ilustrasi suhu tubuh (unsplash.com/Matteo Fusco)
Hipertermia terjadi saat tubuh tidak mampu lagi melepaskan cukup panas untuk mempertahankan suhu normal, mengutip Medical News Today.
Tubuh memiliki mekanisme coping yang berbeda untuk membuang kelebihan panas tubuh. Sebagian besar lewat napas, keringat, dan meningkatkan aliran darah ke permukaan kulit. Namun, ketika lingkungan di luar lebih hangat daripada di dalam tubuh, udara luar terlalu hangat atau lembap untuk secara pasif menerima panas dari kulit dan menguapkan keringat, ini menyulitkan tubuh untuk melepaskan panas.
Saat panas berlebih berlangsung, makin banyak kelembapan dan elektrolit yang hilang dari tubuh, menurunkan tekanan darah dan membatasi keringat.
Aktivitas fisik dalam cuaca yang sangat panas dan lembap adalah penyebab paling umum hipertermia. Saat berolahraga, tekanan darah naik untuk memberikan lebih banyak oksigen ke jaringan tubuh yang kerja, meningkatkan suhu tubuh dan kerja yang harus dilakukan tubuh untuk mempertahankan suhu yang stabil.
Saat dikombinasikan dengan faktor lainnya, seperti cuaca hangat yang juga meningkatkan suhu tubuh dan mengurangi kemampuannya untuk mengeluarkan panas, tidak mengagetkan kalau olahraga dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya panas berlebihan (overheating).
Walaupun kurang umum, hipertermia juga bisa terjadi saat seseorang beristirahat, terutama selama gelombang panas yang ekstrem (heat wave). Orang-orang yang sedang dalam pengobatan tertentu, diet, dan dengan kondisi medis tertentu juga bisa terdampak hipertermia bahkan saat mereka beristirahat.
Beberapa risiko yang dapat meningkatkan risiko hipertermia antara lain:
- Usia di bawah 16 tahun atau lebih dari 65 tahun.
- Kondisi kekebalan tubuh.
- Kondisi jantung.
- Kondisi tekanan darah atau sirkulasi.
- Kondisi paru-paru, ginjal, dan hati.
- Dehidrasi, terutama dehidrasi kronis.
- Kondisi metabolik.
- Diabetes.
- Kondisi kelenjar keringat atau keringat.
- Obesitas.
- Asupan alkohol yang berlebihan.
- Merokok.
- Berat badan di bawah normal.
- Gastroenteritis.
- Obat-obatan diuretik, biasanya untuk kondisi tekanan darah tinggi, seperti glaukoma dan edema.
- Obat-obatan untuk sistem saraf pusat, termasuk antihistamin, antipsikotik, dan beta-blocker.
- Pola makan rendah sodium atau garam.
- Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama ganja sintetis.