Setelah merdeka tahun 2002, Timor Leste bergerak cepat. Tahun berikutnya, Kementerian Kesehatan membentuk Program Nasional Malaria, meski waktu itu hanya diawali dengan dua petugas penuh waktu. Langkah demi langkah diambil: tes diagnostik cepat, pengobatan kombinasi berbasis artemisinin, serta pembagian kelambu berinsektisida secara gratis untuk melindungi keluarga di daerah berisiko tinggi.
Pada tahun 2009, dengan dukungan dari Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, Timor Leste meningkatkan upaya pengendalian vektor secara nasional melalui distribusi kelambu berinsektisida tahan lama dan penyemprotan residu dalam ruangan. Diagnosis malaria juga diperluas menggunakan mikroskop dan tes diagnostik cepat di semua titik layanan kesehatan.
Tantangan kekurangan tenaga medis diatasi dengan membangun sistem kesehatan berlapis: rumah sakit nasional, rumah sakit rujukan, pusat kesehatan masyarakat, hingga pos kesehatan untuk memastikan sebagian besar penduduk dapat mengakses layanan kesehatan hanya dengan berjalan kaki satu jam.
Selain itu, masyarakat diberikan layanan kesehatan gratis di tempat layanan, sebagai bagian dari kebijakan pemerintah tentang layanan kesehatan universal gratis. Klinik keliling bulanan dan program penjangkauan masyarakat makin meningkatkan layanan kesehatan di daerah pedesaan, mendekatkan pemeriksaan ke masyarakat.
Di balik kesuksesan Timor Leste ini, ada kerja keras banyak orang: tenaga medis yang menyisir desa, warga yang tetap waspada, serta pemerintah yang menjamin deteksi cepat lewat sistem pemantauan real-time. Setiap kasus baru ditangani dengan cepat, termasuk di perbatasan negara.
"Kita berhasil. Kita telah kehilangan terlalu banyak nyawa karena penyakit yang seharusnya dapat dicegah. Namun, para tenaga kesehatan kita pantang menyerah, komunitas kita tetap kuat, dan mitra kita, seperti WHO, mendampingi kita. Dari 223.000 kasus menjadi nol, eliminasi ini menghormati setiap nyawa yang hilang dan setiap nyawa yang kini terselamatkan. Kita harus menjaga kemenangan ini dengan kewaspadaan berkelanjutan dan aksi komunitas untuk mencegah masuknya kembali malaria,” kata Dr. Élia António de Araújo dos Reis Amaral, SH, Menteri Kesehatan, Pemerintah Timor Leste.
Sertifikasi ini menempatkan Timor Leste sebagai negara ketiga di Asia Tenggara yang meraih status bebas malaria, setelah Maladewa dan Sri Lanka. Keberhasilan ini juga menjadi pengingat bahwa penyakit menular bisa dihadang, asal ada komitmen, kolaborasi, dan aksi nyata yang konsisten.