Katapleksi: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Kondisi langka yang dipicu rangsangan emosi

Cataplexy atau katapleksi adalah kelainan langka yang membuat otot penderitanya lumpuh saat mengalami emosi yang kuat. Kelumpuhan otot ini bisa terjadi saat penderitanya marah, tertawa, atau menangis.

Beberapa orang bisa mengalami episode katapleksi hanya sekali atau dua kali selama hidupnya, sementara beberapa orang lainnya juga bisa mengalami episode katapleksi hingga 20 kali dalam sehari. Episode ini biasanya berlangsung selama beberapa menit dan akan hilang dengan sendirinya, mengutip WebMD.

Kondisi ini berkaitan dengan penyakit narkolepsi tipe 1, yang mana penderitanya bisa tertidur secara tiba-tiba. Orang yang hidup dengan katapleksi bisa memiliki tantangan dalam menjalani kesehariannya. 

1. Gejala

Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) gejala katapleksi yang terkait dengan narkolepsi sering kali dimulai pada masa kanak-kanak dan dewasa muda, antara usia 7 dan 25 tahun, meskipun bisa dimulai kapan saja.

Serangan katapleksi bisa bervariasi, mulai dari ringan dan hampir tidak terlihat, atau parah dengan tubuh kolaps. 

Gejala episode katapleksi mungkin termasuk:

  • Wajah berkedut, berkedip, atau meringis.
  • Pergerakan lidah yang tidak biasa.
  • Tremor pada rahang.
  • Kepala atau rahang jatuh.
  • Lutut gemetar atau tertekuk.
  • Kelopak mata turun.
  • Sulit berbicara.

Penderitanya mungkin kolaps dan tidak bisa bergerak.

Episode katapleksi biasanya berlangsung selama beberapa menit atau kurang dan kemudian berlalu tanpa intervensi. Akan tetapi, penting untuk memastikan keamanan penderitanya saat mengalami episode, misalnya mencegah cedera bila sampai terjatuh.

Seseorang yang mengalami katapleksi biasanya dalam kondisi sadar, mampu bernapas, dan bisa menggerakkan matanya.

2. Penyebab

Katapleksi: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi katapleksi (sciencedirect.com/Courtesy of Overeem S, Mignot E, van Dijk JB, Lammers GJ. Narcolepsy: clinical features, new pathophysiologic insights, and future perspectives. J Clin Neurophysiol. 2001;18(2):78–105)

Pada seseorang yang menderita narkolepsi dengan katapleksi, otak tidak memiliki cukup hipokretin (orexin). Zat kimia otak ini membantu kita tetap terjaga dan mengontrol siklus tidur rapid eye movement (REM). Bagian lain dari otak yang mengontrol siklus tidur juga dianggap berperan dalam menyebabkan narkolepsi dengan katapleksi.

Kebanyakan narkolepsi tidak diturunkan dalam keluarga. Namun, menurut NINDS, sebanyak 10 persen orang-orang dengan narkolepsi dan katapleksi memiliki kerabat dekat yang menunjukkan gejala kondisi ini.

Faktor risiko dan penyebab narkolepsi dengan katapleksi lainnya meliputi:

  • Cedera kepala atau cedera otak traumatis.
  • Tumor atau pertumbuhan dekat area otak yang mengontrol tidur.
  • Kondisi autoimun, yang mana dapat menyebabkan sistem imun menyerang sel-sel otak yang mengandung hipokretin.
  • Infeksi, seperti flu babi (virus H1N1), begitu pula mendapatkan vaksinasi untuk virus H1N1.

Pada seseorang dengan narkolepsi, ada kemungkinan mereka akan mengalami episode katapleksi pada beberapa titik dalam hidup. Mengutip Narcolepsy UK, diperkirakan 75 persen pasien dengan narkolepsi mengalami katapleksi. Namun, tidak semua orang dengan narkolepsi mengalami katapleksi sebagai gejala.

Baca Juga: Mengenal Orgasmolepsy, Kondisi Lumpuh saat Orgasme

3. Diagnosis

Ada beberapa cara untuk diagnosis katapleksi. Dokter mungkin akan merekomendasikan beberapa cara ini untuk menegakkan diagnosis:

  • Pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk memastikan gejala yang dirasakan tidak diakibatkan oleh penyakit lain.
  • Mengisi evalusi tertulis seperti Standford Narcolepsy Questionnaire atau Epworth Sleepiness Scale untuk melihat kebiasaan tidur dan tingkat keparahan gejala.
  • Ikut serta dalam penelitian tidur (polysomnogram) untuk melihat kerja otot dan otak saat tidur.
  • Mengikuti serangkaian tes tidur yang dilakukan pada siang hari untuk melihat seberapa cepat pasien tertidur.

4. Pengobatan

Katapleksi: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi obat-obatan (unsplash.com/Adam Niescioruk)

Penanganan katapleksi umumnya dilakukan dengan memberikan obat antidepresan untuk menjaga emosi penderitanya. Beberapa obat yang umum diberikan untuk mengatasi kondisi ini adalah clomipramine, fluoxetine, venlafaxine, dan sodium exybate.

Mengubah gaya hidup juga diperlukan untuk mengurangi gejala dan frekuensi kelumpuhan otot. Menurut Sleep Foundation, beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain adalah menjaga siklus tidur dan mendapatkan tidur cukup setiap harinya, tidak mengonsumsi kafein sebelum tidur, dan olahraga teratur.

5. Komplikasi yang dapat terjadi

Komplikasi paling umun dari katapleksi adalah cedera fisik. Gejala dan episode yang datang tiba-tiba bisa mengakibatkan cedera fisik serius. Komplikasi akan menjadi lebih parah jika katapleksi terjadi saat penderitanya sedang berkendara atau menggunakan alat berat. 

Komplikasi lain dari katapleksi bisa mengakibatkan penderitanya menjadi antisosial dan menarik diri untuk memulai hubungan percintaan. Ini karena pemicu utama dari katapleksi adalah rangsangan emosi yang kuat seperti tertawa atau menangis.

Memiliki kondisi katapleksi bisa memengaruhi kehidupan penderitanya. Namun, kabar baiknya katapleksi bisa dikelola dengan perawatan dan perubahan gaya hidup. Bila terkendali, risiko mengalami episode saat melakukan hal-hal yang berpotensi bahaya, misalnya berkendara, dapat dicegah.

Apabila kamu mengalami gejala-gejala yang mengarah ke katapleksi, temuilah dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dengan diagnosis dini, maka perawatan bisa segera diberikan untuk mengelola kondisi.

Baca Juga: 5 Penyebab Umum Narkolepsi, Rasa Kantuk Kronis di Siang Hari

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya