5 Film Hitam Putih Era Kini, Ada JESEDEF Borong 7 Piala Citra FFI 2024

Film yang menampilkan format warna hitam putih biasanya identik dengan film lawas. Salah satu faktor utama film lawas ditampilkan dengan format hitam putih karena kurangnya kecanggihan teknologi pada masa itu. Hal itu juga tak luput terjadi di Indonesia.
Namun di era modern seperti sekarang, rupanya ada beberapa film Indonesia yang memang sengaja dihadirkan dengan visual hitam putih. Ada alasan kuat mengapa akhirnya film tersebut dipilih untuk ditampilkan dengan format hitam putih. Menonton film-film hitam putih pada zaman sekarang tentu menjadi sensasi tersendiri.
Kabar terbaru yang menarik sekaligus membanggakan, dua di antara film Indonesia masa kini yang menampilkan konsep hitam putih, rupanya sama-sama berhasil masuk dalam nominasi Cerita Panjang Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2024 dan deretan nominasi lainnya. Dua film tersebut adalah Jatuh Cinta Seperti di Film-Film/JESEDEF (2023) dan Samsara (2024).
Bahkan untuk JESEDEF, sukses memborong 7 Piala Citra, sementara Samsara sukses meraih 4 Piala Citra dalam gelaran FFI 2024 (Rabu, 20/11/2024). Adapun lima film Indonesia masa kini lainnya yang memiliki konsep hitam putih sebelumnya. Untuk mengetahui selengkapnya, simak daftar film hitam putih era kini di bawah ini, ya!
1. Siti (2014)

Pertama ada film Siti (2014) besutan sutradara Eddie Cahyono dan diproduksi oleh rumah produksi Fourcolours Pictures yang kini berganti nama menjadi Forka Films. Siti merupakan film yang digarap dan akhirnya dirilis sekitar sepuluh tahun silam. Artinya, film ini memang masih tergolong film era kini.
Di tengah teknologi yang sudah semakin canggih, film Siti sengaja ditampilkan dengan konsep hitam putih karena alasan dari ceritanya yang dianggap selaras. Film ini diketahui merupakan film yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang tak lain bernama Siti (diperankan Sekar Sari).
Tokoh Siti dalam kisahnya digambarkan harus berjuang hidup dengan menjadi penjual peyek jingking di Parangtritis saat siang hari sekaligus menjadi pemandu karaoke ketika malam hari. Hal itu ia lakukan demi menghidupi suaminya yang lumpuh usai kecelakaan di laut, serta ibu mertua dan anaknya yang bergantung hidup padanya. Di tengah perjuangan hidupnya, masalah terus datang bertubi-tubi. Dengan kata lain, Siti diibaratkan memiliki kehidupan yang tak berwarna. Hal inilah yang menjadi latar belakang utama mengapa film ini ditampilkan dengan konsep warna hitam putih.
Film yang dialognya berbahasa Jawa ini secara perdana ditayangkan di JAFF pada tahun 2014 dan baru dirilis secara luas di bioskop pada Januari 2016. Deretan penghargaan bergengsi nasional hingga internasional turut diraih oleh film ini. Bahkan, 3 Piala Citra FFI 2015 berhasil dibawa pulang, termasuk sebagai Film Cerita Panjang Terbaik.
2. Setan Jawa (2016)

Selanjutnya ada film Setan Jawa (2016) yang merupakan film bisu hitam putih pertama karya sutradara senior Garin Nugroho. Dapat dikatakan unik atau berbeda dengan film pada umumnya, lantaran film ini tidak diputar di bioskop melainkan di acara-acara kesenian tertentu. Film ini diusung dengan konsep cine-concert yang lekat dengan sentuhan tradisional namun tetap dapat disaksikan sebagai pertunjukan modern.
Lantaran film ini mengkolaborasikan cerita dengan melibatkan aspek kesenian tari, musik, teater hingga fashion secara langsung. Film yang turut didukung penuh oleh Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut ditampilkan dengan iringan musik gamelan karya Rahayu Supanggah dengan jumlah 20 pengrawit.
Garin bertekad melahirkan karya film yang ber-genre horor kontemporer ini karena terinspirasi dari film bisu klasik Jerman, Nosferatu, karya Friedrich Wilhelm Murnau. Untuk Setan Jawa sendiri adalah film yang memang lekat dengan mitologi Jawa. Latar belakang cerita diambil di awal abad 20-an, yang mengisahkan seorang pria bernama Setio (diperankan Heru Purwanto) sedang jatuh cinta dengan Asih (diperankan Asmara Abigail), seorang putri dari bangsawan Jawa. Namun, lamaran Setio tersebut sempat ditolak. Penolakan inilah yang membuat Setio akhirnya melakukan kesepakatan tertentu dengan iblis (diperankan Luluk Ari) dan menjadi kunci berkembangnya cerita dalam film ini.
Film Setan Jawa tak hanya diputar di Indonesia saja, melainkan telah diputar di berbagai acara internasional luar negeri, seperti salah satunya di World Premiere Opening Nights of Asia Pacific Triennial of Performing Arts, Melbourne, tahun 2017 silam. Karya berdurasi 70 menit ini juga merupakan debut akting aktris Asmara Abigail dalam film panjang.
3. If This is My Story (2018)

