Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Caché (dok. Wega Film/Caché)
Caché (dok. Wega Film/Caché)

Intinya sih...

  • Amour mengisahkan tentang cinta sejati pasangan lansia yang menghadapi ujian berat setelah sang istri mengalami stroke.

  • Benny's Video merupakan film horor psikologis yang mempertanyakan bagaimana media membentuk cara kita memahami realitas.

  • The White Ribbon memotret munculnya kekerasan misterius di kalangan anak-anak sebelum Perang Dunia I.

Kalau kamu penggemar film yang tidak hanya menghibur, tapi juga bikin mikir, nama Michael Haneke wajib masuk daftar. Sutradara asal Austria ini dikenal dengan gaya penyutradaraan yang dingin, tajam, dan penuh kritik sosial. Film-filmnya kerap mengangkat tema seputar kehampaan hidup modern dan rapuhnya hubungan manusia.

Meski sering terasa tidak nyaman, justru di situlah kekuatan karya-karyanya. Ini memaksa kita menatap sisi gelap yang sering diabaikan. Di KlikFilm, kamu bisa menonton deretan karya terbaik Haneke yang menggugah dan provokatif. Berikut rekomendasi film terbaik karya sutradara Michael Haneke di KlikFilm. Wajib tonton!

1. Amour (2012)

Amour (dok. Wega Film/Amour)

Film pemenang Palme d’Or ini menyentuh lewat kisah pasangan lansia yang menghadapi ujian berat ketika sang istri mengalami stroke. Haneke menggambarkan cinta sejati bukan lewat romantisme manis, tapi lewat kesetiaan dan penderitaan. Setiap adegan berjalan pelan, tetapi penuh makna.

Jean-Louis Trintignant dan Emmanuelle Riva tampil memukau sebagai pasangan tua yang saling bergantung. Emosinya terasa begitu nyata tanpa perlu dialog berlebihan. Amour adalah kisah tentang cinta yang bertahan hingga akhir.

2. Benny’s Video (1992)

Benny’s Video (dok. Wega Film/Benny’s Video)

Seorang remaja bernama Benny terobsesi dengan kekerasan yang ia tonton dari video. Benny kemudian mempraktikkannya dan diam-diam merekam tindakannya yang mengerikan itu. Ia lalu menyimpannya seperti tak terjadi apa-apa. Film horor psikologis ini mempertanyakan bagaimana media membentuk cara kita memahami realitas.

Haneke menyajikan kekejaman dengan dingin dan tanpa emosi. Hal itu justru untuk membuat penonton merasa tidak nyaman. Benny's Video menyuguhkan cerita yang mengganggu. Ini adalah sebuah kritik tajam tentang keluarga, teknologi, dan rasa kehilangan empati.

3. The White Ribbon (2009)

The White Ribbon (dok. Lucky Red/The White Ribbon)

Berlatar di desa kecil di Jerman sebelum Perang Dunia I, The White Ribbon memotret munculnya kekerasan yang misterius di kalangan anak-anak. Semua dibungkus dalam gambar hitam putih yang dingin dan indah. Haneke menyinggung bagaimana sistem otoriter dan kekerasan bisa terbentuk sejak dini.

Anak-anak di film ini terlihat polos, tapi ada aura gelap yang menakutkan. Film ini penuh simbol dan interpretasi sehingga cocok buat kamu yang suka membaca makna tersembunyi. The White Ribbon juga memenangkan Palme d’Or pada Festival Film Cannes.

4. Funny Games (2007)

Funny Games (dok. Halcyon Pictures/Funny Games)

Funny Games merupakan remake versi Amerika dari film Austria pada 1997, yang juga disutradarai Michael Haneke. Ceritanya tentang dua pria muda yang datang ke rumah keluarga biasa, lalu memulai permainan yang mengerikan. Dengan senyum ramah, mereka mengubah liburan santai jadi mimpi buruk.

Haneke menantang penonton dengan pertanyaan mengapa kita menikmati kekerasan di layar. Film ini bukan hanya sadis, tapi juga menggugah secara intelektual. Funny Games menyuguhkan pengalaman menonton yang tidak akan mudah dilupakan.

5. Caché (2005)

Caché (dok. Wega Film/Caché)

Pasangan kelas menengah tiba-tiba menerima video misterius yang merekam kehidupan mereka diam-diam. Dari situ, rahasia masa lalu perlahan terbongkar. Haneke meramu misteri ini tanpa banyak penjelasan sehingga membiarkan penonton meraba sendiri maknanya.

Isu kolonialisme dan rasa bersalah menjadi lapisan penting dalam cerita. Kamera statis dan suasana tenang justru membuat film ini semakin menegangkan. Caché merupakan salah satu film yang akan terus menghantui pikiran.

6. Happy End (2017)

Happy End (dok. ARTE/Happy End)

Sebuah keluarga borjuis di Prancis hidup nyaman di tengah kota, tapi perlahan terungkap kepalsuan dan keretakan hubungan di dalamnya. Haneke menyajikan potret keluarga modern yang dingin dan tak peduli. Ada juga sentuhan humor gelap yang tajam dan sinis. Film ini seperti kilasan dari dunia nyata yang terasa sangat dekat, tapi juga mengganggu. Happy End merupakan sindiran sosial yang cerdas dan menohok.

7. Code Unknown (2000)

Code Unknown (dok. MK2 Films/Code Unknown)

Code Unknown menampilkan berbagai cerita dari karakter berbeda yang saling bersinggungan di jalanan Paris. Haneke menyorot masalah komunikasi dan prasangka dalam masyarakat multikultural. Setiap adegan panjang disajikan dalam satu pengambilan gambar tanpa potongan. Film ini menantang penonton untuk menyambungkan sendiri potongan-potongan cerita. Ini adalah sebuah eksperimen naratif yang menggugah.

8. The Seventh Continent (1989)

The Seventh Continent (dok. Wega Film/The Seventh Continent)

Film ini mengisahkan keluarga biasa yang perlahan memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tragis. Tanpa banyak dialog, cerita dibangun dari rutinitas sehari-hari yang makin lama, makin mencekam. Haneke menunjukkan kehampaan hidup modern dengan cara yang sunyi, tapi menghantui. Film ini berdasarkan pada kisah nyata dan sangat mengguncang. The Seventh Continent merupakan debut yang langsung menegaskan gaya khas Haneke.

Menonton film-film Michael Haneke bukan sekadar menikmati cerita, tapi juga seperti diajak berdialog tentang kenyataan yang sering tak ingin kita hadapi. Lewat gaya visual yang tenang dan narasi yang minim musik, Haneke mengajak kita merenung tentang keluarga, masyarakat, bahkan diri sendiri. Delapan film di atas bisa kamu saksikan di KlikFilm. Semuanya wajib ditonton!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