Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Musim Hujan dan Ancaman DBD, Waspada Lonjakan Kasus di Indonesia

ilustrasi nyamuk demam berdarah aedes aegypti (pixabay.com/MikuAalto)
ilustrasi nyamuk demam berdarah aedes aegypti (pixabay.com/MikuAalto)
Intinya sih...
  • Musim hujan meningkatkan kasus DBD di Indonesia, dengan anak-anak merupakan kelompok rentan.
  • Takeda menggelar acara "Langkah Bersama Cegah DBD" untuk edukasi dan strategi kolaboratif dalam pencegahan penyakit ini.
  • Kemenkes mencatat 6.050 kasus dengue nasional hingga 3 Februari 2025, dengan 28 kasus kematian.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Musim hujan, kasus demam berdarah dengue (DBD) kerap mengalami peningkatan di berbagai daerah di Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terkena DBD saat musim hujan. 

Untuk meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam pencegahan serta pengendalian penyakit ini, Takeda menggelar acara “Langkah Bersama Cegah DBD” pada 14–16 Februari 2025, di Central Park Mall, Jakarta. 

Acara ini menghadirkan berbagai sesi edukasi dan diskusi yang menyoroti pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN), penerapan 3M Plus, serta strategi kolaboratif antara pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat dalam menekan angka kejadian DBD. 

1. Kasus DBD terkini di Indonesia

ilustrasi anak sakit (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi anak sakit (pexels.com/cottonbro studio)

DBD merupakan ancaman kesehatan yang terus mengintai masyarakat Indonesia sepanjang tahun.

Dokter Ina Agustina Isturini, MKM, Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), menegaskan bahwa penyakit ini tidak hanya berdampak pada kesehatan individu. DBD bisa memengaruhi produktivitas masyarakat dan membebani sistem layanan kesehatan.

Hingga 3 Februari 2025, Kemenkes telah mencatat 6.050 kasus dengue secara nasional dengan tingkat insiden 2,14 per 100.000 penduduk. Dari kasus tersebut, terdapat 28 kasus kematian (CFR 0,46 persen).

"Kasus dengue dilaporkan dari 235  kabupaten dan kota di 23 provinsi. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen dalam mengendalikan penyakit dengue melalui berbagai program, seperti pengendalian vektor, Gerakan 3M Plus, dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, yang diperkuat dengan edukasi berkelanjutan," jelasnya pada Sabtu (15/2/2025). 

Selain itu, Strategi Nasional Penanganan Dengue 2021–2025 menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam upaya pencegahan.

2. DBD saat musim hujan dan risiko pada anak-anak

ilustrasi musim hujan (unsplash.com/natsuki)
ilustrasi musim hujan (unsplash.com/natsuki)

Musim hujan membawa peningkatan signifikan dalam kasus DBD, dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terdampak.

Menurut Dokter I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, SpA, MARS, spesialis penyakit anak, DBD memang ada sepanjang tahun, tetapi jumlah kasusnya meningkat tajam saat musim hujan. 

Musim hujan menciptakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, vektor utama penyebar virus dengue. Genangan air akibat curah hujan yang tinggi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Hal ini meningkatkan risiko penyebaran virus dengue di tengah masyarakat.

Ia mengungkapkan bahwa 47 persen kasus dengue terjadi pada anak dan remaja, dengan 12 persen pada usia 1–4 tahun dan 35 persen pada usia 5–14 tahun.

"Lebih mengkhawatirkan lagi, kematian tertinggi juga terjadi pada  kelompok usia ini, yaitu 45 persen pada anak usia 5–14 tahun dan 21 persen pada anak usia 1–4 tahun," jelasnya. 

Dengue pada anak sering kali diawali dengan gejala demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, munculnya bintik merah di kulit, serta sakit perut yang terus-menerus.

Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa berkembang menjadi syok dengue, yang ditandai dengan tangan dan kaki dingin, napas cepat, hingga penurunan kesadaran. 

3. DBD bisa berdampak fatal bagi yang punya komorbid

Talkshow Langkah Bersama Cegah DBD (IDN Times/Rifki Wuda)
Talkshow Langkah Bersama Cegah DBD (IDN Times/Rifki Wuda)

Meski anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terkena DBD, orang dewasa juga berisiko mengalami infeksi parah.

Dokter Suzy Maria, SpPD, K-AI, spesialis penyakit dalam, mengungkapkan bahwa 39 persen kasus dengue terjadi pada usia 15–44 tahun, sedangkan 13 persen terjadi pada kelompok usia di atas 44 tahun.

Dengue bisa berakibat fatal bagi orang dewasa, terutama mereka yang memiliki komorbid seperti diabetes, hipertensi, gangguan imun, dan penyakit jantung. Pada kelompok ini, infeksi dengue bisa berkembang lebih cepat menjadi dengue berat, yang berisiko menyebabkan kegagalan organ dan komplikasi serius.

"Selain itu, masih banyak orang salah mengerti bahwa apabila sudah terkena dengue, maka mereka akan kebal. Padahal seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari satu kali, dan infeksi yang berikutnya berisiko lebih parah," tambahnya. 

Dokter Suzy menekankan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan. Ini termasuk Gerakan 3M Plus, yaitu menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat penampungan air.

Langkah pencegahan ini bisa ditambah dengan langkah pencegahan lain seperti menggunakan kelambu, memakai lotion anti-nyamuk, serta vaksinasi.

Meningkatnya kasus DBD saat musim hujan menjadi pengingat bahwa pencegahan harus dilakukan secara konsisten dan menyeluruh. Dengan tingginya angka kejadian, setiap individu memiliki peran penting dalam mengendalikan penyebaran penyakit ini. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Rifki Wuda
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us