Kemudian ada film format hitam putih lain yang berjudul If This is My Story (2018). Film ini digarap oleh penulis, aktris, sekaligus sutradara ternama Djenar Maesa Ayu yang berkolaborasi dengan sutradara Singapura, Kan Lume, dan hanya dibintangi oleh tiga talenta terbaik negeri ini.
If This is My Story mengisahkan kehidupan tiga orang berbeda yang saling berhubungan, mereka adalah Kay (sama-sama diperankan Cornelio Sunny dan Reza Rahadian) serta Dee (diperankan Sha Ine Febriyanti). Film ini berfokus pada hubungan antara suami istri yang tidak baik-baik saja dan membuat mereka akhirnya mulai mendiskusikan tentang perceraian.
Keunikan film ini tak hanya ditampilkan dari visualnya yang tampak hitam putih dan minimnya jumlah pemain, namun juga proses syutingnya. Pengambilan gambar dari film yang saat ini ditayangkan di platform streaming Bioskop Online tersebut rupanya hanya dengan menggunakan smartphone. Selain itu, ada scene yang diambil dengan teknik one take dan long take selama 20 menit.
Film satu ini berhasil meraih penghargaan dan nominasi dari festival film bergengsi. Di antaranya sukses mengantarkan Reza Rahadian raih penghargaan Best Performance dari JAFF Indonesian Screen Awards 2018. Lalu juga mendapat nominasi Best Film dari JAFF Indonesian Screen Awards 2018 pula dan nominasi Film Independen Non-Bioskop Reguler Terpilih Piala Maya 2020.
4. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film/JESEDEF (2023)

Lalu inilah film yang berhasil memborong 7 Piala Citra FFI 2024, Jatuh Cinta Seperti di Film-Film atau yang kerap disingkat JESEDEF/JCSDFF, sebuah film produksi IMAJINARI, rumah produksi yang didirikan oleh Ernest Prakasa. Sebagai film yang lahir dari PH baru, film ini sudah dinilai sukses menarik perhatian penonton.
Visual hitam putih ditampilkan sebanyak 80% dari keseluruhan film yang dinahkodai oleh Yandy Laurens ini. Alasan pemilihan konsep ini salah satunya terkait latar belakang cerita dalam film, yang mengisahkan sosok perempuan bernama Hana (diperankan Nirina Zubir), yang harus kehilangan suaminya (diperankan Donne Maula) untuk selama-lamanya karena meninggal. Bentuk kehilangan yang dirasakan oleh Hana ini yang coba disimbolkan dengan warna hitam putih dalam filmnya.
Usai dirundung duka dan mencoba melanjutkan hidup normalnya kembali, Hana bertemu kawan SMA-nya yakni Bagus (diperankan Ringgo Agus Rahman). Ternyata, Bagus masih menyimpan rasa dan berniat untuk mendekati Hana yang telah sendiri dengan cara berbeda, yakni membuat film dari skenario yang telah ia buat.
JESEDEF memang terbilang luar biasa unik, lantaran menceritakan kisah film di dalam film. Sosok-sosok yang berkaitan dengan dunia perfilman turut digambarkan dalam film ini, seperti penulis skenario, aktor, produser, dan juga editor. Di FFI 2024, film ini berhasil memborong 11 nominasi, dan 7 di antaranya berhasil dimenangkan.
7 penghargaan Piala Citra tersebut antara lain Film Cerita Panjang Terbaik, Penulis Skenario Terbaik untuk Yandy Laurens, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Ringgo Agus Rahman, Pemeran Utama Perempuan Terbaik untuk Nirina Zubir, Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Alex Abbad, Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik untuk Sheila Dara Aisha, dan Pencipta Lagu Tema Terbaik untuk Donne Maula.
5. Samsara (2024)

Delapan tahun berlalu, Garin Nugroho akhirnya kembali membuat karya film hitam putih tanpa dialog yang kental dengan nuansa budaya Indonesia. Kali ini berjudul Samsara (2024) yang juga mengusung konsep cine-concert seperti halnya film Setan Jawa (2016).
Konsep cine-concert dibuat agar penonton dapat merasakan sensasi pemutaran film dengan tambahan alunan orkestra secara langsung. Ada sedikit kemiripan antara film Setan Jawa dan Samsara karya sutradara 63 tahun ini. Baik Setan Jawa dan Samsara, sama-sama memiliki latar belakang cerita era awal abad 20-an tentang seorang pria yang melakukan perjanjian ghaib demi mendapatkan perempuan pujaannya.
Bedanya, Samsara mengambil budaya dan latar tempat daerah Bali. Detail cerita dan penokohannya pun juga berbeda. Pria yang melakukan perjanjian ghaib ini tak lain bernama Darta (diperankan oleh Ario Bayu), yang dalam film ini didapuk menjadi tokoh utama.
Meski mengusung konsep cine-concert, film ini tetap dapat ditonton secara luas di bioskop dalam bentuk film panjang pada umumnya, setelah sebelumnya sempat dihadirkan di beberapa panggung. Film Samsara dijadwalkan hadir menjadi film pembuka di JAFF 2024 pada 30 November 2024 mendatang.
Dalam gelaran FFI 2024, film satu ini berhasil meraih 9 nominasi dan berhasil membawa pulang 4 Piala Citra, antara lain Sutradara Terbaik untuk Garin Nugroho, Penata Busana Terbaik untuk Retno Ratih Damayanti, Penata Musik Terbaik untuk Wayan Sudirana dan Kasimyn, juga Pengarah Sinematografi Terbaik untuk Batara Goempar.
Raihan penghargaan termasuk yang terbaru kemenangan di FFI 2024, membuktikan bahwa film yang disuguhkan dengan visual hitam putih tak kalah baik dan menarik dengan film berwarna pada umumnya. Nah, dari sekian judul di atas, mana film hitam putih era kini yang paling menjadi favoritmu?