Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Kehadiran buah hati dalam sebuah pernikahan menjadi dambaan kebanyakan orang. Namun ketika datang pada masalah infertilitas atau ketidaksuburan, pasangan suami istri mungkin mempertimbangkan beberapa pilihan perawatan untuk program hamil, salah satunya adalah inseminasi buatan atau artificial insemination.
Inseminasi buatan merupakan prosedur mendapatkan kehamilan dengan menyuntikkan sperma langsung ke saluran reproduksi perempuan, yakni leher rahim (serviks), saluran tuba, atau rahim. Tujuannya adalah meningkatkan jumlah sperma mencapai saluran tuba dan mempermudah terjadinya pembuahan, yaitu proses bertemunya sel telur dan sel sperma.
Siapa saja yang dapat menggunakan metode inseminasi buatan? Bagaimana prosedurnya? Yuk simak ulasan selengkapnya di bawah ini!
1. Jenis inseminasi buatan
ilustrasi organ reproduksi wanita (pexels.com/Nadezhda Moryak) Seperti yang dikatakan sebelumnya, inseminasi merupakan cara untuk mentransfer sperma ke saluran reproduksi perempuan. Dalam hal ini, ada beberapa jenis inseminasi berdasarkan organ tempat disuntikkannya sperma, yaitu:
- Inseminasi intravaginal (IVI): prosedur inseminasi paling sederhana yang memasukkan sperma ke dalam vagina.
- Inseminasi intraserviks (ICI): yaitu menyuntikkan sperma ke dalam leher rahim (serviks).
- Inseminasi intrauterine (IUI): metode mengantarkan sperma langsung ke dalam rahim.
- Inseminasi intratubal (ITI): yaitu menginjeksikan sperma ke dalam saluran tuba (tuba falopi).
Di antara beberapa jenis tersebut, inseminasi intrauterine merupakan metode paling umum yang digunakan dalam membantu program hamil. ICI dan IVI biasanya diterapkan ketika adanya masalah saat berhubungan seks, sementara ITI adalah prosedur yang paling jarang digunakan karena memiliki risiko yang lebih besar.
Baca Juga: Inseminasi Buatan sebagai Alternatif Mendapatkan Buah Hati
2. Alasan melakukan inseminasi buatan
ilustrasi menunggu kehamilan (pexels.com/Gustavo Fring) Masalah kesuburan atau fertilitas yang menghalangi memiliki keturunan merupakan alasan utama untuk melakukan inseminasi buatan. Prosedur ini biasanya direkomendasikan pada beberapa orang dengan kondisi:
- Laki-laki memiliki cacat genetik.
- Laki-lakimemiliki jumlah sperma yang rendah.
- Laki-lakimemiliki motilitas (pergerakan) sperma yang rendah sehingga tidak bisa mencapai rahim.
- Pasangan yang menghasilkan sperma dan sel telur yang sehat tetapi tidak bisa melakukan hubungan seksual, misalnya akibat disfungsi ereksi
- Adanya masalah serviks pada perempuan yang tidak menguntungkan untuk hamil. Misalnya lendir serviks yang sedikit atau kental dan lengket sehingga menyulitkan sperma bergerak menuju rahim. Normalnya, lendir ini biasanya tipis dan melar.
- Perempuan memiliki riwayat endometriosis.
- Pada kasus yang jarang, perempuan yang memiliki reaksi alergi terhadap protein dalam sperma, juga bisa mendapatkan manfaat dari inseminasi buatan.
- Terkadang, ini juga digunakan oleh perempuan lajang atau pasangan sesama jenis yang ingin memiliki keturunan, dengan memanfaatkan sperma donor (sperma yang disumbangkan). Namun, Indonesia tidak memperbolehkan praktik ini.
3. Bagaimana prosedur inseminasi dilakukan?
ilustrasi pemeriksaan kesehatan (pexels.com/RODNAE Productions) Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Dokter biasanya akan merekomendasikan inseminasi buatan ketika:
- Setelah 6 bulan berhubungan seks tanpa kondom jika seorang perempuan lebih tua dari usia 35 tahun.
- Setelah 1 tahun berhubungan seks tanpa kondom jika seorang perempuan lebih muda dari usia 35 tahun.
Adapun prosedur yang akan ditempuh dalam praktik ini meliputi:
- Seorang perempuan akan memantau siklus ovulasi atau masa suburnya menggunakan metode kalender, ultrasound, mengukur suhu tubuh secara teratur, atau kombinasi semuanya.
- Mempersiapkan sampel sperma. sperma biasanya “dicuci” terlebih dahulu untuk menghilangkan unsur-unsur yang dapat mengganggu pembuahan. Ini juga dapat membuat sel sperma lebih terkonsentrasi dan meningkatkan kemungkinan kehamilan.
- Saat masa ovulasi, sperma disuntikkan ke dalam rahim menggunakan kateter halus. Biasanya, ini membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 30 menit untuk menunggu sperma naik ke leher rahim dan masuk ke rahim.
- Setelah prosedur tersebut, perempuan dapat kembali beraktivitas normal.
- Dalam waktu sekitar 2 minggu atau sedikit lebih lama, perempuan dianjurkan melakukan tes kehamilan untuk menentukan apakah proses inseminasi berhasil atau tidak.
4. Risiko menjalankan program inseminasi
pexels.com/Andrea Piacquadio Meski inseminasi dapat memberikan harapan baru bagi pasangan yang ingin memiliki momongan, akan tetap prosedur ini juga cukup berisiko, di antaranya:
- Perempuan mengalami kram atau pendarahan ringan setelah prosedur, meskipun ini tidak selalu terjadi. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh proses pemasangan kateter yang mungkin sedikit menggores leher rahim sehingga menyebabkan pendarahan vagina. Namun, ini tidak berpengaruh pada kemungkinan kehamilan.
- Infeksi atau peradangan panggul setelah prosedur pada perempuan. Risiko ini biasanya sangat kecil jika prosedur dilakukan secara steril.
- Menghasilkan bayi kembar jika proses inseminasi dilakukan bersamaan dengan konsumsi obat kesuburan lain. Kehamilan kembar atau lebih dari satu janin dapat meningkatkan komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur atau keguguran.
Baca Juga: 5 Manfaat Penting USG selama Kehamilan, Jangan Sampai Terlewat!