7 Film Debut Sutradara Luar Negeri Terbaik 2025

Urchin (dok. Picturehouse Entertainment/Urchin)

Urchin adalah film debut Harris Dickinson sebagai sutradara yang dapat banyak pujian. Ia terlibat sebagai pemeran pendukung, dan memilih Frank Dillane sebagai bintang utama karya sinematiknya itu. Dillane memerankan Mike, pemuda tunawisma yang ironisnya setelah terlibat kasus kriminal justru dapat kesempatan untuk memperbaiki hidupnya. Sayang, ternyata prosesnya gak semudah bayangan. Komentar sosialnya ngena, bikin kamu memikirkan kembali persepsimu tentang isu tunawisma.

Sorry, Baby (dok. A24/Sorry, Baby)

Eva Victor menyutradarai sekaligus membintangi sendiri film debutnya ini. Ia memerankan Agnes, mahasiswa doktoral yang mengalami kejadian mengerikan saat sedang bimbingan dengan seorang dosen. Menariknya, film ini tak berfokus pada pencarian keadilan dan investigasi seperti yang biasa kita temukan. Sebaliknya, Victor mengajak kita menemani proses Agnes menyembuhkan dirinya dari trauma. Salah satu poin menarik lain dari film ini adalah keputusan Victor merayakan hubungan pertemanan ketimbang hubungan romantis.

East of Wall (dok. Sony Pictures Classics/East of Wall)

Memakai pendekatan etnografi, Kate Beecroft berhasil bikin film yang imersif dengan judul East of Wall. Film ini menggunakan perspektif Tabatha, perempuan yang menemukan kekuatan dalam dirinya setelah menjanda. Ia bekerja mengelola peternakan dan penangkaran kuda dengan segala kesulitan ekonomi dan stigma yang menghantui, tetapi justru berhasil memberi ruang tumbuh untuk banyak orang yang membutuhkan.

My Father's Shadow (dok. New Zealand International Film Festival/My Father's Shadow)

My Father’s Shadow adalah salah satu film debut yang mencuri perhatian di Cannes Film Festival. Diadaptasi dari kisah hidupnya sendiri, Davies akan mengantarmu melihat Nigeria tahun 1993 ketika negeri itu sedang mengalami transformasi politik hebat. Saat itu, seorang pria yang sudah lama tak pulang karena alasan yang tak dijelaskan mengajak dua anaknya pergi menemaninya ke satu tempat. Tanpa izin ibu dari anak-anaknya, perjalanan yang ternyata dilakukan si bapak untuk menuntut gajinya yang belum dibayar berbulan-bulan itu dimulai.

Boys Go to Jupiter (dok. Julian Glander/Boys Go to Jupiter)

Boys Go Jupiter adalah film animasi dewasa yang mengikuti kehidupan beberapa remaja dengan satu target finansial yang ingin dicapai. Di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu ini, salah satu cara paling mungkin dilakukan adalah mengambil pekerjaan-pekerjaan serabutan. Petualangan mereka dimulai, tetapi terinterupsi sesosok “alien” yang mengubah segalanya.

Eephus (dok. Music Box Films/Eephus)

Drama olahraga belum mati, Eephus bukti kalau genre ini masih dicintai penonton film. Carson Lund akan mengajakmu melancong ke Massachusetts tahun 1990-an ketika dua tim baseball amatir bersiap untuk bertanding. Itu bukan pertandingan biasa, laga itu akan jadi momen terakhir mereka karena lapangan yang mereka biasa pakai bakal dirombak jadi sekolah baru oleh otoritas setempat. Kalau kangen film-film drama olahraga 90-an, Eephus cocok buatmu.

Familiar Touch (dok. Music Box Films/Familiar Touch)

Punya beberapa kemiripan dengan Amour (2012), film ini mengikuti perspektif perempuan lansia yang sudah mengalami penurunan kemampuan kognitif. Itu membuatnya mulai mempertimbangkan untuk pindah ke panti wreda. Namun, itu juga berarti mengubah dinamika relasinya dengan beberapa orang terdekat yang menemaninya selama ini. Penuh haru dan bisa bikin kamu ikut berkontemplasi, layak dinanti, nih.

Ada yang spesial dari film debut, mereka menawarkan kesegaran cerita dan gaya sinematik yang beda. Rasanya juga ikut senang melihat seseorang berhasil meraih prestasi atas dedikasi dan kreativitas mereka. Walau perlu diingat, tentu ini bukan hasil instan melainkan proses belajar, riset, dan observasi yang mungkin perlu waktu tahunan.