5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknya

Mulai dari Alpha hingga Omicron

Menginjak tahun ketiga berperang melawan COVID-19, kita dikejutkan dengan kemunculan varian baru, yaitu Omicron. Penambahan kasus harian terus terjadi, mayoritas merupakan kasus impor dari orang yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan sebagian kecil merupakan transmisi lokal.

Walau gejala yang muncul dari varian Omicron tergolong ringan, tetapi tidak boleh diremehkan karena penularannya sangat cepat. Kita perlu waspada mengingat ancaman COVID-19 masih terus mengintai.

Atas dasar itu, Sinovac Life Sciences Co. Ltd (produsen vaksin CoronoVac) mengadakan webinar bertajuk "Indonesian Congress Symposium on Combating COVID-19 Pandemic without Boundaries" pada Minggu (16/1/2021).

Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP-KIC dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) yang membahas seputar variant of concern (VoC) SARS-CoV-2 dan karakteristiknya. Simak, yuk!

1. Alpha

5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknyailustrasi varian Alpha atau B.1.1.7. (news.yale.edu)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa varian dikategorikan sebagai VoC jika:

  • Terjadi peningkatan penularan atau perubahan yang merugikan dalam epidemiologi COVID-19.
  • Terjadi peningkatan virulensi atau perubahan presentasi penyakit klinis.
  • Terjadi penurunan efektivitas kesehatan masyarakat dan tindakan sosial atau vaksin, terapi, dan diagnostik yang tersedia.

Menurut dr. Ceva, varian Alpha (B.1.1.7) 43-82 persen lebih menular dengan rasio kematian 1,64 kali lebih tinggi daripada varian lain sebelumnya. Mutasi N501Y menyebabkan peningkatan pelekatan virus dan afinitas protein lonjakan ke reseptor ACE-2. 

Sampel pertama terdokumentasi di Britania Raya pada September 2020. Meski begitu, varian Alpha telah dikeluarkan dari status VoC di Uni Eropa karena berkurang secara drastis sejak munculnya varian Delta.

2. Beta

5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknyailustrasi varian Beta atau B.1.351 (pixabay.com/thiagolazarino)

Kemudian ada varian Beta (B.1.351) yang sampel pertamanya terdokumentasi di Afrika Selatan pada Mei 2020, lalu menjadi VoC pada 29 Desember 2020. Varian ini mengalami mutasi lonjakan ganda yang bisa meningkatkan pengikatan dengan reseptor ACE, ungkap dr. Ceva.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa varian Beta meningkatkan risiko penularan dan mengurangi netralisasi oleh antibodi monoklonal, serum pemulihan, dan serum pascavaksinasi. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), hingga kini belum ada bukti bahwa varian Beta berdampak pada tingkat keparahan penyakit.

3. Gamma

5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknyailustrasi varian Gamma atau P.1 (idph.iowa.gov)

Selanjutnya adalah varian Gamma (P.1) yang sampelnya pertama kali terdokumentasi di Brasil pada November 2020. Varian ini mengalami sepuluh mutasi pada protein lonjakan dengan tiga mutasi yang terletak di domain pengikatan reseptor (RBD) yaitu E484K, K417T, dan N501Y yang meningkatkan afinitas pengikatan dengan reseptor ACE.

Menurut CDC, ada bukti bahwa beberapa mutasi pada varian Gamma bisa memengaruhi transmisibilitas dan profil antigeniknya. Ini bisa memengaruhi kemampuan antibodi (yang dihasilkan dari infeksi alami sebelumnya maupun vaksinasi) untuk mengenali dan menetralisir virus.

Baca Juga: 5 Cara Mencegah Infeksi COVID-19 Varian Omicron, Lakukan yuk!

4. Delta

5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknyailustrasi varian Delta atau B.1.617.2 (asm.org)

Inilah varian yang sempat menghebohkan dunia, termasuk Indonesia, tahun lalu. Akibat penularan dan infeksi yang lebih tinggi, Delta (B.1.617.2) menjadi strain yang dominan di banyak negara di dunia, ungkap dr. Ceva.

Ia mengatakan bahwa transmisinya 26-113 persen lebih tinggi dan yang paling rentan adalah mereka yang kontak dekat. Selain itu, transmisi rumah tangga juga cukup tinggi. Varian Delta sendiri pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020.

Delta menjadi variant of interest (VoI) pada 4 April 2021 dan menjadi VoC pada 11 Mei 2020, menurut data dari WHO. Varian ini menjadi sorotan karena meski sudah divaksinasi, seseorang masih bisa terinfeksi dan bergejala, walau cenderung tidak parah dan risiko kematian bisa ditekan.

"Vaksinasi masih menyediakan 78 persen perlindungan terhadap infeksi varian Delta, 90 persen terhadap rawat inap, dan 91 persen terhadap kematian," tuturnya.

5. Omicron

5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknyailustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Terakhir adalah varian yang sedang dibicarakan akhir-akhir ini, yaitu Omicron (B.1.1.529). Menurut dr. Ceva, Omicron 2,8 kali lebih menular daripada varian Delta! Diprediksi lonjakan mutasi K417N menyebabkan lebih banyak terobosan vaksin, di mana seseorang dinyatakan positif COVID-19 setidaknya dua minggu setelah divaksinasi penuh.

Mengutip WHO, Omicron ditemukan di beberapa negara pada November 2021 lalu. Varian ini menjadi variants under monitoring (VUM) pada 24 November 2021 dan tak lama berubah menjadi VoC pada 26 November 2021.

Untuk mengatasi varian Omicron yang tengah merajalela, vaksin booster atau dosis ketiga sangat direkomendasikan. Peneliti dari Inggris mengatakan bahwa booster memberikan 85 persen perlindungan terhadap penyakit parah, dilansir BBC News.

"Penurunan kemanjuran antibodi menjelaskan mengapa terjadi infeksi terobosan (breakthrough infection) dan infeksi ulang (reinfeksi) yang tinggi. Selain itu, varian Omicron mungkin telah meningkatkan resistansi terhadap antibodi penetralisir dari vaksin mRNA dan yang tidak aktif," jelas dr. Ceva.

Baca Juga: Apa yang Harus Disiapkan sebelum Booster Vaksin COVID-19?

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya