Apakah Durasi Standing Ovation Menentukan Kualitas Sebuah Film?

- Media mempengaruhi penilaian film dengan rating, ulasan kritikus, dan festival film bergengsi.
- Standing ovation di festival film bukan hanya tepuk tangan biasa, tapi bentuk validasi bagi sineas.
- Durasi standing ovation tidak menentukan kualitas film, namun memengaruhi pemberitaan dan promosi.
Tidak ada acuan khusus dalam menilai bagus atau tidaknya sebuah film. Semua kembali ke selera serta referensi masing-masing para penontonnya. Namun, pemberitaan media kerap kali mempengaruhi penilaian kita, menjadikan beberapa aspek sebagai tolak ukur. Mulai dari rating di sejumlah platform ternama, ulasan dari para kritikus terpercaya, jumlah logo festival film bergengsi yang terpampang di posternya, hingga lama durasi standing ovation yang didapat di festival film tertentu.
Yap, kamu tidak salah baca. Standing ovation. Dalam kancah festival film, standing ovation bukan hanya sekadar tepuk tangan meriah biasa. Hal ini merupakan bentuk validasi bagi para pembuat film, sebuah pengakuan atas pencapaian terbaik mereka.
Lantas, apa yang membuat durasi standing ovation begitu penting? Apakah durasi standing ovation menentukan kualitas sebuah film? Atau justru malah dilebih-lebihkan untuk kepentingan promosi? Cari tahu jawabannya lewat pembahasan di bawah ini.
1. Apa itu standing ovation?

Sesuai namanya, standing ovation merupakan tepuk tangan meriah yang diberikan para penonton. Selain bentuk apresiasi atas sebuah karya seni, standing ovation juga menjadi sebuah perayaan mendalam yang dibagikan oleh sutradara, aktor, serta kru lainnya kepada penonton.
Standing ovation lumrah terjadi pada penayangan perdana sebuah film yang digelar di ajang festival film bergengsi, seperti Cannes Film Festival dan Venice Film Festival. Durasinya cukup bervariatif mulai dari 4 menit hingga belasan menit. Semakin besar skala film tersebut di mana melibatkan sutradara dan aktor ternama, semakin besar pula peluang untuk mendapatkan standing ovation yang berlangsung lama.
2. Diadopsi dari tradisi pentas teater

Eksistensi standing ovation dapat ditelusuri kembali pada masa Yunani Kuno 700 SM, di mana teater pertama kali berkembang. Kala itu tepuk tangan, hentakan kaki, atau melempar benda ke arah panggung merupakan bentuk antusiasme atau kekecewaan yang dirasakan oleh penonton.
Standing ovation tersebut terus berkembang dan menjadi tradisi dalam seni teater Eropa, khususnya di gedung opera dan konser musik klasik pada abad ke-17. Populer di kalangan eliet, standing ovation bergeser menjadi lebih formal. Tidak hanya sebagai bentuk apresiasi kepada para seniman, lama dan antusiasmenya dinilai menunjukkan status sosial mereka di masyarakat.
Berangkat dari sini, standing ovation menjadi sebuah tradisi penting dalam festival film. Khususnya di Eropa, seperti Cannes dan Venice Film Festival, di mana durasinya menjadi sorotan utama media. Festival film bergengsi lainnya turut mengadopsi standing ovation sebagai bentuk apresiasi namun tidak sefanatik dua festival film tersebut.
3. Arti di balik durasi standing ovation

Sudah menjadi agenda tahunan bagi media besar melaporkan film-film yang menjadi bintang utama di Cannes dan Venice Festival, lengkap dengan durasi standing ovation yang diperoleh. Hal ini memicu perdebatan di kalangan kritikus dan penggemar film. Sebagian menganggapnya berlebihan. Tidak sedikit juga yang percaya jika durasi yang diraih dapat memprediksi nasib film tersebut di musim penghargaan.
Meskipun standing ovation bukan penentu kualitas sebuah film, tetapi durasinya menyiratkan pesan tertentu. Dilansir The Hollywood Reporter, film dengan standing ovation yang berlangsung selama 10 menit atau kurang bisa diartikan mendapatkan respons yang beragam. Bisa bernasib mujur, seperti The Shape of Water (2017) yang menggondol Best Picture di Oscar 2018. Bisa juga gagal total, seperti Joker: Folie à Deux (2024) yang digadang-gadang bakal mengikuti jejak film pertamanya, Joker (2019), yang sukses besar di pasaran dan musim penghargaan.
Hal tersebut juga berlaku dengan film yang memperoleh standing ovation selama 14 menit, bahkan lebih. The Room Next Door (2024) besutan sutradara Pedro Almodóvar yang meraih 18 menit standing ovation di Venice Film Festival tahun lalu justru kena snub di Oscar 2025. Sementara The Seed of the Sacred Fig (2024), yang sempat menggegerkan Cannes tahun lalu, melenggang ke Oscar tahun ini lewat nominasi Best International Feature Film.
Durasi ideal untuk standing ovation berkisar antara 11—13 menit. Cukup lama untuk menunjukkan apresiasi yang tulus dan tidak berlebihan. Hal tersebut terbukti dari The Brutalist (2024) yang memimpin musim penghargaan tahun ini meskipun terbelit kontroversi penggunaan Akal Imitasi (AI).
4. Standing ovation: penting atau tidak?

Suka atau tidak, nyatanya standing ovation tidak ada kaitannya sama sekali dengan kualitas sebuah film. Standing ovation murni didedikasikan sebagai penghargaan tulus bagi para pembuat film dan kru yang terlibat. Juga sebuah pengakuan atas kerja keras mereka dalam menciptakan karya seni dalam bentuk film.
Seiring berjalannya waktu, standing ovation menjelma sebagai bagian dari senjata utama dalam mempromosikan sebuah film. Memanfaatkan pemberitaan dari media besar, film tersebut dikemas dengan sangat menarik untuk meningkatkan daya tariknya. Sejumlah kru yang menghadiri premiere bahkan tidak segan-segan untuk memperpanjang durasi standing ovation demi menciptakan kesan yang luar biasa meriah. Menariknya, teknik pemasaran yang satu ini tidak pernah gagal dalam mencuri perhatian para penggemar film.
Sejatinya, standing ovation merupakan sebuah perayaan atas karya seni dan kerja keras pembuat film serta kru yang terlibat. Tidak ada patokan yang tepat dalam menentukan baik atau buruknya kualitas sebuah film. Semuanya kembali pada selera masing-masing.