Kenapa Migrain Lebih Sering Dialami Perempuan?

Migrain tiga kali lebih umum terjadi pada perempuan

Migrain bukanlah sakit kepala biasa. Migrain bisa sangat menyakitkan dan sering disertai mulai, penglihatan buram, serta sensitivitas terhadap bau, cahaya, atau suara. Setiap serangannya bisa melemahkan dan mengganggu aktivitas.

Migrain diketahui lebih sering menyerang perempuan. Jenis sakit kepala ini dua hingga tiga kali lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan perempuan melaporkan durasi serangan yang lebih lama, peningkatan risiko kekambuhan, disabilitas yang lebih besar, dan periode waktu pemulihan yang lebih lama (The Lancet Neurology, 2016).

Ada beberapa kemungkinan alasan mengapa migrain lebih sering dialami perempuan. Berikut ini penjelasannya.

Migrain dan hormon

Kenapa Migrain Lebih Sering Dialami Perempuan?ilustrasi sakit kepala migrain (freepik.com/KamranAydinov)

Ada beberapa faktor di balik alasan kenapa perempuan dan laki-laki mengalami serangan migrain secara berbeda. Ini mencakup hormon, genetika, cara gen tertentu diaktifkan atau dinonaktifkan (epigenetika), dan lingkungan.

Semua itu berperan dalam membentuk struktur, fungsi, dan kemampuan adaptasi otak dalam menghadapi migrain. Hormon estrogen dan progesteron, melalui mekanisme berbeda, berperan dalam mengatur banyak fungsi biologis. Mereka memengaruhi berbagai bahan kimia di otak dan mungkin berkontribusi terhadap perbedaan fungsional dan struktural di wilayah otak tertentu yang terlibat dalam perkembangan migrain.

Selain itu, hormon seks dapat dengan cepat mengubah ukuran pembuluh darah, yang dapat menyebabkan serangan migrain.

Pada masa kanak-kanak, baik anak laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk mengalami migrain. Diperkirakan sekitar 10 persen dari semua anak akan mengidapnya suatu saat nanti, dilansir publikasi StatPearls. Namun, ketika anak perempuan mencapai masa pubertas, kemungkinan mereka terkena migrain meningkat.

Hal ini disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon seks, terutama estrogen, yang terkait dengan masa pubertas, meskipun hormon lain termasuk progesteron mungkin juga terlibat.

Beberapa remaja perempuan mengalami migrain pertama pada saat siklus menstruasi pertama mereka. Namun, migrain sering kali paling umum dan intens dialami saat masa reproduksi dan masa subur perempuan (BMJ, 2008).

Dilansir American Migraine Foundation, diperkirakan sekitar 50 hingga 60 persen perempuan penderita migrain mengalami migrain menstruasi. Migrain ini biasanya terjadi pada hari-hari menjelang atau selama menstruasi, ketika penurunan kadar estrogen dapat memicu migrain (The Journal of Headache and Pain, 2012). Migrain saat menstruasi bisa lebih parah dan berlangsung lebih lama dibandingkan migrain pada waktu lain.

Baca Juga: Studi: Migrain Berkaitan dengan Risiko Kanker Payudara

Migrain selama kehamilan dan menopause

Kenapa Migrain Lebih Sering Dialami Perempuan?ilustrasi sakit kepala (pexels.com/Mikael Blomkvist)

Dilansir Stanford Medicine, bagi perempuan hamil, migrain bisa sangat melemahkan selama trimester pertama, saat morning sickness sering terjadi, sehingga menyulitkan untuk makan, tidur, atau terhidrasi. Bahkan, melewatkan salah satu dari hal tersebut bisa meningkatkan risiko migrain.

Untungnya, frekuensi dan tingkat keparahan migrain cenderung berkurang selama kehamilan. Gejala ini akan menghilang pada beberapa perempuan hamil seiring perkembangan usia kehamilan.

Namun, bagi yang mengalami migrain saat hamil, migrain cenderung meningkat setelah melahirkan. Ini dapat disebabkan oleh penurunan kadar hormon, kurang tidur, stres, dehidrasi, dan faktor lingkungan lain yang berkaitan dengan perawatan bayi.

Serangan migrain juga dapat meningkat selama perimenopause, fase transisi perempuan menuju menopause. Dilansir Verywell Health, fluktuasi kadar hormon, terutama estrogen, menjadi pemicunya, bersamaan dengan nyeri kronis, depresi, dan gangguan tidur yang dapat terjadi selama masa ini.

Akan tetapi, seiring berjalannya menopause, migrain umumnya menurun. Dalam beberapa kasus bisa hilang sepenuhnya. Sementara itu, ada pengobatan yang bisa membantu mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan migrain selama menopause, termasuk terapi penggantian hormon. Terapi penggantian hormon mengandung hormon perempuan dan digunakan untuk menggantikan hormon yang kurang diproduksi tubuh menjelang atau setelah menopause.

Migrain pada laki-laki

Kenapa Migrain Lebih Sering Dialami Perempuan?ilustrasi sakit kepala (pexels.com/Kindel Media)

Frekuensi dan tingkat keparahan migrain sedikit meningkat pada laki-laki berusia awal 20-an (Cephalalgia, 2010). Migrain cenderung melambat, mencapai puncaknya lagi sekitar usia 50, kemudian melambat atau berhenti sama sekali. Mengapa hal ini terjadi masih belum dipahami dengan baik, meskipun kombinasi faktor genetik, pengaruh lingkungan, dan pilihan gaya hidup mungkin berkontribusi terhadap peningkatan ini.

Peneliti masih harus mempelajari lebih lanjut tentang kesenjangan migrain pada perempuan dan laki-laki. Memahaminya dapat meningkatkan pemahaman tentang kondisi tersebut dan membuat migrain dapat ditangani dengan lebih baik.

Baca Juga: Kenapa Serangan Migrain Bisa Sangat Menyakitkan?

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya