Balita yang Orang Tuanya Merokok Lebih Berisiko Mengalami Stunting

Untuk orang tua, cepat-cepatlah berhenti merokok demi anak

Bukan rahasia bahwa merokok bisa menyebabkan berbagai penyakit. Pada anak, ini bisa meningkatkan risiko stunting. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat dr. Endang Sumiwi, MPH, berdasarkan penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI 2018.

Temuan penelitian tersebut menyebutkan bahwa balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kilogram (kg) lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orang tua bukan perokok.

Dalam penelitian tersebut, disebutkan juga bahwa sekitar 5,5 persen balita yang tinggal dengan orang tua perokok berisiko lebih tinggi mengalami stunting atau tengkes.

Angka stunting di Indonesia yaitu 21 persen, yang kalau menurut kategori Badan Kesehatan Dunia (WHO) itu masih tergolong tinggi. Kalau balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya, maka ini bisa menjadi salah satu hambatan dalam menurunkan angka stunting, kata dr. Endang dalam rilis Kemenkes.

Paparan asap rokok lebih dari 3 jam sehari meningkatkan risiko stunting

Balita yang Orang Tuanya Merokok Lebih Berisiko Mengalami Stuntingilustrasi tinggi badan anak (pixabay.com/PixelLoverK3)

Stunting menggambarkan kondisi kekurangan gizi kronis pada anak usia di bawah 5 tahun, terutama pada 1.000 hari kehidupan mereka, sehingga berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian.

Sebuah penelitian berjudul "Cigarette smoke exposure and increased risks of stunting among under-five children" yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Epidemiology and Global Health pada September 2020 bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perokok pasif dengan stunting pada anak usia 25–59 bulan.

Studi cross-sectional ini menggunakan teknik sampling acak bertingkat pada 123 anak usia 25–59 bulan. Paparan asap rokok dinilai dari lama paparan asap rokok menggunakan kuesioner The Secondhand Smoke Exposure Scale.

Temuan studi ini, lama paparan asap rokok lebih dari 3 jam sehari meningkatkan risiko stunting sebesar 10.316 kali. Kebijakan publik perlu memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat dan keluarga tentang dampak paparan asap rokok terhadap peningkatan risiko stunting pada anak.

Kemungkinan hubungan antara perokok pasif dan pertumbuhan anak

Balita yang Orang Tuanya Merokok Lebih Berisiko Mengalami Stuntingilustrasi balita bermain bola sabun (pexels.com/Pixabay)

Sebuah tinjauan ilmiah dalam jurnal Tobacco Induced Diseases tahun 2020 mencatat hubungan antara paparan asap rokok dan stunting pada anak-anak. Karena asap rokok dapat menyebabkan stunting, masuk akal untuk menyimpulkan bahwa merokok juga dapat memengaruhi pertumbuhan.

Tinjauan tersebut mencakup studi yang meneliti pola pertumbuhan anak usia 8 tahun atau kurang yang terpapar rokok selama masa prenatal dan masa kanak-kanak. Para peneliti mengaitkan asap rokok dengan hasil pertumbuhan yang merugikan pada anak-anak.

Ada kemungkinan kombinasi faktor mengapa merokok dapat memengaruhi pertumbuhan. Misalnya, perokok menghirup karbon monoksida, yang memengaruhi oksigen sel. Kurangnya oksigen ke sel dapat memengaruhi pertumbuhan sel.

Bahan kimia dalam rokok juga dapat memengaruhi pusat hipotalamus di otak. Hipotalamus melepaskan dan menghambat hormon yang bekerja pada kelenjar hipofisis dan memengaruhi pertumbuhan.

Nikotin juga dapat menekan nafsu makan. Anak-anak dan remaja mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan yang optimal.

Sebuah penelitian dalam jurnal Environmental Technology & Innovation tahun 2022 juga menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar asap rokok memiliki tinggi badan lebih pendek daripada teman-teman sebayanya yang tidak terpapar asap rokok pasif. Stunting menimbulkan risiko tertinggi untuk anak-anak berusia antara 6 dan 8 tahun.

Untuk para orang tua, berhentilah merokok!

Balita yang Orang Tuanya Merokok Lebih Berisiko Mengalami Stuntingilustrasi berhenti merokok (vecteezy.com/F F)

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan bahwa konsumsi rokok dan hasil tembakau mempunyai dampak terhadap sosial ekonomi dan Kesehatan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) 2021 menjelaskan pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.

“Berdasarkan data tersebut belanja rokok merupakan belanja terbesar kedua di keluarga dan tiga kali lebih tinggi daripada beli telur,” ucap dr. Maxi dalam sebuah rilis.

Rokok, tambah dr. Maxi, menjadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua sebanyak 11,9 persen baik di perkotaan maupun di pedesaan dibandingkan untuk mereka yang mengonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam.

Di RS Persahabatan pernah ada penelitian terhadap bayi. Ada tiga kelompok bayi yang dilahirkan, yakni dari ibu yang tidak merokok, ibu yang menjadi perokok pasif, dan ibu perokok aktif.

Hasilnya didapatkan bahwa pada plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin. Kemudian dari waktu lahir pun panjang badan dan berat badan bayi jauh lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.

“Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi,” ungkap Dr. dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.PKR, Subps.PKL, M.Pd.Ked dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Ia melanjutkan, ada istilah secondhand smoke dan thirdhand smoke. Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan oleh perokok kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya, sedangkan thirdhand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok. Umumnya tidak terlihat namun berbahaya, bukan hanya asap tetapi residu dari orang yang merokok yang menempel terutama di benda-benda dalam rumah.

“Itu mengandung kimia berbahaya jika terhirup oleh orang-orang yang ada di rumah seperti anak-anak balita,” tutur Dr. Feni.

Ia juga menambahkan bahwa mengenai stunting, secondhand smoke dan thirdhand smoke menyebabkan beban ekonomi keluarga akan berlipat. Sebab, perkembangan anak terganggu.

Kalau kesulitan untuk berhenti merokok, kamu bisa memanfaatkan layanan berhenti merokok dari Kemenkes secara gratis. Layanan ini untuk mempermudah bagi siapa saja yang ingin berhenti merokok namun karena alasan tertentu belum bisa datang ke fasilitas kesehatan untuk konsultasi.

Masyarakat bisa menghubungi nomor ini:

Konsultasi berhenti merokok:

  • Quitline.INA 08001776565
  • Pesona Si BeMo : Facebook Messenger @p2ptmkemenkesRI
  • Telegram : https://t.me/quitina_bot
  • Website : http://p2ptm.kemkes.go.id/
  • Whatsapp : 082125900597

Klien yang ingin berhenti merokok dapat diberikan konseling dan bimbingan, serta rujukan jika membutuhkan tindak lanjut.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya