Japanese Encephalitis: Penyebab, Gejala, Pengobatan

- Japanese encephalitis adalah infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus.
- Japanese encephalitis dapat menyebabkan kematian. Angka kematian lebih tinggi pada anak, terutama anak yang usianya di bawah 10 tahun.
- Hingga saat ini obat untuk mengatasi infeksi JE masih belum ditemukan. Namun, kabar baiknya penyakit ini bisa dicegah dengan vaksinasi.
Japanese encephalitis virus (JEV) atau virus ensefalitis Jepang adalah penyebab paling penting dari ensefalitis virus di Asia.
Ini adalah flavivirus yang dibawa nyamuk, dan termasuk dalam genus yang sama dengan virus dengue, demam kuning, dan virus West Nile. Kasus pertama penyakit ini didokumentasikan di Jepang pada tahun 1871.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), insiden tahunan Japanese encephalitis bervariasi baik di seluruh dan di dalam negara endemik, mulai dari <1 sampai >10 per 100.000 penduduk atau lebih tinggi selama wabah.
Sebuah tinjauan literatur memperkirakan hampir 68.000 kasus klinis Japanese encephalitis secara global setiap tahun, dengan sekitar 13.600 hingga 20.400 kematian.
Japanese encephalitis (JE) terutama menyerang anak-anak. Kebanyakan orang dewasa di negara-negara endemik memiliki kekebalan alami setelah infeksi masa kanak-kanak, tetapi individu usia berapa pun bisa terdampak.
1. Penyebab dan penularan
Gigitan nyamuk yang terinfeksi menyebabkan JE. Nyamuk spesies Culex biasanya mendapatkan JEV dari babi dan burung perandai sebelum mereka menularkan virus ke manusia. Virus tidak menyebar dari orang ke orang.
Penularan JEV hanya terjadi antara nyamuk, babi, dan atau burung rawa. Manusia bisa tertular JEV bila tergigit oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang terinfeksi. Biasanya nyamuk ini lebih aktif pada malam hari.
Nyamuk golongan Culex ini banyak hidup di persawahan dan area irigasi. Kejadian JE pada manusia biasanya meningkat pada musim hujan.
Peningkatan penularan penyakit ini disebabkan beberapa faktor risiko, antara lain:
- Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan.
- Tidak adanya antibodi spesifik Japanese encephalitis baik yang didapat secara alamiah maupun melalui imunisasi.
- Tinggal di daerah endemik Japanese encephalitis.
- Perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan digigit oleh nyamuk, misalnya tidur tanpa menggunakan kelambu.
JE paling umum terjadi di Asia Tenggara. China, Korea, Jepang, Taiwan, dan Thailand pernah mengalami wabah di masa lalu, tetapi kasusnya telah terkendali melalui vaksinasi. Vietnam, Kamboja, Myanmar, India, Nepal, dan Malaysia masih sesekali mengalami epidemi.
Di Indonesia, kasus konfirmasi JE dalam periode 2014 sampai Juli 2023 dilaporkan sejumlah 145 kasus, yang mana 30 kasus di antaranya berada di Provinsi Kalimantan Barat.
Case fatality rate (CFR) penyakit ini mencapai 20–30 persen dan 30–50 persen pasien yang bertahan hidup akan mengalami gejala sisa seperti lumpuh atau kejang, perubahan perilaku, hingga kecacatan berat. JE mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, tetapi dapat dicegah dengan imunisasi.
Secara keseluruhan, kemungkinan terkena JE saat bepergian di Asia sangat rendah. Namun, itu tergantung pada musim, tujuan perjalanan, durasi tinggal, dan aktivitas yang dilakukan.
Risikonya paling tinggi selama musim transmisi, tetapi ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dengan cara berikut:
- Di daerah beriklim sedang, penularan tertinggi selama musim panas dan awal musim gugur, antara sekitar Mei dan September.
- Di daerah subtropis dan tropis, musim tergantung pada curah hujan dan pola migrasi burung.
- Di beberapa daerah tropis, penularan dapat terjadi setiap saat sepanjang tahun, sebagian tergantung pada praktik pertanian.
- Ini lebih umum di daerah di mana orang menanam padi.
2. Gejala

Seseorang dengan JE mungkin tidak memiliki gejala sama sekali. Namun, jika ada gejala, maka akan muncul 5–15 hari setelah terinfeksi.
Dalam kasus JE ringan, kamu mungkin hanya mengalami demam dan sakit kepala. Akan tetapi, dalam kasus yang lebih parah, gejala yang lebih serius dapat berkembang dengan cepat.
Gejala yang mungkin terjadi antara lain:
- Sakit kepala.
- Demam tinggi.
- Tremor.
- Mual.
- Muntah.
- Leher kaku.
- Paralisis spastik.
Kamu mungkin juga mengalami perubahan fungsi otak, seperti:
- Pingsan.
- Disorientasi.
- Koma.
- Kejang pada anak.
Selain itu, testis juga bisa membengkak.
Gejala otak JE dapat menyebabkan komplikasi seumur hidup, seperti ketulian, emosi yang tidak terkendali, dan kelemahan pada satu sisi tubuh.
Peluang untuk selamat dari penyakit ini bervariasi, tetapi anak-anak menghadapi risiko tertinggi dari konsekuensi fatal.
3. Diagnosis
Dokter dapat mendiagnosis JE dengan menanyakan gejala riwayat perjalanan ke daerah-daerah di mana terdapat kasus penyakit ini.
Apabila dokter mencurigai JE, maka mungkin dibutuhkan tes darah atau pungsi lumbal untuk mengonfirmasi diagnosis.
JE merupakan penyakit yang dapat dilaporkan. Artinya, dokter yang mendiagnosis JE perlu melaporkan kasus tersebut kepada otoritas kesehatan setempat sehingga dapat mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan wabah.
4. Pengobatan

