Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dimas Bagus (dok. Pribadi/Dimas Bagus)

Surabaya, IDN Times - Dimas Bagus Triatma Yoga mengawali karier di dunia film sebagai Focus Puller. Ia mulai dipercaya sebagai Director of Photography (DOP) usai Sore: Istri dari Masa Depan (2017) sukses.

Menurut Dimas, DOP fokus menyajikan sinematografi yang menunjang keefektifan cerita di sebuah film. Sementara menyajikan sudut pengambilan gambar yang estetik adalah bonus.

Selain itu, ia juga berbagi soal tantangan dan tips bagi calon DOP. Simak wawancara khusus IDN Times soal profesi Director of Photography bersama Dimas Bagus Triatma Yoga dalam program #COD alias Cerita Orang Dalam!

1. DOP fokus menyajikan sinematografi yang menunjang keefektifan cerita, sementara keindahan bonus!

Dimas Bagus (dok. Pribadi/Dimas Bagus)

DOP bertugas menentukan sudut pengambilan gambar, gerak kamera, hingga jenis angle di dalam sebuah film. Dimas Bagus berkata jika tugas DOP dan kameramen di televisi berbeda.

"DOP atau sinematografer itu istilahnya lahir dari cinema film bioskop. Perbedaannya adalah proses persiapan, tugas, kewajiban, dan bentuk tanggung jawabnya berbeda (dari kameramen)," ungkap lulusan Institut Kesenian Jakarta tahun 2011 ini.

Menurut Dimas, prioritas utama saat membuat shot adalah memastikan efektivitas cerita. DOP juga perlu mempertimbangkan bagaimana cara menampilkan emosi-emosi yang disajikan dari akting para pemain.

"Prioritas dalam membuat shot atau visual itu menunjang kebutuhan ceritanya. Apakah shot yang dibuat itu efektif dalam menyampaikan kebutuhan ceritanya?" jelas Dimas.

Setelah semua aspek cerita sudah disajikan, DOP bisa membuat shot yang lebih estetik. Dimas menegaskan jika estetika dalam sebuah shot adalah bonus.

"Gambar yang indah tentu juga bisa menjadi tujuan, tapi setelah kebutuhan ceritanya dipenuhi dulu," tambahnya.

2. Sutradara, DOP, dan art director bekerja sama untuk menentukan color palette yang muncul di film

Dimas Bagus (dok. Pribadi/Dimas Bagus)

Dimas Bagus kerap membagikan still cut, sekaligus color palette dari film atau web series-nya. Kepada IDN Times, pemilik akun Instagram @dimasbagus_dp ini berbagi soal siapa yang bertanggung jawab dalam menentukan color palette dalam film.

"Penentuan color palette itu sebenarnya tugas DOP yang didiskusikan dengan sutradara dan art director Biasanya kalau saya bekerja itu malah, dari Yandy kasih color palette, dari saya ngasih color palette, dari art director ngasih color palette," jelas Dimas.

Color palette yang disepakati akan menentukan warna dari properti hingga wardrobe yang muncul di dalam film. Bahkan tak jarang warna yang dipilih memiliki makna tersendiri.

"Lahirlah kesepakatan color palette dalam sebuah film yang kesepakatan itu akan dipakai untuk penentuan warna wardrobefurniture, hingga tembok di lokasi," tutur filmmaker yang mengambil mayor sinematografi di IKJ itu.

3. Proses kreatif DOP dimulai sejak pra produksi hingga sebelum film tayang

Dimas Bagus (dok. Pribadi/Dimas Bagus)

Sebelum menentukan shot, DOP harus memahami naskah film yang akan mereka produksi. Setelah itu, DOP melakukan diskusi dengan sutradara dan art director sampai menghasilkan pergerakan kamera hingga desain produksi.

"Hal pertama yang harus DOP lakukan adalah membaca script. Setelah membaca script, DOP akan meeting dengan sutradara dan art director. Kemudian lahirlah konsep lighting, pergerakan kamera, warna, komposisi, dan lain-lain," ujar Dimas,

Sementara di tahap produksi, Dimas fokus merealisasikan desain shot dan lighting. Pada tahap ini, kerja sama antara DOP dan jobdesk lain sangat penting.

"Kolaborasi dengan baik antara sutradara, art directorgaffer, dan timnya. Itu tugas paling penting sebenarnya. Karena produksi itu biasanya ada peristiwa yang terjadi di luar rencana," tambahnya.

Tugas DOP masih berlanjut di tahap pasca produksi. Mereka masih harus terlibat di proses color grading, efek visual alias VFX, hingga tes DCP. Tujuannya agar desain yang sudah disiapkan sesuai dengan apa yang penonton lihat di layar.

"Paling terakhir di office terlibat di pasca produksi itu tes DCP untuk tayang di bioskop. Jadi kayak film cek di bioskop. Apakah file-nya sudah aman? Apakah ada warna yang meleset atau apa ada sesuatu yang kurang?" kata DOP di film 1 Kakak 7 Ponakan (2025) itu.

4. Tantangan menjadi DOP di dunia film Indonesia

Dimas Bagus (dok. Pribadi/Dimas Bagus)

Tantangan terbesar yang Dimas Bagus alami selama menjadi DOP adalah berkolaborasi. Menyatukan isi kepala banyak orang bukan hal mudah saat mengerjakan sebuah karya seni.

"Berurusan dengan manusia yang isi kepala dan latar belakangnya berbeda-beda dalam mengerjakan sebuah karya seni," jelas Dimas.

Selain itu, DOP juga dituntut untuk selalu kreatif. Meski begitu, saat menentukan shot DOP tetap berpegang teguh terhadap referensi dan sudut pandang sutradara.

"Kita harus berkreatif dan gak cuma asal jadi. Kita tetap harus punya target kreatif yang bagus gitu sih," lanjutnya.

5. Tips untuk calon DOP, Dimas: Lebih banyak nongkrong sama sutradara dan penulis naskah

Dimas Bagus (dok. Pribadi/Dimas Bagus)

Dimas Bagus berbagi tips untuk teman-teman yang sedang belajar menjadi DOP. Ia menyarankan calon DOP untuk sering nonkrong bersama sutradara dan penulis naskah.

"Coba teman-teman lebih banyak nongkrong atau diskusi itu sama sutradara atau penulis ya," ungkap Dimas Bagus yang sejak kuliah semester satu sering nongkrong bersama Sutradara Yandy Laurens.

Menurutnya, hal itu bisa membuat calon DOP mengerti cara sutradara dan penulis naskah berpikir, serta menyampaikan kegelisahan. Sehingga lebih mudah saat menciptakan sebuah visual.

"Ketika kalian sudah mengerti bagaimana sutradara berpikir dan menuangkan kegelisahannya dalam film. Waktu kalian mau menciptakan sebuah visual itu akan jadi lebih mudah," jelas filmmaker yang mengawali karier lewat film Get Married 3 (2011) ini.

Dimas Bagus memulai kiprahnya di dunia film dengan kuliah di Institut Kesenian Jakarta. Sempat berkarier sebagai Focus Puller, kini ia dipercaya sebagai Director of Photography di film-film Yandy Laurens.

Editorial Team