9 Film Romantis dengan Tema 'Anti-Mainstream' yang Harus Kamu Tonton

Annie Hall adalah film yang bertemakan cinta sebagai suatu kebutuhan, yang memperlihatkan paparan lucu tentang bagaimana sebuah hubungan akan berakhir. Film ini disutradai oleh Woody Allen, yang memang dikenal sebagai penulis skenario jenius. Bisa dibilang kalau Annie Hall adalah film terbaiknya.

Dalam film ini, Allen memainkan versi dirinya sendiri, seorang pria yang merenungkan kegagalan hubungannya dengan Annie Hall (Diane Keaton), seorang wanita yang menyenangkan dan hidup seolah-olah tanpa beban. Sepanjang film, bisa dibilang bahwa chemistry di antara keduanya sangat menakjubkan.

Walau terdapat banyak dialog yang cerdas dan lucu, film ini juga bisa sangat menyedihkan. Lewat film ini, Allen menyentuh beberapa topik mulai dari perbedaan gender hingga psikoanalisis dan identitas Yahudi.

Mengusung tema cinta vs persahabatan, When Harry Met Sally... berhasil menjadi film yang sangat manis, sangat nyata, dan menjadi salah satu film yang paling berpengaruh dalam genre romantis.

Film ini berfokus pada kisah Harry dan Sally, yang saling bertemu saat lulus dari perguruan tinggi. Setelahnya mereka menjalani hubungan yang gagal dengan orang lain. Mereka kemudian terus bertemu lagi sampai akhirnya menjadi teman. Ketika hubungan pertemanan mereka menjadi semakin dalam, mereka ingin menjalani hubungan yang lebih dari itu.

When Harry Met Sally... menjadi salah satu film romantis paling ringan dalam daftar ini, yang dapat menceritakan kisah percintaan yang hebat tanpa terlalu dramatis. Dengan skenario yang realistis, film ini menampilkan banyak adegan lucu namun tetap menyentuh.

When Harry Met Sally.. adalah sebuah film yang unik bagi genre rom-kom, yang turut memengaruhi banyak film romantis pada dekade berikutnya.

Bisa dibilang, Three Colors: Red adalah sebuah analisis unik tentang kehilangan cinta. Triloginya, Three Colors, terinspirasi oleh Revolusi Prancis (dengan warna yang sama dengan benderanya; biru, putih, merah).

Ketiga film tersebut sama-sama mengesankan, dan film terakhirnya (Three Colours: Red) berhasil menuturkan sebuah akhir dari kisah asmara dengan cara yang unik.

Three Colors: Red adalah sebuah film anti-romansa, yang bercerita tentang hubungan misterius antara seorang model, seorang mahasiswa hukum dan seorang pensiunan hakim. Film ini adalah seni abstrak yang ditampilkan dengan penuh teka-teki, namun mudah dicerna. 

Tidak mengherankan jika magnum opus Kieslowski ini menerima pengakuan universal, sekaligus mendapatkan nominasi Oscar untuk arahan, skenario dan sinematografi.

Film pertamanya, Before Sunrise menceritakan seorang penulis muda asal Amerika, Jesse (Ethan Hawke) dan seorang mahasiswi Perancis, Celine (Julie Deply), yang saling jatuh cinta selama satu malam di Wina.

Sembilan tahun kemudian, mereka kembali dalam sekuelnya, Before Sunset, di mana mereka berbagi cerita mengenai pengalaman, perspektif, dan apakah mereka masih saling mencintai meskipun Jesse sudah menikah dan memiliki anak. Setelahnya, mereka kembali bertemu di Before Midnight, 18 tahun setelah pertemuan pertama mereka.

Trilogi ini dapat menyentuh hati, namun disaat yang sama bisa lucu, menarik dan indah. Dialog di dalamnya ditulis dengan sangat hati-hati sehingga orang akan berpikir bahwa keduanya benar-benar saling jatuh cinta. Trilogi ini adalah potret cinta yang jujur ​​dan benar-benar menarik, yang menunjukkan perjalanan suatu hubungan dari waktu ke waktu.

Jika kamu sedang mencari film yang merefleksikan cinta yang diungkapkan dengan begitu puitis, maka In the Mood for Love adalah film yang harus kamu tonton. Film ini berlatar pada tahun 60-an di Hong Kong, dan menceritakan tentang dua tetangga yang membentuk sebuah hubungan terlarang setelah mencurigai bahwa pasangan mereka saling berselingkuh.

In the Mood for Love sangat memesona dalam pengekspresian puitisnya, karena sang sutradara lebih tertarik pada pengambilan gambar secara spontan tanpa naskah. Ia lebih memilih untuk mengembangkan cerita selama pembuatan film walau memakan waktu pembuatan yang lebih dari setahun.

