Dalam laporan studi, para peneliti menuliskan bahwa orang dengan long COVID mengalami peningkatan signifikan pada volume darah menstruasi, durasi menstruasi yang lebih panjang (lebih dari delapan hari), perdarahan di luar siklus menstruasi, serta episode menstruasi yang terlewat.
Sebaliknya, pada pasien yang cuma pernah mengalami COVID-19 akut, perubahan volume menstruasi memang ada, tetapi tidak cukup kuat untuk dianggap bermakna secara statistik.
Sebelumnya, riset tentang kaitan COVID-19 dan menstruasi terbatas, sebagian besar berfokus pada vaksinasi. Bahkan, sebuah studi pada 2023 menyebut bahwa perubahan menstruasi tidak berbeda secara signifikan antara kelompok yang divaksinasi maupun yang tidak.
Dalam studi ini, tim peneliti membandingkan tiga kelompok:
1.048 orang dengan long COVID.
1.716 orang yang pernah mengalami COVID-19 akut.
9.423 orang tanpa riwayat infeksi COVID-19.
Para peneliti menemukan, kelompok long COVID mengalami perubahan paling signifikan, mulai dari menstruasi lebih lama hingga perdarahan tidak normal di luar siklus menstruasi.
Tak cuma itu, gejala long COVID seperti kelelahan, kabut otak (brain fog), gangguan memori, hingga kelelahan setelah beraktivitas dilaporkan memburuk dua hari sebelum menstruasi dimulai dan berlanjut sepanjang periode menstruasi.
Untuk memahami bagaimana mekanisme ini terjadi, para peneliti mengumpulkan sampel darah dan jaringan endometrium dari 10 pasien long COVID, lalu membandingkannya dengan sampel dari kelompok sehat. Hasilnya menunjukkan adanya peradangan pada endometrium serta gangguan hormonal yang berkaitan dengan siklus menstruasi. Menariknya, fungsi ovarium tetap normal.
Kesimpulannya, studi ini menjelaskan adanya kaitan antara long COVID dan gangguan perdarahan rahim yang kemungkinan dipicu oleh peningkatan hormon androgen serta respons peradangan abnormal pada endometrium saat menstruasi. Selain itu, gejala long COVID juga cenderung memburuk pada fase menstruasi, saat kadar progesteron turun secara cepat, yang diduga terjadi akibat peningkatan produksi sitokin yang lebih tinggi pada pasien long COVID dibandingkan dengan kelompok sehat.
Kata para peneliti, temuan ini membuka peluang untuk penelitian lebih lanjut sekaligus kebutuhan akan pengobatan yang lebih personal, baik untuk gangguan menstruasi maupun long COVID pada siapa pun yang mengalaminya.
Referensi
Jacqueline A. Maybin et al., “The Potential Bidirectional Relationship Between Long COVID and Menstruation,” Nature Communications 16, no. 1 (September 16, 2025), https://doi.org/10.1038/s41467-025-62965-7.