Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Keputusan Fatal yang Menghancurkan Karier Band Terkenal

The Clash (instagram.com/the_clash)

Mengelola band tidak hanya soal membuat musik hebat, tetapi juga mengambil keputusan tepat di balik layar. Sayangnya, tak semua band beruntung dalam hal ini. Beberapa langkah yang mereka ambil justru menjadi bumerang dan menyebabkan perpecahan atau bahkan akhir dari perjalanan mereka di dunia musik.

Dari manajemen yang salah hingga konflik internal tak terhindarkan, keputusan-keputusan ini menjadi pengingat bahwa sukses di dunia musik bukan hanya soal bakat, tapi juga strategi yang cerdas. Berikut ini adalah enam keputusan fatal yang diambil oleh band-band besar yang berujung pada kehancuran karier mereka.

1. The Beatles – Mempekerjakan Allen Klein

The Beatles (instagram.com/thebeatles)

Setelah kesuksesan luar biasa dari album Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band, The Beatles memutuskan untuk mengganti manajemen dan merekrut Allen Klein. Sayangnya, keputusan ini justru menjadi awal kehancuran. Paul McCartney sejak awal merasa tidak nyaman dengan gaya manajemen Klein dan menolak untuk bekerja dengannya.

Alih-alih mencari manajer lain, anggota band lainnya malah mendukung Klein. Konflik ini memicu ketegangan internal yang berujung pada perpecahan. Bahkan, Klein mendorong Lennon untuk menyindir McCartney dalam lagu "How Do You Sleep?" Waktu akhirnya membuktikan bahwa McCartney benar, Klein diketahui merugikan The Beatles secara finansial.

Banyak yang menyalahkan Yoko Ono atau faktor lain atas bubarnya band ini, tetapi kenyataannya keputusan untuk mempekerjakan Klein adalah kesalahan terbesar mereka.

2. Pink Floyd – Memberi Roger Waters kendali penuh

Pink Floyd (instagram.com/pinkfloyd)

Roger Waters menjadi sosok yang sangat dominan dalam Pink Floyd. Ia mengambil alih kendali penuh dalam proyek The Wall, termasuk mengatur instrumen serta vokal setiap anggota band. Waters bahkan memecat pemain keyboard Richard Wright selama proses produksi dan kemudian mempekerjakannya kembali sebagai musisi bayaran untuk tur.

Meskipun The Wall sukses secara komersial, kekuasaan Waters yang terlalu besar merusak dinamika band. Setelah album The Final Cut, Waters keluar untuk mengejar karier solo, sementara David Gilmour mengambil alih kendali. Keputusan Waters untuk menguasai segalanya menjadi contoh bagaimana kurangnya kompromi dapat menghancurkan sebuah band yang besar.

3. Van Halen – Merekrut Gary Cherone

Van Halen (van-halen.com)

Van Halen adalah band rock dengan energi luar biasa yang tetap bertahan meski kehilangan vokalis orisinal mereka, David Lee Roth. Setelah masa kejayaan bersama Sammy Hagar, mereka mencoba mengulang kesuksesan dengan merekrut Gary Cherone, mantan vokalis band Extreme. Cherone memiliki suara yang kuat, tetapi gaya musiknya tidak sesuai dengan identitas Van Halen.

Album Van Halen III yang seharusnya menjadi babak baru justru membuat para penggemar kecewa. Lagu-lagu yang panjang dan kurang inspiratif membuat album ini gagal secara komersial. Akibatnya, band tersebut kehilangan arah dan vakum selama beberapa tahun. Meski berbakat Cherone tidak mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh pendahulunya.

4. The Eagles – Bertengkar di atas panggung

The Eagles (instagram.com/thebandeagles)

Konflik internal sering terjadi dalam sebuah band, tetapi menjaga profesionalitas di depan penonton adalah hal yang penting. Sayangnya, hal ini tak dilakukan oleh Don Felder dan Glenn Frey dari The Eagles. Pada sebuah konser amal, Felder secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap penyelenggara acara, yang memicu pertengkaran dengan Frey di atas panggung.

Meski pertunjukan berjalan lancar, interaksi antara lagu penuh dengan ancaman dan amarah. Setelah konser, Felder menghancurkan gitarnya dan meninggalkan lokasi. Momen ini menandai berakhirnya era kejayaan The Eagles dan menjadi salah satu perpecahan paling terkenal dalam sejarah rock.

5. Aerosmith – Bertengkar gara-gara susu tumpah

Aerosmith (instagram.com/aerosmith)

Kehidupan musisi sering kali dipenuhi tekanan, baik dari pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Joe Perry dari Aerosmith menghadapi situasi serupa saat istrinya, Elyssa, bertengkar dengan anggota band lainnya karena masalah sepele yaitu susu tumpah di belakang panggung. Perry dan Steven Tyler terlibat dalam argumen panas yang berujung pada keluarnya Perry dari band.

Kepergian Perry membuat Aerosmith kehilangan salah satu pilar kreatifnya dan proyek solo Perry pun gagal bersinar. Untungnya, pada awal 1980-an, mereka berdamai dan kembali menghasilkan musik bersama. Ini membuktikan bahwa bahkan konflik kecil pun bisa berujung pada perpecahan besar.

6. The Clash – Memecat Mick Jones

The Clash (instagram.com/the_clash)

The Clash dikenal sebagai salah satu band punk paling berpengaruh dengan Mick Jones dan Joe Strummer sebagai duo kreatif utama. Namun, ketegangan antara keduanya memuncak selama tur Combat Rock. Jones yang lebih suka tampil sebagai rock star bentrok dengan visi Strummer yang lebih politis. Manager Bernard Rhodes akhirnya meyakinkan Strummer untuk memecat Jones.

Keputusan ini terbukti fatal karena album Cut the Crap tanpa Jones menjadi kegagalan besar. Ditambah lagi The Clash mulai kehilangan daya tariknya. Meski Strummer kemudian menyesali keputusannya, band ini tak pernah mencapai kejayaan yang sama lagi.

Setiap band besar pasti menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun luar. Namun, keputusan yang salah bisa menjadi bencana yang meruntuhkan segalanya. Kisah-kisah di atas menjadi pengingat bahwa kesuksesan dalam musik membutuhkan lebih dari sekadar bakat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Emma Kaes
EditorEmma Kaes
Follow Us