Walaupun pandemi sudah berakhir dan kini COVID-19 sudah jauh lebih terkendali, tetapi masih banyak orang yang masih hidup bersama gejala yang datang dan pergi selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah infeksi COVID-19 yang mereka alami. Kondisi ini dikenal sebagai long COVID, sebuah fenomena medis yang bahkan sampai hari ini masih menyimpan banyak misteri, baik bagi pasien maupun ilmuwan.
Banyak dokter mungkin menemukan pasien yang merasa sudah membaik, tetapi tiba-tiba kembali mengalami kelelahan ekstrem, nyeri dada, atau kesulitan berkonsentrasi. Di sisi lain, ada pula yang keluhannya mereda dengan perlahan, tanpa pola yang jelas.
Sebuah studi besar yang dipublikasikan pada 17 November 2025 dalam jurnal Nature Communications akhirnya memberi gambaran lebih rinci tentang pola-pola tersebut. Penelitian ini menganalisis 3.659 peserta, sebagian besar perempuan, dan hampir seluruhnya terinfeksi pada era varian Omicron.
Para peneliti mengikuti perjalanan gejala peserta selama 3–15 bulan, mengukur bagaimana intensitas dan frekuensi keluhan berubah dari waktu ke waktu. Temuan ini merupakan bagian dari proyek RECOVER, inisiatif National Institutes of Health (NIH) yang sejak 2021 berupaya memahami mekanisme long COVID secara komprehensif.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satu “bentuk” long COVID yang sama untuk semua orang. Para peneliti menemukan delapan pola gejala yang sangat berbeda, mulai dari keluhan yang terus tinggi, gejala yang naik turun, sampai yang berkembang perlahan setelah beberapa bulan. Para peneliti menyebut pemetaan pola ini sangat penting untuk membantu dokter memahami perjalanan penyakit, memilih strategi perawatan yang tepat, dan mengurangi kebingungan pasien yang sering merasa gejalanya aneh atau tidak masuk akal.
