Polusi Udara Tingkatkan Risiko Penyakit Paru-Paru 15–30 Persen

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), polusi udara merupakan kontaminasi lingkungan oleh berbagai agen kimia, fisik, atau biologi yang dapat mengubah karakterisik alami atmosfer.
Sumber polusi udara yang paling umum, antara lain kendaraan bermotor, alat pembakaran rumah tangga, fasilitas industri, dan kebakaran hutan.
Udara yang tercemar dapat menyebabkan penyakit pernapasan, terlebih lagi jika dihirup dalam jangka panjang. Dengan mengurangi polusi udara, maka dapat bermanfaat terhadap kesehatan sekaligus lingkungan.
1. Polusi udara salah satu faktor risiko penyakit paru-paru

Polusi udara sendiri merupakan faktor risiko dari penyakit paru-paru, yang mana polusi udara menyumbang 15 sampai 30 persen, mengutip rilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sementara itu, faktor risiko penyakit paru-paru lainnya yaitu riwayat merokok, infeksi berulang, dan genetik.
Polusi udara menjadi faktor risiko penyakit respirasi yang cukup signifikan. Polusi udara meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (36,6 persen), pneumonia (32 persen), asma (27,95 persen), kanker paru (12,5 persen), dan tuberkulosis (12,2 persen).
2. Penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia

Polusi udara dapat memengaruhi kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit respirasi. Selain berakibat pada morbiditas, penyakit pernapasan juga dapat berakibat mortalitas.
Seperti data dari Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, lima penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, yaitu PPOK, pneumonia, kanker paru, tuberkulosis, dan asma.
PPOK menyebabkan 3,2 juta kematian, pneumonia 2,6 juta kematian, kanker paru 1,8 juta kematian, tuberkulosis 1,2 juta kematian, dan asma 455 ribu kematian.
3. Penyakit pernapasan termasuk penyakit terbanyak di Indonesia

Penyakit pernapasan juga menjadi masalah di Indonesia. Di Indonesia, sebanyak 4 dari 10 penyakit dengan kasus terbanyak merupakan penyakit pernapasan, yaitu PPOK, kanker paru, pneumonia, dan asma.
Pemerintah bersama komunitas dan lintas sektor tengah menyusun upaya pencegahan krisis polusi udara perkotaan di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah mendorong upaya promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat terkena dampak polusi udara. Menurutnya, upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor.
4. Penyakit respirasi membutuhkan anggaran yang besar

Selain berdampak pada kesehatan, penyakit respirasi meningkatkan anggaran BPJS Kesehatan. Anggaran yang ditanggung untuk biaya penyakit respirasi cukup signifikan.
Selain itu, anggaran yang dikeluarkan untuk penyakit respirasi diperkirakan cenderung meningkat setiap tahun.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, anggaran yang ditanggung untuk biaya penyakit respirasi selama periode 2018 sampai 2022 untuk penyakit pneumonia sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis Rp5,2 triliun, PPOK Rp1,8 triliun, asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar.
5. Dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk mengurangi polusi udara

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpPK, mengatakan bahwa polusi udara terbukti menyebabkan masalah respirasi dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan cara menurunkan polusi udara perlu dilakukan semua pihak sehingga masalah respirasi menurun.
Co-Founder Bicara Udara, Novita Natalia mengatakan, bahwa masalah polusi udara tidak dapat ditangani oleh satu atau dua pihak saja, melainkan membutuhkan kerja sama dari semua elemen, termasuk masyarakat.
Menurutnya, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait menjadi kunci utama dalam menciptakan udara bersih dan kehidupan yang lebih sehat.
Polusi udara termasuk salah satu faktor risiko penyakit paru. Dengan mengatasi masalah polusi udara, kasus penyakit pernapasan diharapkan dapat menurun.