Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lengkap! Kenali Gejala Long COVID dari Ringan hingga Berat

ilustrasi seseorang terkena long COVID (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi seseorang terkena long COVID (pexels.com/Pavel Danilyuk)
Intinya sih...
  • Long COVID adalah kondisi ketika berbagai gejala muncul atau menetap empat minggu atau lebih setelah seseorang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19.
  • Long COVID adalah kondisi pasca infeksi COVID-19 yang bisa dialami oleh siapa pun, bahkan anak-anak
  • Kelelahan, kabut otak, dan rasa lelah berlebihan setelah aktivitas (post-exertional malaise/PEM) merupakan gejala yang umum dilaporkan, tetapi lebih dari 200 gejala long COVID telah diidentifikasi.

Bagi sebagian orang, perjalanan melawan COVID-19 belum benar-benar berakhir meski sudah sembuh. Inilah yang dikenal dengan istilah long COVID atau post-COVID conditions (PCC) — sebuah kondisi ketika berbagai gejala muncul atau menetap empat minggu atau lebih setelah seseorang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19.

Gejalanya tidak hanya satu atau dua, bisa lebih. Ada yang terus terasa sejak pertama sakit dan tak kunjung hilang, ada yang sempat reda lalu muncul lagi, atau bahkan gejala yang baru muncul padahal sebelumnya tidak ada. Masa berlangsungnya pun berbeda-beda, bisa beberapa minggu, berbulan-bulan, atau bahkan menahun.

Bagi sebagian orang, long COVID bukan hanya sekadar rasa tidak enak badan. Gejalanya bisa ringan, tetapi bisa juga cukup parah sampai menyulitkan untuk beraktivitas.

Menariknya, long COVID tidak hanya menyerang orang-orang yang dirawat di rumah sakit atau mengalami gejala berat. Orang yang dulunya cuma terkena COVID-19 ringan, atau bahkan nyaris tanpa gejala, juga bisa mengalaminya. Karena kasus COVID-19 ringan jauh lebih banyak, maka angka long COVID pun didominasi oleh kelompok ini.

Baik orang dewasa maupun anak-anak bisa mengalami long COVID. Namun, para peneliti menemukan bahwa kasusnya memang lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Sejauh ini, para ahli belum benar-benar sepakat berapa banyak orang yang bisa terkena long COVID, tapi beberapa penelitian memperkirakan angka kejadiannya berkisar antara 5–30 persen dari total kasus COVID-19.

Long COVID mengingatkan kita satu hal: meski tes sudah negatif, perjalanan pemulihan kadang tidak selesai di situ. Tetap waspada, peka pada tubuh sendiri, dan jangan ragu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan bila gejala terus berlangsung.

Daftar gejala long COVID

COVID-19 dapat memengaruhi kerja berbagai organ penting di tubuh, mulai dari paru-paru, jantung, otak, ginjal, hingga hati. Karena itu, long COVID sering dikaitkan dengan gejala yang sangat beragam, mulai dari gangguan pernapasan, saraf, jantung, hingga masalah psikologis.

Orang yang mengalami long COVID bisa merasakan satu atau beberapa gejala yang bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi COVID-19.

Kelelahan, kabut otak, dan rasa lelah berlebihan setelah aktivitas (post-exertional malaise/PEM) merupakan gejala yang umum dilaporkan, tetapi lebih dari 200 gejala long COVID telah diidentifikasi.

Lebih lengkapnya, berikut daftar gejala long COVID:

  • Kelelahan atau mudah merasa lelah.

  • Badan terasa lemah.

  • Brain fog atau kabut otak, yaitu sulit berkonsentrasi atau berpikir jernih.

  • Sakit kepala.

  • Tremor.

  • Jantung berdebar cepat atau terasa berdetak tidak beraturan.

  • Pusing saat berdiri.

  • Gejala memburuk setelah aktivitas fisik atau mental berat (PEM).

  • Gangguan pencernaan seperti sakit perut, diare, atau sembelit.

  • Hilang atau berubahnya indra penciuman dan/atau pengecapan.

  • Mulut terasa kering atau sering haus.

  • Batuk berkepanjangan.

  • Perubahan kenyamanan atau kemampuan berhubungan seksual dan/atau gairah seksual.

  • Nyeri, rasa sesak, atau tekanan di dada.

  • Gangguan pendengaran, termasuk telinga berdenging (tinitus).

  • Sesak napas.

  • Nyeri otot dan/atau sendi.

  • Sakit punggung.

  • Sleep apnea (gangguan napas saat tidur).

  • Demam, keringat berlebih, atau menggigil.

  • Rambut rontok.

  • Gangguan tidur, termasuk insomnia.

  • Masalah kandung kemih, seperti sulit menahan buang air kecil.

  • Gangguan penglihatan, misalnya pandangan kabur, silau, bintik-bintik atau kilatan cahaya, hingga kesulitan fokus saat membaca.

  • Depresi.

  • Kecemasan.

  • Pembengkakan pada kaki.

  • Masalah pada gigi.

  • Nyeri pada telapak kaki.

  • Ruam di kulit.

  • Gerakan tubuh tidak normal.

  • Perubahan warna kulit (kemerahan, pucat, atau keunguan).

  • Perubahan siklus menstruasi.

Sebagian orang hanya mengalami satu gejala, sementara sebagian lainnya bisa merasakan beberapa sekaligus. Tingkat keparahannya pun bervariasi pada setiap orang.

Banyak yang melaporkan gejala long COVID membuat mereka kesulitan kembali bekerja, belajar, atau bahkan menjalani aktivitas sehari-hari seperti beres-beres rumah hingga berjalan jarak pendek.

Risiko memunculkan kondisi medis baru

ilustrasi nyeri dada (vecteezy.com/armmypicca)
ilustrasi nyeri dada (vecteezy.com/armmypicca)

COVID-19 dapat merusak berbagai organ di seluruh tubuh, termasuk otak, jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Jika hal ini terjadi, risiko berkembangnya kondisi medis baru dapat meningkat, termasuk:

  • Diabetes.

  • Penyakit ginjal.

  • Kondisi jantung.

  • Kondisi neurologis.

  • Gumpalan atau pembekuan darah.

  • Sindrom takikardia ortostatik postural postural orthostatic tachycardia syndrome/POTS, kondisi ketika jantung berdetak lebih cepat ketika berdiri dari posisi berbaring dan dapat menyebabkan pusing dan pingsan.

Siapa saja yang berisiko terkena long COVID?

Long COVID adalah kondisi pasca infeksi COVID-19 yang bisa dialami oleh siapa pun, bahkan anak-anak. Gejalanya dapat muncul baik pada mereka yang sebelumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), hanya mengalami gejala ringan, maupun yang mengalami penyakit berat berat. Namun, memang ada kelompok orang yang lebih berisiko, seperti:

  • Orang yang mengalami infeksi COVID-19 parah, terutama yang sempat dirawat di rumah sakit atau unit perawatan intensif (ICU).

  • Individu dengan kondisi kesehatan bawaan seperti diabetes, asma, atau obesitas.

  • Orang yang belum mendapatkan COVID-19.

  • Mereka yang mengalami multisystem inflammatory syndrome (MIS-C pada anak-anak dan MIS-A pada orang dewasa) selama atau setelah terinfeksi

Perempuan dan lansia juga cenderung lebih rentan, termasuk orang yang mengalami infeksi COVID-19 berulang.

Berdasarkan metaanalisis skala besar terhadap 429 studi dari tahun 2021–2024, orang dewasa berusia 35 hingga 49 tahun tampaknya merupakan kelompok usia yang paling sering terkena dampak long COVID secara global.

Di Indonesia, studi kolaboratif antara RSUP Persahabatan Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menemukan bahwa sekitar 66,5 persen penyintas COVID-19 mengalami gejala menetap atau long COVID setelah sembuh. Studi ini melibatkan 385 partisipan yang telah sembuh dari COVID-19, dengan gejala paling dominan: kelelahan (29,4 persen), batuk (15,5 persen), nyeri otot (11,7 persen), sesak napas (11,2 persen). Sementara itu, komorbid terbanyak yang dilaporkan adalah asma, hipertensi, dan diabetes.

Selain itu, beberapa varian virus corona tertentu terbukti lebih sering dikaitkan dengan timbulnya gejala long COVID dibanding varian lainnya.

Sindrom pasca perawatan intensif

Orang dengan sindrom pasca perawatan intensif (post-intensive care syndrome/PICS) bisa punya risiko lebih tinggi mengalami long COVID.

Orang yang pernah mengalami sakit parah atau harus dirawat di rumah sakit, terutama di ruang perawatan intensif (ICU), bisa mengalami kondisi yang disebut PICS. Meskipun PICS tidak khusus hanya disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, kondisi ini bisa muncul dan memperburuk gejala long COVID.

Dampak kesehatan akibat PICS biasanya mulai muncul sejak pasien masih dirawat di ICU, dan dapat berupa:

  • Kelemahan otot

  • Gangguan berpikir dan pengambilan keputusan

  • Gejala stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder atau PTSD)

Bagi orang yang mengalami PICS setelah didiagnosis COVID-19, sering kali sulit dipastikan apakah masalah kesehatan tersebut disebabkan oleh penyakit parah, virusnya itu sendiri, atau kombinasi keduanya.

Kaitan antara long COVID dan encephalomyelitis/chronic fatigue syndrome

Sebagian orang dengan long COVID mengalami gejala yang mirip dengan penyakit kronis lain yang juga belum sepenuhnya dipahami, salah satunya adalah myalgic encephalomyelitis/chronic fatigue syndrome (ME/CFS) atau juga disebut sindrom kelelahan kronis. Ini adalah kondisi jangka panjang yang dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh. Gejala yang paling umum adalah kelelahan ekstrem. Penyebabnya hingga kini belum diketahui.

ME/CFS dapat memengaruhi siapa saja, termasuk anak-anak.

Gejala utamanya antara lain:

  • Merasa sangat lelah sepanjang waktu, yang dapat menyulitkan aktivitas sehari-hari seperti mandi, pergi bekerja atau sekolah.

  • Masalah tidur, termasuk insomnia, tidur terlalu banyak, merasa kurang tidur, dan merasa lelah atau kaku saat bangun tidur.

  • Masalah berpikir, konsentrasi, dan daya ingat (brain fog).

  • Gejala memburuk setelah aktivitas fisik atau mental, dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membaik (PEM).

Beberapa orang dengan ME/CFS mungkin juga mengalami nyeri di berbagai bagian tubuh atau gejala seperti flu, seperti suhu tinggi, sakit kepala, dan nyeri sendi atau otot.

Karena gejalanya mirip dengan gejala beberapa penyakit lainnya, jadi penting untuk menemui dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Orang yang hidup dengan ME/CFS atau penyakit kronis lain yang dipicu infeksi sering menghadapi tantangan yang sama. Mereka kerap:

  • Kesulitan mengenali dan menjelaskan gejala yang mereka rasakan.

  • Tidak dipercaya oleh orang terdekat atau bahkan oleh tenaga kesehatan.

  • Sulit mendapatkan diagnosis yang jelas.

  • Bingung bagaimana cara mengelola gejala dan kondisi mereka sehari-hari.

Mirip dengan long COVID, ME/CFS sering membuat seseorang merasa tidak dimengerti, padahal gejala yang muncul nyata dan bisa sangat mengganggu aktivitas harian.

Penyebab long COVID

ilustrasi seseorang mengalami brain fog akibat long COVID (unsplash.com/Adrian Swancar)
ilustrasi seseorang mengalami brain fog akibat long COVID (unsplash.com/Adrian Swancar)

Penyebab pasti long COVID memang masih menjadi misteri, para peneliti masih berusaha untuk mencari tahu jawabannya. Namun, sudah ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan kenapa sebagian orang bisa mengalami gejala berkepanjangan setelah sembuh dari infeksi awal COVID-19, seperti:

  • Sisa virus dalam tubuh

Walaupun sistem kekebalan tubuh sudah berhasil melawan sebagian besar virus corona, tetapi ada kemungkinan partikel virus yang tersisa tetap bersembunyi di satu atau beberapa organ. Sisa virus ini bisa terus memicu reaksi imun, menimbulkan peradangan kronis, dan akhirnya memunculkan gejala long COVID.

  • Reaktivasi virus laten

Di dalam tubuh manusia, beberapa jenis virus bisa "tidur" dalam keadaan tidak aktif setelah infeksi awal, seperti virus Epstein-Barr yang menyebabkan mononukleosis. Penelitian menemukan bahwa pada beberapa orang dengan long COVID, virus-virus yang tadinya tidak aktif ini bisa "bangkit" kembali dan memicu gejala.

  • Respons autoimun

Ada juga dugaan bahwa long COVID muncul akibat respons autoimun, yaitu ketika sistem kekebalan tubuh justru keliru menyerang organ atau jaringan tubuh sendiri. Hal ini dapat memicu gejala yang beragam dan sering kali sulit dijelaskan.

  • Kerusakan organ

Tubuh yang pernah terpapar SARS-CoV-2 bisa mengalami kerusakan jaringan atau organ akibat reaksi imun yang berlebihan. Bekas kerusakan inilah yang kemudian bisa menimbulkan gejala berkepanjangan.

Para ilmuwan menduga long COVID bisa disebabkan oleh satu atau kombinasi dari faktor-faktor di atas. Sampai sekarang, penelitian terus berjalan karena masih banyak yang harus diungkap untuk memahami long COVID sepenuhnya, serta bagaimana cara mencegah dan mengatasinya dengan tepat.

Referensi

"Long COVID (Post-COVID Conditions, PCC)." Yale Medicine. Diakses Juli 2025.

"Long COVID Signs and Symptoms." Centers for Disease Control and Prevention. Diakses Juli 2025.

Yiren Hou et al., “Global Prevalence of Long COVID, Its Subtypes and Risk Factors: An Updated Systematic Review and Meta-Analysis,” medRxiv (Cold Spring Harbor Laboratory), January 6, 2025, https://doi.org/10.1101/2025.01.01.24319384.

Agus Dwi Susanto et al., “Clinical Characteristics and Quality of Life of Persistent Symptoms of COVID-19 Syndrome in Indonesia,” GERMS 12, no. 2 (June 30, 2022): 158–68, https://doi.org/10.18683/germs.2022.1319.

"Myalgic encephalomyelitis or chronic fatigue syndrome (ME/CFS)." National Health Service. Diakses Juli 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us