6 Film yang Meleburkan Fiksi dan Realitas, Intriguing!

Sama seperti sastra, film dibedakan jadi dua kategori besar, fiksi dan nonfiksi atau yang kita kenal dengan dokumenter. Keduanya jelas beda dari segi materi. Satu berdasarkan imajinasi penulis naskah dan lainnya diambil dari fakta atau realitas.
Namun, namanya seni, semuanya amat cair. Sineas diberi kebebasan untuk membuat apapun yang mereka mau. Inilah yang kemudian memunculkan genre baru berjuluk docufiction, semidocumentary, dan mockumentary. Ketiganya meleburkan fiksi dengan realitas. Seberapa serunya genre ini? Berikut enam judul terbaiknya.
1. Close-Up (1990)

Saat bicara peleburan fiksi dan realitas, kamu harus coba nonton Close-Up arahan Abbas Kiarostami. Film berdurasi 98 menit ini disebut sebagai terobosan inovatif dalam sejarah sinema.
Ceritanya tentang seorang pria yang dituntut karena diduga memalsukan identitasnya dan menipu sebuah keluarga. Investigasi dan persidangan dalam Close-Up sengaja disorot bak film dokumenter. Ini mengapa sinema klasik Iran ini dikategorikan docufiction.
2. 3 Faces (2018)

Legasi Kiarostami bisa kita temukan dalam karya-karyanya Jafar Panahi. Salah satunya dalam film 3 Faces yang juga mengaburkan antara realitas dan fiksi. Film dimulai dengan video seorang perempuan muda sedang memberikan testimoni tentang cita-citanya yang ditentang kedua orangtuanya.
Aktris Iran, Behnaz Jafari yang menonton video itu kemudian meminta bantuan sutradara Jafar Panahi untuk mengantarnya ke desa tempat sang perempuan muda itu tinggal. Perjalanan untuk mengetahui akar masalah dari video tersebut pun secara dinamis ditangkap lewat kamera ponsel dan profesional. Sama dengan Close-Up, film ini masuk dalam kategori docufiction, yakni cerita fiktif yang dikemas layaknya dokumenter.
3. Nomadland (2020)

Dengan melibatkan Frances McDormand, film ini pun terasa seperti drama fiktif pada umumnya. Namun, bila diperhatikan lebih dekat, sebenarnya para pemeran lain dalam Nomadland memerankan diri mereka sendiri, yakni para penghuni trailer park di sebuah lahan kosong di Amerika Serikat.
Sama dengan karakter McDormand, mereka adalah orang-orang yang hidup nomaden di dalam van mereka. Nomadland sendiri terinspirasi dari sebuah buku nonfiksi, tetapi diceritakan ulang lewat karakter fiktif yang diperankan McDormand.
4. Borat (2006)

Borat bisa jadi contoh ideal bagaimana fiksi dan realitas dibuat kabur. Hampir sama dengan Nomadland, karakter utamanya merupakan tokoh fiktif yang diperankan aktor profesional. Dalam kasus ini Sacha Baron Cohen.
Lewat karakternya yang bernama Borat Sagdiyev, sang sutradara mencoba menyindir gaya hidup dan kebijakan pemerintah Amerika Serikat. Menariknya, ini dilakukan dengan cara membandingkan Amerika Serikat dengan Kazakhstan.
Kebanyakan orang-orang Kazakhstan yang dilibatkan dalam film merupakan orang biasa yang ditemui kru di jalan secara spontan. Sinema inovatif ini dikategorikan sebagai mockumentary, yakni karya fiksi satire yang dikemas dalam format dokumenter.
5. Bloody Nose, Empty Pockets (2020)

Berada di antara dokumener dan drama, Bloody Nose, Empty Pockets mengikuti obrolan dan tingkah para pengunjung bar yang hampir tutup. Duo sutradara Turner Ross dan Bill Ross IV mengumpulkan sejumlah talent dan memberikan mereka garis besar topik, kemudian membebaskan mereka untuk berimprovisasi.
Beberapa dari talent yang terpilih punya pengalaman akting, tetapi tak sedikit yang benar-benar amatir. Premisnya boleh sederhana, tetapi kritikus dan penikmat film ternyata menyukainya.
6. Funny Games (1997)

Funny Games jelas bukan film dokumenter, tetapi ia masuk dalam tipe sinema yang meleburkan realitas dan fiksi. Sejak awal terasa seperti sinema biasa yang diambil dengan kamera profesional dan fokus pada perkenalan karakter-karakternya.
Namun, di tengah-tengah film, beberapa aktor akan mengajak penonton berinteraksi dengan berbicara ke arah kamera. Ini adalah sebuah ide yang di luar kebiasaan. Apalagi genre yang dipilih Michael Haneke adalah horor-psikologi.
Meleburkan fakta dan fiksi dalam film ternyata sah-sah saja dilakukan. Asalkan jelas batasannya, bukan sengaja dibuat untuk menyebarkan informasi yang sesat.