TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Post-Birth Control Syndrome, Efek Samping Berhenti dari KB Hormonal 

Termasuk pil, implan, suntik, cincin vagina, dan IUD 

ilustrasi obat (pexels.com/Castorly Stock)

Ketika berhenti dari penggunaan kontrasepsi hormonal, beberapa orang mungkin merasakan perubahan pada tubuhnya, seperti menjadi berjerawat, menstruasi yang tidak teratur, atau perubahan suasana hati. Para ahli menyebut kondisi ini dengan istilah post-birth control syndrome.

Post-birth control syndrome (PBCS) atau sindrom pascapengendalian kelahiran bukanlah kondisi medis tertentu. Melainkan hanya istilah untuk menjelaskan bahwa ada efek samping yang tidak diinginkan ketika berhenti dari penggunaan kontrasepsi hormonal tersebut.

Secara ilmiah, sindrom pascapengendalian kelahiran belum banyak diteliti. Tetapi secara anekdot, banyak perempuan yang melaporkan gejala-gejala terkait kondisi ini.

Apa saja yang terjadi ketika berhenti menggunakan KB hormonal dan apa yang menyebabkan efek samping tersebut muncul? Yuk, simak penjelasan lebih rincinya berikut ini!

1. Gejala post-birth control syndrome 

ilustrasi perempuan sakit perut (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sindrom yang pertama kali dijelaskan oleh Dr. Aviva Romm pada tahun 2008 dalam bukunya yang berjudul "Botanical Medicine for Women’s Health'" ini, biasanya muncul beberapa minggu atau bulan setelah berhenti dari kontrasepsi hormonal. Gejalanya bisa bervariasi pada setiap individu, tetapi yang paling umum meliputi:

  • Menstruasi tidak teratur atau tidak ada menstruasi (amenore).
  • Menstruasi yang lebih berat.
  • Tumbuh jerawat.
  • Rambut rontok.
  • Migrain atau sakit kepala.
  • Kelembutan payudara.
  • Perubahan libido (gairah seksual).
  • Sindrom pramenstruasi (PMS).
  • Gangguan suasana hati, seperti kecemasan atau depresi.
  • Masalah pencernaan, misalnya buang gas yang berlebihan dan kembung.

Gejala-gejala PBCS biasanya dapat hilang setelah beberapa minggu. Tetapi ini juga bisa bertahan hingga berbulan-bulan. Misalnya gejala menstruasi, ini bisa membutuhkan waktu selama 3 bulan untuk kembali ke siklus normal.

Baca Juga: 5 Mitos Alat Kontrasepsi yang Banyak Beredar, Bagaimana Faktanya?

2. Penyebab post-birth control syndrome  

ilustrasi catatan minum pil KB (pexels.com/cottonbro)

Post-birth control syndrome terjadi ketika tubuh berusaha menyesuaikan kembali hormon yang berubah ketika penggunaan kontrasepsi ke kadar hormon alami yang dimiliki tubuh.

Kontrasepsi hormonal, termasuk pil KB, cincin, implan, suntik, maupun intrauterine device (IUD), mengandung hormon sintetik seperti estrogen dan progestin. Hormon-hormon ini secara alami bekerja dengan menghambat produksi hormon tertentu yang mencegah kehamilan.

Ini bisa mencakup mencegah pelepasan sel telur (ovulasi), mengentalkan lendir serviks yang mencegah sperma masuk rahim, dan menipiskan dinding rahim untuk mencegah sel telur menempel.

Setelah berhenti menggunakan kontrasepsi, hormon-hormon yang dihambat sebelumnya akan diatur kembali ke kadar semula seperti sebelum penggunaan kontrasepsi. Tubuh mungkin membutuhkan waktu untuk menyeimbangkan kadar hormon tersebut, sehingga menyebabkan efek samping sementara ketika berhenti dari kontrasepsi.

3. Apakah semua orang bisa mengalami efek samping setelah berhenti dari kontrasepsi hormonal? 

ilustrasi minum obat (pexels.com/cottonbro)

Tidak. Tidak semua orang yang berhenti menggunakan kontrasepsi hormonal akan mengalami sindrom pasca pengendalian kelahiran. Beberapa orang mungkin mengalami gejala yang tidak diinginkan setelah beberapa minggu atau bulan ketika berhenti, tetapi yang lainnya mungkin tidak mengalami efek samping yang merugikan.

Dilansir Healthline, Dr. Jolene Brighten, seorang dokter naturopati kedokteran fungsional, menduga ada dua hal yang bisa menyebabkan kemungkinan ada tidaknya gejala, yaitu:

  • Lamanya waktu seseorang menggunakan kontrasepsi hormonal. Semakin lama waktu penggunaan, lebih mungkin meningkatkan risiko efek samping.
  • Usia saat pertama kali memulai kontrasepsi hormonal.

Namun ada sedikit penelitian yang mendukung dugaan ini. Kebanyakan ini didasarkan pada laporan anekdotal perempuan yang mengalaminya.

4. Cara mengelola gejala sindrom pascapengendalian kelahiran 

ilustrasi wanita memegang mangkuk dan sendok (pexels.com/Nathan Cowley)

Sindrom pascapengendalian kelahiran bersifat sementara dan biasanya bisa hilang seiring waktu tanpa pengobatan. Tetapi jika gejala ini cukup mengganggu, beberapa cara pengelolaan gejala berikut bisa kamu terapkan:

  • Mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas, misalnya asetaminofen, ibuprofen. Ini biasanya bermanfaat untuk mengatasi sakit kepala dan kram menstruasi.
  • Kompres panas atau dingin pada payudara yang nyeri.
  • Teknik pengurangan stres, seperti meditasi kesadaran, latihan pernapasan, atau yoga untuk menyeimbangkan suasana hati.
  • Pada sebuah penelitian yang dimuat dalam European Review for Medical and Pharmacological Sciences tahun 2013, melaporkan bahwa kontrasepsi oral (pil KB) dapat menyerap beberapa nutrisi penting dalam tubuh, seperti asam folat, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, vitamin E, magnesium, selenium, dan seng. Mengonsumsi suplemen nutrisi atau mengatur pola makan yang sehat dapat membantu mengatasi kondisi ini.

Baca Juga: 5 Mitos Kontrasepsi yang Banyak Dipercaya tapi Ternyata Salah

Verified Writer

Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya