ilustrasi mengalami aritmia (freepik.com/wayhomestudio)
Para peneliti menganalisis tingkat konsentrasi polusi udara per jam dan menggunakan data kesehatan dari 2.025 rumah sakit di 322 kota di China, untuk memahami hubungan antara paparan polusi udara dan aritmia.
Lebih dari 190.000 pasien dengan aritmia simtomatik onset akut (termasuk fibrilasi atrium, atrial flutter, takikardia supraventrikular, dan detak jantung prematur) disertakan dalam evaluasi.
Enam jenis polusi udara dinilai, yaitu:
- Partikel halus (PM2.5)
- Partikel kasar (PM2.5–10)
- Nitrogen dioksida (NO2)
- Sulfur dioksida (SO2)
- Karbon monoksida (CO)
- Ozon
Tim peneliti menemukan bahwa risiko aritmia meningkat secara substansial dalam beberapa jam pertama paparan polusi udara, kemudian berkurang setelah 24 jam.
Polusi udara paling kuat dikaitkan dengan atrial flutter dan takikardia supraventrikular, diikuti oleh fibrilasi atrium dan detak jantung prematur.
Risiko yang terkait paling menonjol di antara laki-laki, yang diduga para peneliti mungkin karena prevalensi yang lebih besar dari faktor risiko aritmia seperti merokok dan konsumsi alkohol dan lebih banyak paparan melalui aktivitas di luar ruangan, termasuk bekerja.
Hubungan tersebut juga ditemukan terbesar selama musim dingin, yang kemungkinan besar karena suhu yang lebih dingin dapat mengintensifkan dampak polusi udara pada sistem kardiovaskular.
Para peneliti juga menemukan bahwa NO2 memiliki hubungan terkuat dengan semua jenis aritmia. Makin banyak orang terpapar NO2, makin kuat hubungannya.
Dilansir Healthline, temuan studi ini menguatkan temuan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa polusi udara berkedudukan kuat sebagai penyebab kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung.
Ada banyak pengaruh polusi udara dan gangguan irama jantung yang serius, misalnya pada pasien dengan defibrilator implan. Polusi udara dapat memengaruhi variabilitas ritme detak jantung.