Medicine", anemia aplastik terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang untuk membentuk darah, sehingga jumlah sel darah merah yang bersirkulasi dalam tubuh berkurang.
Sumsum tulang merupakan sel induk yang menghasilkan berbagai jenis sel darah. Mulai sel darah merah, sel darah putih, trombosit, hingga limfosit B. Dikutip dari laman Mayo Clinic, penyebab anemia aplastik antara lain:
- Paparan radiasi dan bahan kimia beracun;
- Pengobatan kemoterapi;
- Penggunaan obat-obat tertentu (seperti beberapa jenis antibiotik dan obat untuk rheumatoid artritis);
- Penyakit autoimun;
- Infeksi virus (seperti hepatitis, Epstein-barr, cytomegalovirus, HIV, dan lain-lain).
Ketidakmampuan sumsum tulang memproduksi darah dapat memperlambat regenerasi sel darah merah baru.
Anemia aplastik tergolong jarang terjadi. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika kita melakukan pencegahan seperti menghindari paparan bahan kimia beracun dan radiasi tinggi.
4. Umur sel darah merah yang lebih pendek menyebabkan anemia hemolitik

Melansir MedlinePlus, anemia hemolitik diakibatkan penghancuran sel darah merah lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Normalnya, sel darah merah hidup selama 120 hari dalam tubuh. Pada pasien anemia hemolitik, sel darah merah hancur lebih cepat.
Umumnya, jenis anemia ini terjadi karena faktor keturunan, seperti sferositosis, anemia sel sabit, talasemia, dan sebagainya. Namun ada beberapa kondisi di luar faktor keturunan yang dapat mengakibatkan anemia hemolitik, seperti:
- Penyakit infeksi (tifus, hepatitis, dan lain-lain);
- Penyakit autoimun;
- Efek samping obat (obat antiinflamasi nonsteroid, parasetamol, dan beberapa jenis antibiotik);
- Transfusi darah dari golongan darah/resus berbeda.
5. Anemia hemoragik, kondisi kekurangan darah akibat perdarahan

Anemia hemoragik disebabkan oleh perdarahan cepat, sehingga tubuh kehilangan banyak darah. Menurut jurnal "Medical Science Monitor", sejumlah kondisi klinis yang dapat menyebabkan anemia hemoragik akut, seperti:
- Perdarahan saluran cerna (disebabkan oleh operasi, pecahnya varises gastroesofagus, serta luka usus halus dan lambung);
- Batuk berdarah akibat penyakit paru-paru;
- Perdarahan akibat erosi tumor ke dalam pembuluh darah;
- Penyakit yang berhubungan dengan defek hemostatik (seperti hemofilia, disfungsi trombosit, dan lain-lain);
- Cedera traumatis.
Setelah mengalami perdarahan, pada keadaan normal dan konsentrasi sel darah merah rendah, plasma darah yang hilang akibat perdarahan akan diganti dalam waktu 1-3 hari. Jumlah sel darah merah akan kembali normal dalam waktu 3-6 minggu.
Oleh karena lamanya waktu yang diperlukan untuk mengembalikan jumlah sel darah merah menjadi normal, pasien anemia hemoragik sering membutuhkan transfusi darah untuk mempercepat kenaikan jumlah sel darah merah.
Nah, itulah lima jenis anemia dan perbedaannya. Beberapa jenisnya ada yang bisa dicegah, tetapi ada pula yang tidak bisa (seperti pada kasus yang diturunkan dari orang tua dan anak).
Kalau kamu merasakan gejala seperti lemas dan cepat lelah, sakit kepala dan pusing, sering mengantuk (misalnya setelah makan), kulit tampak pucat atau kekuningan, detak jantung tidak teratur, napas pendek, nyeri dada, serta dingin di tangan dan kaki, sebaiknya periksakan diri ke dokter agar bisa ditangani.