Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dokter spesialis kebidanan, konsultan fertilitas & reproduksi, dr. Boy Abidin, Sp.OG (K) dalam acara "The Science Behind: Self Care" di Jakarta, pada Selasa (1/07/2025) (IDN Times/Misrohatun)
Dokter spesialis kebidanan, konsultan fertilitas & reproduksi, dr. Boy Abidin, Sp.OG (K) dalam acara "The Science Behind: Self Care" di Jakarta, pada Selasa (1/07/2025) (IDN Times/Misrohatun)

Intinya sih...

  • Tinggi badan orang Korea Selatan meningkat 6 cm untuk laki-laki dan 5 cm untuk perempuan sejak 1979.

  • Ibu hamil di Indonesia menghadapi tantangan serius terkait kekurangan mikronutrien, memengaruhi kualitas hidup anak di masa depan.

  • Indonesia memiliki potensi mengejar tinggi badan masyarakat Korea Selatan dengan komitmen pasangan pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Jika kamu pernah membandingkan penampilan fisik orang Korea dan Indonesia, mungkin kamu akan menyadari perbedaan mencolok dalam postur tubuh. Rata-rata tinggi badan orang sana untuk laki-laki adalah sekitar 172 sentimeter (cm) dan perempuan 160 cm. Sementara di Indonesia, laki-laki rata-rata memiliki tinggi sekitar 168 cm dan perempuan 158 cm.

Pada tahun 2022 saja, peningkatan tinggi badan orang Korea Selatan mencapai 6 cm untuk laki-laki dan perempuan 5 cm, sejak pengukuran yang pertama kali dilakukan pada 1979.

Salah satu faktor penting yang kerap terlewatkan adalah nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan, menurut dr. Boy Abidin, Sp.OG(K), dokter spesialis kebidanan, konsultan fertilitas dan reproduksi dalam acara "The Science Behind: Self Care" di Jakarta, pada Selasa (1/07/2025).

Bukan sesuatu yang instan

Selain bicara tentang tinggi badan, populasi di negeri Ginseng itu dikenal dengan fisik yang menawan serta karakternya yang banyak mendapat pujian.

"Ini sebenarnya bukan sesuatu yang dirombak begitu saja, even dengan operasi plastik, apa pun itu. Tapi tetap kualitas otaknya bukan sesuatu yang terjadi hari ini, diciptakan kemudian besok jadi. Itu adalah satu proses," dr. Boy menerangkan.

Ibu hamil di Indonesia masih menghadapi tantangan serius terkait kekurangan mikronutrien. Sebuah laporan menyebutkan bahwa hampir 49 persen mengalami anemia dan 17,3 persen kekurangan energi kronis (KEK). Kondisi-kondisi ini berdampak pada periode penting 1.000 hari pertama kehidupan, yang sangat menentukan kualitas hidup seseorang di masa depan.

Tantangan kesehatan yang serius

Acara "The Science Behind: Self Care" di Jakarta, pada Selasa (1/07/2025) (IDN Times/Misrohatun)

Menurut sebuah data, disebutkan bahwa 1 dari 3 balita Indonesia punya kondisi stunting. Adapun daftar wilayah untuk kategori ini paling banyak ada di Indonesia Timur, yakni Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi sampai Papua.

“Tantangan kesehatan serius yang dihadapi ibu hamil di Indonesia menunjukkan bahwa asupan mikronutrien masih belum menjadi prioritas. Kekurangan asam folat aktif (metafolin), zat besi, vitamin D, dan kalsium sangat terkait dengan peningkatan risiko komplikasi kehamilan seperti anemia, preeklamsia, hingga cacat tabung saraf yang dampaknya bisa seumur hidup,” jelas dr. Boy.

Indonesia masih ada potensi mengejar tinggi badan seperti masyarakat Korea Selatan, 10 sampai 20 tahun ke depan dipercaya akan ada generasi-generasi dengan kualitas yang lebih baik.

Perlu komitmen pasangan

Seribu hari pertama kehidupan terhitung dari proses pembuahan, dilanjutkan saat kehamilan, kemudian ketika bayi lahir sampai memasuki usia dua tahun.

Ada dampak jangka panjang gangguan gizi karena tidak memenuhi persyaratan 1.000 hari pertama kehidupan, yang digambarkan dalam tiga alur:

  • Gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak (kecerdasan rendah).

  • Gangguan pertumbuhan dan perkembangan tulang serta otot (stunting).

  • Gangguan pertumbuhan, perkembangan jantung, ginjal dan lain sebagainya (hipertensi, obesitas, penyakit jantung koroner sampai stroke).

"Artinya proses ini terus berjalan. Setiap hari ada ratusan, ribuan bahkan jutaan sel yang tumbuh dan berkembang. Untuk itu, mereka perlu nutrisi, perlu servis yang baik. Ini harus disadari betul oleh para ibu dan juga oleh suaminya. Karena sekali lagi, ini proses yang terus berjalan," dr. Boy mengatakan.

Praktisnya, ada hal yang bisa diubah dan dilakukan terhadap masa depan anak. Diharapkan generasi ke depan Indonesia akan jauh lebih bagus.

Editorial Team