ilustrasi gaya hubungan suami istri yang dilarang Islam (pexels.com/MART PRODUCTION)
Dalam memandang hubungan seks melalui anal, ada perbedaan pendapat antara ulama. Menurut publikasi jurnal Al-Islamiyah berjudul Anal Seks dengan Istri dalam Perspektif Ulama Fiqh dan Tafsir oleh M. Roy Purwanto, kedudukan pro kontra anal seks memiliki kelemahan serta kekuatan argumen masing-masing.
Ulama yang memperbolehkan berpegang pada keumuman surah Al-Baqarah ayat 223 dengan bunyi:
"Istri-istrimu adalah (ibarat) ladang bagimu, maka datangilah ladang-ladangmu itu sebagaimana kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Mengacu pada keumuman perintah ayat tersebut, sebagian ulama mengizinkan suami istri untuk berhubungan badan lewat anal. Pendapat itu diperkuat dengan kisah yang diriwayatkan Ibn Umar dalam kitab Mu'tashir al-Mukhtashar tentang suami yang menyesal telah mendatangi istrinya dari dubur. Lalu Allah menurunkan ayat di atas, dan dari situ Ibn Umar serta ulama lain menganggap diperbolehkannya seks anal.
Sementara itu, lebih banyak ulama yang menentang seks anal dengan penafsiran berbeda terhadap surah Al-Baqarah ayat 223. Misalnya dalam buku 120 Tanya Jawab Seksual: Fatwa Kontemporer Hubungan Suami Istri yang ditulis Ali bin Naef ash-Shuhuud, alasan penurunan ayat tersebut adalah ketika Umar bin Khattab mengungkapkan penyesalannya kepada Nabi Muhammad SAW karena telah menyutubuhi istrinya dari arah belakang.
Nabi tidak langsung merespons, lalu turunlah surah Al-Baqarah ayat 223 dan bersabdalah Nabi:
"Datanglah dari depan atau dari arah belakang, jauhilah dubur dan pada saat haid." (HR at-Tirmidzi).
Selain itu, masih terdapat riwayat hadis lain yang melarang seks anal secara tegas, seperti:
"Terkutuk siapa yang menyetubuhi istri pada duburnya." (HR Abu Hurairah).
Argumen lain yang memperkuat larangan itu adalah tafsir dari kata "ladang". Penjelasan dalam buku Penyimpangan Seksual yang Dilarang Al-Qur'an mengatakan bahwa "ladang" dalam ayat tersebut merupakan upaya memperhalus (eufemisme) yang merujuk pada tempat lahirnya anak, yaitu vagina.
Hal itu juga disepakati Imam al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib, perumpaan "ladang" harus merujuk pada sesuatu yang bisa menghasilkan. Dengan konteks hubungan seksual, "ladang" yang dimaksud adalah vagina, bukan dubur, karena dubur tidak bisa menghasilkan apa pun dari penetrasi seksual.
Dengan demikian, kehendak bebas yang diserahkan kepada laki-laki menurut Tafsir Ibnu Katsir bukan berarti bebas tanpa aturan, melainkan tetap merujuk hubungan suami isti melalui vagina. Jadi, perintah menggauli istri diperbolehkan melalui beragam cara asalkan tujuannya sama, yaitu vagina.
Dari sisi medis, seks anal dianggap sebagai aktivitas seksual yang berisiko karena risikonya kesehatannya lebih banyak. Seks anal berisiko 30 kali lipat menyebarkan HIV dibanding seks vaginal, meningkatkan risiko infeksi bakteri dan penyakit menular seksual, hingga bisa memperparah wasir.
Mengingat bahwa dubur tidak memproduksi pelumas seperti vagina, penetrasi yang dilakukan bisa terasa menyakitkan dan berisiko melukai lapisan rektrum perempuan. Dengan menimbang lebih banyak kerugian dari seks anal daripada manfaatnya, serta tafsir dalil yang berkaitan, para ulama sepakat bahwa seks anal termasuk gaya hubungan suami istri yang dilarang Islam.