Tidak ada obat spesifik untuk JE. Antibiotik tidak akan membantu karena JE disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Seperti dipaparkan dalam laman Healthdirect, strategi untuk meredakan gejala yang bisa dilakukan di rumah termasuk:
- Istirahat cukup.
- Memenuhi kebutuhan cairan.
- Mengonsumsi parasetamol untuk menurunkan demam.
Apabila gejala tergolong parah atau mengalami komplikasi, kamu kemungkinan butuh dirawat di rumah sakit.
5. Apakah Japanese encephalitis berbahaya?
JE dapat menyebabkan kematian. Angka kematian lebih tinggi pada anak, terutama anak yang usianya di bawah 10 tahun. Apabila bertahan hidup, sering kali mengalami gejala sisa (sekuele), seperti:
- Gangguan sistem motorik (motorik halus, kelumpuhan, gerakan abnormal).
- Gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan perhatian, depresi).
- Gangguan intelektual (retardasi).
- Gangguan fungsi saraf lain (gangguan ingatan/memori, epilepsi, kebutaan).
6. Pencegahan

Ada dua cara untuk mencegah JE:
- Menghindari gigitan nyamuk, terutama di daerah di mana terdapat laporan kasus JE.
- Mendapatkan vaksin Japanese encephalitis.
Lakukan upaya-upaya berikut ini untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk:
- Menggunakan pakaian longgar, lengan panjang atau celana panjang, kaus kaki, dan alas kaki yang tertutup.
- Gunakan obat nyamuk dan pilih produk yang mengandung diethyltoluamide (DEET), picaridin, atau minyak eukaliptus lemon.
- Tidur di kamar atau tenda yang memiliki flyscreen atau kelambu.
- Tidak meninggalkan wadah air dalam keadaan terbuka. Nyamuk menggunakan genangan air untuk berkembang biak.
Hingga saat ini obat untuk mengatasi infeksi JE masih belum ditemukan. Namun, kabar baiknya penyakit ini bisa dicegah dengan vaksinasi.
Program vaksinasi terbukti efektif dalam mencegah dan menurunkan beban akibat JE.
Rekomendasi vaksinasi Japanese encephalitis di Indonesia
Rekomendasi vaksinasi Japanese encephalitis di Indonesia didasarkan pada program imunisasi nasional, khususnya pada daerah dengan risiko transmisi yang tinggi. Dosis pertama vaksin direkomendasikan untuk anak usia 8 bulan hingga 3 tahun.
Selain itu, vaksin Japanese encephalitis juga disarankan untuk:
- Individu yang hendak bepergian ke daerah endemik selama minimal satu bulan pada musim transmisi JE.
- Individu yang bekerja di laboratorium yang berpotensi terpapar infeksi JE.
- Tenaga kesehatan yang bekerja di lapangan di daerah endemik, khususnya yang bekerja pada sektor pengendalian vektor.
Vaksin Japanese encephalitis juga dapat dipertimbangkan untuk diberikan kepada individu yang hendak bepergian ke daerah endemik selama kurang dari 1 bulan pada musim transmisi, tetapi berencana bepergian ke luar dari perkotaan atau memiliki risiko paparan terhadap penyakit itu.
Selain itu, seseorang yang akan mengunjungi daerah yang sedang mengalami wabah JE dan orang yang akan mengunjungi daerah endemik tanpa tujuan, aktivitas, atau durasi kunjungan yang spesifik juga perlu mendapatkan vaksin Japanese encephalitis.
Rekomendasi pemberian vaksin Japanese encephalitis pada anak-anak mengikuti panduan jadwal imunisasi anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Untuk anak, vaksin diberikan mulai usia 9 bulan, yaitu dua dosis dengan interval minimal 1–2 tahun. Sementara bagi dewasa dan lansia, vaksin cukup diberikan satu dosis seumur hidup.
Referensi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diakses pada April 2024. Mengenal Japanese Encephalitis.
World Health Organization. Diakses pada April 2024. Japanese encephalitis.
Biro Komunikasi & Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI. Diakses pada April 2024. Kemenkes Kenalkan Imunisasi Japanese Encephalitis (JE) Untuk Cegah Radang Otak.
Healthdirect. Diakses pada April 2024. Japanese encephalitis.
Imuni. Diakses pada April 2024. Perlukah Melengkapi Vaksin Japanese Encephalitis?
National Health Service. Diakses pada April 2024. Japanese encephalitis.