Film ini berhasil mengungkapkan cinta melalui refleksinya yang pahit, begitu pula dengan rahasia, peluang yang terlewatkan, kesepian, dan pengkhianatan di dalamnya.

Eternal Sunshine of the Spotless Mind adalah film yang berhasil menjelaskan tentang apa yang membuat hubungan berjalan, dan bagaimana ingatan memengaruhi keinginan untuk melanjutkannya. Film ini adalah kisah ambisius nan hebat tentang bagaimana kenangan dapat membentuk persepsi tentang cinta.

Dalam film ini, Jim Carrey menjadi aktor yang benar-benar berbeda dalam peran dramatisnya (Joel), dan Kate Winslet tetap bersinar dalam potret Clementine yang atraktif namun "nyentrik."

Film ini sendiri menceritakan akhir dari hubungan mereka setelah Clementine menggunakan sebuah teknologi yang bisa menghapus kenangan buruk dalam hubungan mereka. Merasa tersakiti, Joel pun ikut menggunakan teknologi itu untuk melupakan Clementine.

Film ini adalah film romantis yang sangat emosional, yang mengambil rasa sakit dan kesenangan dari cinta lewat proses ekstrasi ingatan yang dilakukan di dalamnya.

Pada dasarnya, film musikal dapat mengundang romantisme melalui iramanya. Namun pada kenyataannya, film-film tersebut sering kali menjadi "biasa saja" karena tidak memiliki alur cerita dan pengembangan karakter yang selaras dengan ketukan musik.

Contoh terbaru dari film musikal yang bagus akhir-akhir ini adalah La La Land, meskipun sebagian besar elemennya diadaptasi dari film The Umbrellas of Cherbourg. Hal ini berbeda dengan Once, yang secara inheren dapat menyajikan hal yang berbeda lewat orisinalitas tema di dalamnya.

Film ini bercerita tentang dua musisi yang sedang berjuang di Dublin, yang diperankan oleh Glen Hansard dan Markéta Irglová (musisi sungguhan), yang menggubah dan membawakan lagu-lagu untuk film secara eksklusif.

Dengan anggaran yang hanya sekitar $150.000, cerita di dalam film ini dapat berkembang menjadi kisah yang menghangatkan hati, sama sekali tidak sentimental, dan menyuguhkan pertunjukan alam yang menakjubkan.

India memiliki tradisi untuk membuat kisah cinta yang epik, mengingat banyaknya roman Bollywood yang biasanya memiliki durasi yang panjang dan sering bercampur dengan genre lainnya. Namun berbeda dengan film Bollywood "mainstream" lainnya, The Lunchbox berhasil menawarkan sesuatu yang berbeda untuk para pecinta film romansa.

Bahan magis di sini adalah cinta akan makanan. Film ini menceritakan kisah antara seorang duda dan seorang ibu muda dengan bakat membuat kotak makan siang yang lezat. Kedua karakter ini saling mengenal satu sama lain hanya melalui surat, dan dengan cepat mulai membangun dunia fantasi bersama.

Film ini bukan hanya tentang romansa yang tidak mungkin antara dua orang yang tidak pernah bertemu, melainkan memberikan gambaran yang jujur ​​tentang kesepian dan bagaimana cinta dapat mengubah dua tipe orang yang sangat berbeda.

Bahan penghubung di dalamnya adalah makanan lezat dan menyenangkan yang menegaskan pepatah lama bahwa "Jalan menuju hati seseorang adalah melalui perutnya."

Her adalah sebuah film dengan kisah mendalam tentang sebuah hubungan di dunia modern. Di saat teknologi terus berkembang, sifat dalam suatu hubungan pun ikut berubah.

Sang "Joker," Joaquin Phoenix, benar-benar sempurna dalam membawakan tema tersebut melalui Theodore Twombly, seorang pria yang menderita patah hati setelah bercerai. Ia kemudian jatuh cinta pada Samantha, AI wanita yang disuarakan dengan sensualitas yang luar biasa oleh Scarlet Johansson.

Kemampuan Spike Jonze untuk mengambil konsep cerdas melalui resonansi emosional yang menyentuh menghasilkan sinematografi yang memesona dalam film ini. Her adalah sebuah kisah cinta yang lembut, menyentuh, dan secara intrinsik mempertanyakan apa artinya mencintai, terutama mencintai "spesies" selain manusia.

Nah, itu tadi 9 film romantis anti-mainstream yang harus kamu tonton. Bagaimana, tertarik untuk menontonnya?