Kenali Intoleransi Laktosa, Penyebab, Gejala, hingga Penanganannya

Kondisi ini bikin perut kembung hingga diare

Susu menjadi salah satu sumber nutrisi yang sangat penting dalam pemenuhan gizi sehari-hari. Kandungan gizi yang cukup lengkap menjadikan susu kerap kali digunakan sebagai salah satu sumber pangan bagi terapi berbagai masalah kurang gizi.

Namun, bagaimana jika terdapat suatu gangguan kondisi tubuh yang menyebabkan tubuh tidak mampu mencerna susu?

Adalah intoleransi laktosa (lactose intolerance), yaitu kondisi tubuh yang tidak mampu mencerna susu dengan sempurna, terutama kandungan karbohidrat berupa laktosa yang terdapat dikandung dalam susu. Akibatnya, orang dengan kondisi ini memiliki kendala dalam mengonsumsi susu. Padahal, susu kaya akan nutrisi.

Sebenarnya, apa, sih, intoleransi laktosa itu? Apa penyebabnya dan seperti apa gejalanya? Melansir laporan dalam Jurnal Kedokteran dan Kesehatan tahun 2019, tanpa berlama-lama lagi, berikut ulasannya.

1. Intoleransi laktosa, apa itu?

Kenali Intoleransi Laktosa, Penyebab, Gejala, hingga Penanganannyapixabay.com/silviarita

Pada keadaan normal, enzim laktase mengubah laktosa dalam sistem pencernaan menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga dapat diabsorpsi (diserap) ke pembuluh darah.

Seperti yang kita ketahui bahwa laktosa merupakan sumber karbohidrat utama yang terkandung dalam susu dan beberapa makanan bayi dan anak. Intoleransi laktosa adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat tidak tercernanya laktosa karena defisiensi (kekurangan) enzim laktase, enzim yang bertugas mencerna laktosa.

Intoleransi laktosa sering diderita anak-anak. Sekitar 70 persen anak dan remaja di seluruh dunia mengalami intoleransi laktosa, dan kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab diare.

Secara global, diperkirakan 65-7 persen penduduk dunia mengalami defisiensi laktase primer dan sangat sering terjadi pada orang Asia, Amerika Selatan, dan Afrika.

2. Penyebab dan gejala intoleransi laktosa 

Kenali Intoleransi Laktosa, Penyebab, Gejala, hingga Penanganannyapixabay.com/nastya_gepp

Laktosa sebenarnya merupakan karbohidrat sederhana jenis disakarida yang tersusun atas dua unit monosakarida, yaitu glukosa dan galaktosa. Tubuh manusia tidak dapat langsung menyerap disakarida ini, sehingga harus dihidrolisis (diurai) menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase di usus halus.

Apabila aktivitas laktase turun atau tidak ada, laktosa tidak diabsorpsi dan akan mencapai kolon (usus besar). Laktosa yang tersimpan pada kolon akan difermentasi oleh bakteri kolon.

Fermentasi bakteri kolon mengakibatkan feses menjadi cair, asam, berbusa, dan kemerahan pada kulit di sekitar dubur. Fermentasi bakteri di kolon juga menghasilkan beberapa gas seperti hidrogen, metana, dan karbon dioksida yang akan mengakibatkan distensi abdomen, nyeri perut, dan sering kentut.

Aktivitas bakteri kolon inilah yang menyebabkan gejala umum intoleransi laktosa berupa rasa tidak nyaman di perut atau abdomen, kemudian mual atau muntah, diare, flatus (kentut), perut kembung, dan kram perut.

Baca Juga: 7 Tanda Kamu Mengalami Intoleransi Laktosa, Menolak Produk Olahan Susu

3. Tipe-tipe intoleransi laktosa 

Kenali Intoleransi Laktosa, Penyebab, Gejala, hingga Penanganannyapixabay.com/cuidandotudiabetes

Defisiensi enzim laktase dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu defisiensi laktase primer dan defisiensi laktase sekunder.

Bentuk defisiensi laktase primer dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:

  • Defisiensi laktase developmental: defisiensi laktase yang terjadi pada bayi prematur usia kehamilan 26-32 minggu. Kelainan ini diakibatkan karena fungsi brush border di usus halus belum maksimal.
  • Defisiensi laktase kongenital: kelainan ini terjadi karena tidak didapatkan enzim laktase pada brush border epitel usus halus. Kelainan ini jarang ditemukan dan menetap seumur hidup.
  • Defisiensi laktase genetik: defisiensi laktase yang timbul secara perlahan sejak anak berusia 2-5 tahun hingga dewasa. Kelainan ini banyak ditemukan pada ras yang tidak mengonsumsi susu secara rutin dan diturunkan secara genetik.

Sementara itu, defisiensi laktase sekunder yang disebabkan oleh penyakit gastrointestinal (saluran cerna) yang mengakibatkan kerusakan mukosa usus halus seperti malnutrisi, infeksi saluran cerna, dan lain-lain. Obat-obatan tertentu diketahui juga dapat menjadi pemicu defisiensi laktase sekunder, seperti kinamisin, neomisin, dan metotreksat.

Defisiensi laktase sekunder ini bersifat sementara dan akan hilang bila penyakit penyebabnya disembuhkan.

4. Diagnosis intoleransi laktosa 

Kenali Intoleransi Laktosa, Penyebab, Gejala, hingga PenanganannyaPixabay/TerriC

Diagnosis intoleransi laktosa dilakukan melalui kombinasi gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.

Cara yang paling gampang adalah dengan mengeliminasi bahan makanan yang mengandung laktosa. Bila bahan makanan yang mengandung laktosa diberikan kembali dan mengalami gejala pencernaan, itu tanda intoleransi laktosa. Gejalanya umumnya muncul timbul sebelum 30 menit sampai 2 jam setelah makanan produk yang mengandung laktosa.

Laporan dalam Jurnal Kedokteran Meditek tahun 2016 menjelaskan bahwa ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis intoleransi laktosa. Di antaranya adalah tes napas hidrogen, tes toleransi laktosa, dan tes gen lactase-phlorizin hydrolase (LCT) C>T-13910.

Tes napas hidrogen ini yang paling sering dilakukan dan dianggap sebagai gold standard. Metode ini mengukur kadar gas hidrogen hasil fermentasi laktosa oleh flora kolon yang dikeluarkan melalui udara napas.

Makin banyak hidrogen yang terukur, berarti makin banyak laktosa yang difermentasi. Artinya, makin banyak laktosa yang tidak diabsorpsi di usus halus hingga sampai di kolon.

Sementara itu, pemeriksaan tes toleransi laktosa menggunakan darah kapiler. Diagnosis ditegakkan jika kadar glukosa darah <1.1 mmol/L setelah diberi laktosa, karena pada keadaan normal kadar glukosa darah akan tinggi (>1.1 mmol/L). Tes ini memiliki nilai spesifisitas 96 persen dan sensitivitas 94 persen.

Pada tes gen LCT, cara ini lebih rumit karena harus melalui biopsi usus halus untuk mengukur secara langsung aktivitas LCT.

5. Terapi penanganan intoleransi laktosa 

Kenali Intoleransi Laktosa, Penyebab, Gejala, hingga Penanganannyapixabay.com/danymena88

Masalah utama orang-orang dengan intoleransi laktosa adalah tidak mendapatkan nutrisi esensial yang cukup, karena ketidakmampuan tubuh dalam memetabolisme susu dengan baik.

Beberapa tata laksana yang dianjurkan adalah dengan membatasi konsumsi laktosa harian, mengonsumsi produk non susu, serta adaptasi prebiotik.

Menghentikan konsumsi semua produk susu tidak direkomendasikan. Kebanyakan orang dengan intoleransi laktosa masih bisa menoleransi laktosa hingga 12-15 gram per hari. Mereka juga didorong untuk membatasi dibanding menghindari laktosa, dengan cara memasukkan susu atau produk olahan susu ke dalam menu harian.

Selain itu, pemenuhan asupan nutrisi juga bisa diupayakan dengan konsumsi produk non susu. Produk ini bisa berasal dari tanaman seperti kedelai, beras, oat, kelapa, almon, dan kacang lainnya.

Banyak produk yang telah beredar di pasaran, seperti minuman berbahan kedelai, berbagai olahan oat, dan sebagainya. Nilai gizi makanan tersebut biasanya juga ditambahkan dengan satu atau lebih zat gizi seperti kalsium, vitamin D, vitamin A, vitamin B12, dan riboflavin.

Itulah ulasan seputar intoleransi laktosa, mulai dari penyebab, gejala, tipe, dan terapi penanganannya. Tak perlu panik bila orang di sekitar atau kamu sendiri yang mengalaminya. Dengan edukasi dan anjuran terapi yang tepat, efek negatifnya bisa dihindari. Konsultasikan juga dengan dokter atau ahli gizi, sehingga pemenuhan asupan nutrisi tetap terjaga.

Baca Juga: Susu Alternatif! Fakta Unik dari Susu Almond yang Kamu Harus Tahu 

ilham bintoro Photo Verified Writer ilham bintoro

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya