Banyak orang di perkotaan menghabiskan waktu antara 9–10 jam tidak aktif bergerak saat sedang tidak tidur, yang sebagian terjadi selama hari kerja. Waktu duduk telah dikaitkan dengan kematian dini.
Studi ini berupaya untuk mengetahui seberapa banyak waktu duduk yang diperlukan untuk memicu risiko kematian dini, dan seberapa banyak aktivitas fisik yang diperlukan untuk mengurangi risiko tersebut. Para peneliti meneliti tingkat aktivitas fisik yang minimal setara dengan jalan cepat atau berkebun.
Untuk analisisnya, para peneliti di Norwegia menggabungkan data dari empat penelitian sebelumnya terhadap hampir 12.000 orang berusia 50 tahun atau lebih yang memakai pelacak kebugaran (akselerometer) yang dipasang di pinggul untuk mengukur waktu aktif dan waktu duduk mereka. Mereka mengecualikan data dari tengah malam hingga jam 6 pagi, saat orang biasanya tidur.
Para partisipan melaporkan informasi berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penggunaan alkohol, merokok, dan kejadian kanker, penyakit kardiovaskular, atau diabetes sebelumnya.
Lebih lengkapnya, dari semua partisipan, 5.943 orang duduk kurang dari 10,5 jam setiap hari, sementara 6.042 orang duduk selama 10,5 jam atau lebih setiap hari. Para peneliti menilai pengaruh waktu sedenter dan aktivitas fisik terhadap risiko kematian berdasarkan data pencatatan kematian.
Bagi orang yang berolahraga kurang dari 22 menit sehari, duduk lebih dari 12 jam dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian sebesar 38 persen dibandingkan dengan yang duduk selama 8 jam.
Dengan kata lain, duduk lebih dari 12 jam setiap hari dikaitkan dengan risiko kematian dini 38 persen lebih tinggi pada orang yang melakukan aktivitas fisik sedang hingga berat kurang dari 22 menit per hari.
Tidak ada batasan jumlah waktu duduk yang dapat memicu risiko kesehatan, tetapi setiap peningkatan aktivitas fisik sedang berarti penurunan risiko kematian dini.
Studi ini juga menunjukkan bahwa meningkatkan aktivitas fisik lebih melindungi dibandingkan dengan mengurangi waktu duduk.