Benarkah Obat Kesuburan Bisa Meningkatkan Risiko Kanker?

Ini penjelasannya menurut penelitian

Nyaris setiap hal di dunia ini memiliki risiko, termasuk pengobatan dan obat kesuburan. Di sisi lain, pengobatan atau konsumsi obat kesuburan dipilih untuk mendapatkan perawatan terbaik dengan menekan efek negatif seminimal mungkin. Dalam hal ini yakni meningkatkan potensi memiliki buah hati.

Lantas, apakah harus khawatir terkait isu obat kesuburan bisa meningkatkan risiko kanker? Baca terus untuk mempelajari potensi dan keterkaitan keduanya.

Obat kesuburan

Benarkah Obat Kesuburan Bisa Meningkatkan Risiko Kanker?ilustrasi minum obat (pexels.com/MART Productions)

Tanpa obat kesuburan, ovarium umumnya hanya menghasilkan satu atau paling banyak dua sel telur dalam satu siklus menstruasi. Sementara itu, obat kesuburan yang berfungsi merangsang folikel, bisa menghasilkan lebih banyak sel telur. Berkat konsumsi obat kesuburan, ovarium atau indung telur bisa melepaskan 8-10 sel telur matang, melansir Breast Cancer Org.

Obat kesuburan umumnya bekerja seperti hormon alami. Hormon yang dimaksud yakni hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon luteinizing (LH) yang dapat memicu ovulasi. Jenis obat ini juga digunakan untuk memicu ovarium agar menghasilkan lebih dari satu sel telur.

Dilansir Mayo Clinic, obat kesuburan meliputi beberapa bentuk berikut. 

  • Klomifen sitrat

Obat minum ini dapat menyebabkan kelenjar hipofisis melepaskan lebih banyak FSH dan LH yang merangsang pertumbuhan folikel ovarium dengan sel telur. Klomifen sitrat umumnya menjadi langkah pertama untuk perempuan berusia kurang dari 39 tahun yang tidak memiliki riwayat PCOS.

  • Gonadotropin

Perawatan injeksi gonadotropin dapat merangsang ovarium untuk menghasilkan banyak sel telur. Obat gonadotropin termasuk dalam human Menopausal Gonadotropin atau hMG (Menopur) dan FSH (Gonal-F, Follistim AQ, Bravelle).

Gonadotropin lain yang juga digunakan ada tiruan hormon human Chorionic Gonadotropin atau hCG). Produknya termasuk Ovidrel dan Pregnyl yang digunakan untuk mematangkan sel telur dan memicu pelepasannya pada saat ovulasi. 

  • Metformin

Obat ini digunakan ketika dokter mencurigai adanya resistensi insulin sebagai penyebab infertilitas. Kondisi ini umum terjadi pada perempuan dengan PCOS . Metformin bekerja dengan meningkatkan resistensi insulin yang dapat meningkatkan kemungkinan ovulasi.

  • Letrozole

Letrozole (Femara) termasuk golongan obat yang dikenal sebagai inhibitor aromatase. Cara kerja obat ini mirip dengan clomiphene. Pemberian letrozole biasanya dilakukan pada perempuan berusia kurang dari 39 tahun dengan riwayat PCOS .

  • Bromokriptin.

Bromocriptine (Cycloset, Parlodel) merupakan agonis dopamin. Obat ini dapat digunakan ketika terdapat masalah ovulasi yang disebabkan oleh kelebihan produksi prolaktin (hiperprolaktinemia) pada kelenjar hipofisis.

Baca Juga: Pil Biru, Obat Disfungsi Ereksi yang Sering Dikira Obat Kuat

Obat kesuburan bisa meningkatkan risiko kanker, apakah benar?

Benarkah Obat Kesuburan Bisa Meningkatkan Risiko Kanker?ilustrasi kanker (freepik.com/freepik)

Sebuah penelitian dipublikasikan tahun 2005 melaporkan bahwa penggunaan Clomid dapat meningkatkan risiko kanker rahim, melansir Very Well Family. Setelah itu, lebih banyak pengujian dilakukan, tetapi sebagian besar tidak menemukan risiko yang sama.

Memaparkan hasil yang berbeda, penelitian dalam Front Endocrinol tahun 2019 menunjukkan tidak ada hubungan pasti antara penggunaan obat kesuburan dan diet. Alasannya, kadar estrogen membantu melindungi tubuh dari kanker kolorektal.

Studi yang dipublikasi dalam The Cochrane Database of Systematic Reviews menunjukkan bahwa Clomid dan obat perangsang ovarium lainnya tidak meningkatkan risiko kanker ovarium. Studi ini dilakukan dari 1990 hingga Februari 2013 dengan peserta mencapai 187.972 perempuan.

Sementara itu, sebuah tinjauan dari 19 studi publikasi tahun 2017 dalam jurnal yang sama mengungkapkan adanya potensi peningkatan risiko kanker. Namun, kemungkinannya berlaku pada perempuan yang mengonsumsi Clomid dosis sangat tinggi (lebih dari 2 ribu mg dari dosis awal hanya 50 mg) selama tujuh siklus atau lebih. 

Meski demikian, penelitian tersebut tidak dapat membedakan adanya peningkatan risiko sebagai akibat dari obat kesuburan atau faktor lainnya. Pasalnya, beberapa kondisi, seperti PCOS, pun meningkatkan risiko kanker endometrium. 

Lantas, perlukah khawatir?

Meski penelitian menunjukkan hasil yang berbeda, risiko terhadap kanker selalu ada. Namun, hal tersebut tidak hanya karena faktor pengobatan, tetapi juga kondisi kesehatan terkait infertilitas itu sendiri. Misalnya, adanya faktor genetik, sindrom kanker keluarga, terapi pergantian hormon, dan sebagainya, melansir Healthline.

Dokter akan membantumu mempertimbangkan pilihan perawatan dengan risiko terendah untuk mendapatkan kehamilan. Jika kamu merasa memiliki faktor risiko kanker, dokter kandungan dapat merujuk ke konselor genetik.

Dengan adanya pemeriksaan rutin, dokter dapat menentukan perawatan terbaik tanpa mengabaikan potensi efek samping. Untuk itu, bicarakan dengan dokter terkait semua kekhawatiran tentang obat kesuburan bisa meningkatkan risiko kanker.

Baca Juga: Efek Samping Konsumsi Obat Kesuburan bagi Tubuh, Wajib Tahu!

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana

Berita Terkini Lainnya