Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Rekomendasi Film Horor Metaforis untuk Pencinta The Platform

adegan dalam film The Platform 2. (dok. Netflix/The Platform 2)

Lima tahun lalu, The Platform (2019) berhasil menyita perhatian para sinefili dengan premis unik yang memadukan horor dan kritik sosial lewat setting menara penjara bertingkat. Film ini memperlihatkan realitas brutal dari ketimpangan sosial melalui sistem pembagian makanan yang kejam.

Kesuksesan besar film tersebut membuat Netflix memutuskan untuk merilis sekuelnya, The Platform 2, yang akan tayang pada Jumat (4/10/2024). Sekuel ini siap melanjutkan teror sekaligus refleksi mendalam tentang kesenjangan yang semakin relevan dengan kondisi dunia saat ini.

Dalam dunia perfilman, seri The Platform sendiri dapat digolongkan sebagai film horor metaforis. Film horor metaforis menggunakan unsur kengerian bukan hanya untuk menakut-nakuti, tetapi juga untuk menyampaikan pesan-pesan sosial atau filosofis. Biasanya, film jenis ini mampu membuat penonton terus berpikir bahkan setelah film usai.

Bagi kamu yang penasaran dengan genre ini, tujuh rekomendasi film horor metaforis berikut bisa menjadi pilihan menarik selain The Platform. Yuk, simak daftarnya dan temukan sisi lain dari horor yang lebih dari sekadar jump scare!

1. It Follows (2014)

adegan dalam film It Follows. (dok. RADiUS-TWC/It Follows)

It Follows karya David Robert Mitchell adalah film horor metaforis pertama yang wajib masuk watchlist-mu. Ceritanya berpusat pada Jay (Maika Monroe), remaja yang mendapati dirinya diikuti oleh entitas supranatural setelah mengalami hubungan seksual. Entitas ini bergerak lambat namun pasti, dan hanya bisa dilihat oleh orang yang terkutuk.

Keunikan It Follows, meski kontroversial, terletak pada cara film ini menggunakan seks sebagai metafora. Dalam film ini, seks menjadi simbol dari ketakutan dan kecemasan yang lebih dalam. Entitas yang mengikuti Jay bisa diartikan sebagai representasi dari penyakit menular seksual atau bahkan rasa bersalah dan trauma yang terus menghantui.

2. Battle Royale (2000)

adegan dalam film Battle Royale. (dok. Toei/Battle Royale)

Empat belas tahun sebelum It Follows, Battle Royale sudah lebih dulu mengejutkan dunia dengan premisnya yang kontroversial. Film ini mengisahkan tentang sekelompok siswa SMA yang dipaksa untuk saling membunuh di sebuah pulau terpencil sebagai bagian dari program pemerintah. Setiap siswa dibekali dengan senjata acak dan kalung peledak yang akan meledak jika mereka melanggar aturan atau mencoba melarikan diri.

Bukan sekadar film horor penuh darah, Battle Royale juga sebuah kritik sosial yang tajam terhadap sistem pendidikan di Jepang. Film ini menggambarkan bagaimana generasi muda terobsesi dengan kompetisi dan kesuksesan yang toksik. Melalui karakter-karakternya, kita melihat berbagai reaksi terhadap situasi ekstrem ini, mulai dari ketakutan, pengkhianatan, hingga solidaritas.

3. Under the Shadow (2016)

adegan dalam film Under the Shadow. (dok. XYZ Films/Under the Shadow)

Under the Shadow adalah bukti kalau perfilman Iran juga jago menciptakan horor yang penuh makna. Disutradarai oleh Babak Anvari, film ini mengikuti Shideh (Narges Rashidi) dan putrinya, Dorsa (Avin Manshadi), yang terjebak di apartemen mereka saat perang Iran-Irak sedang memanas di Tehran tahun 1988. Namun, ancaman yang mereka hadapi bukan hanya dari perang, tetapi juga dari jin yang mulai mengganggu mereka.

Dalam Under the Shadow, metafora yang digunakan sangat kuat dan berlapis. Shideh, yang pernah dikeluarkan dari sekolah kedokteran karena aktivitas politiknya, harus berjuang melawan norma-norma sosial yang mengekang kebebasannya. Jin yang menghantui apartemennya mencerminkan rasa tak berdaya dan ketidakadilan yang dirasakan oleh Shideh dan banyak perempuan di Iran pada masa itu.

4. Men (2022)

adegan dalam film Men. (dok. A24/Men)

Dari sekian banyak sineas Hollywood, Alex Garland adalah salah satu yang konsisten menghadirkan karya-karya yang kaya akan subteks, termasuk Men yang menjadi film ketiganya ini. Film ini mengisahkan Harper (Jessie Buckley), seorang wanita yang mencari ketenangan di pedesaan Inggris setelah mengalami tragedi pribadi. Namun, ketenangannya berubah menjadi mimpi buruk ketika ia diteror oleh sosok-sosok pria yang misterius.

Meskipun beberapa kritikus merasa bahwa film ini terlalu ambigu, tak dapat disangkal bahwa Men adalah karya yang berani dan memancing diskusi. Film ini mengeksplorasi trauma, kesedihan, dan dinamika gender dengan cara yang provokatif dan sering kali tidak nyaman. Karakter-karakter pria yang diperankan oleh Rory Kinnear, hadir sebagai representasi dari berbagai aspek maskulinitas yang mengintimidasi Harper.

5. Cube (1997)

adegan dalam film Cube. (dok. Trimark Pictures/Cube)

Jika The Platform menggunakan penjara vertikal untuk menggambarkan ketimpangan sosial, Cube menyajikan metafora kehidupan manusia lewat labirin tiga dimensi yang misterius. Film ini mengisahkan tujuh orang asing yang terbangun di sebuah kubus raksasa yang terdiri dari ruangan-ruangan kecil berbentuk kubus. Setiap ruangan memiliki pintu di setiap sisi yang menghubungkan ke ruangan lain, namun beberapa di antaranya dipenuhi dengan jebakan mematikan.

Para karakter dalam Cube harus bahu-membahu memecahkan teka-teki matematika yang rumit demi menemukan jalan keluar. Namun, ketegangan dan konflik antar karakter sering kali menghalangi mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini mencerminkan bagaimana ego dan ketidakpercayaan dapat menghancurkan kerja sama dan harapan.

6. Us (2019)

adegan dalam film Us. (dok. Universal Pictures/Us)

Get Out (2017) memang berhasil mengukuhkan nama Jordan Peele sebagai sutradara yang berani mengangkat isu rasisme dalam genre horor. Namun, karyanya setelahnya, Us, pun tak kalah mengesankan.

Us dibuka dengan adegan pada 1986, di mana seorang gadis kecil bernama Adelaide mengalami peristiwa traumatis di sebuah rumah cermin di Santa Cruz. Bertahun-tahun kemudian, Adelaide (Lupita Nyong'o) kembali ke tempat tersebut bersama keluarganya untuk berlibur. Namun, liburan mereka terusik ketika muncul sekelompok orang yang tampak persis seperti mereka, namun dengan niat jahat.

Film ini menyoroti konsep doppelgänger, yang dalam film ini bisa diartikan sebagai representasi dari sisi gelap yang ada dalam diri setiap manusia. Peele mengajak penonton untuk bertanya-tanya, siapa sebenarnya musuh kita? Apakah mereka yang berbeda dari kita, atau justru diri kita sendiri? 

7. I Saw the TV Glow (2024)

adegan dalam film I Saw the TV Glow. (dok. A24/I Saw the TV Glow)
adegan dalam film I Saw the TV Glow. (dok. A24/I Saw the TV Glow)

Untuk menutup daftar ini, ada I Saw the TV Glow yang disutradarai oleh Jane Schoenbrun. Film ini mengisahkan perjalanan Owen (Justice Smith), seorang remaja yang terus mencari jati diri di tengah tekanan sosial dan personal yang menghimpitnya. Satu-satunya yang membuatnya merasa nyaman adalah acara TV misterius berjudul The Pink Opaque.

I Saw the TV Glow menggunakan The Pink Opaque untuk menggambarkan identitas seksual sang karakter utama. Perjalanan Owen dalam memahami dirinya melalui acara tersebut mencerminkan perjuangan banyak individu dalam menerima orientasi seksual mereka. Di sini, The Pink Opaque menjadi cerminan dari dunia batin Owen, di mana ia merasa lebih bebas untuk mengeksplorasi identitas seksualnya tanpa represi dari dunia luar.

Dari It Follows hingga I Saw the TV Glow, setiap judul di atas berhasil membuktikan bahwa film horor bisa menjadi medium yang ampuh untuk menyampaikan kritik sosial dan pesan filosofis. Jadi, tunggu apa lagi? Segera siapkan mentalmu dan eksplorasi sisi gelap dari realitas lewat film-film penuh simbol ini!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Wibawa
EditorSatria Wibawa
Follow Us