From Zero to Hero, 5 Biopik Ini Ajarkanmu Cara Bangkit dari Kegagalan

Bradley Cohen merupakan pria asal Amerika pengidap sindrom tourette. Dia menuliskan kisah hidupnya dalam sebuah buku, yang kemudian diangkat dalam film layar lebar berjudul Front of The Class.

Dalam film tersebut diceritakan perjuangan Bradley Cohen dalam menggapai cita-citanya untuk menjadi seorang guru. Meski impiannya tampak begitu sederhana, nyatanya tak mudah bagi Bradley untuk mewujudkannya. Semenjak kecil, ia sering menerima ejekan dari teman-temannya. Bahkan guru dan ayahnya pun juga kerap menegurnya karena suara-suara aneh yang ia keluarkan. Padahal 'suara aneh' itu adalah bagian dari penyakit tourette yang dideritanya dan ia nggak bisa mengontrolnya.

Tentunya kondisi tersebut kerapkali membuat Bradley jadi down. Terlebih ketika ia berusaha melamar untuk menjadi  guru, hampir semua sekolah menolak hanya karena ia penderita tourette syndrom. Tapi Bradley udah bersumpah nggak akan membiarkan penyakit tersebut membatasi dirinya. Alih-alih menyerah, Bradley memutuskan tetap maju sekalipun impiannya tampak mustahil. 

Btw, film ini nggak cuma menyentuh hati, namun juga bisa membakar api semangatmu. its really a good movie, guys!

Sesuai judulnya, film besutan Michael Mann ini mengangkat kisah tentang sosok petinju legendaris. Yup, siapa lagi kalau bukan Muhammad Ali! Adapun fokus ceritanya terbilang cukup kompleks. Nggak sekedar membicarakan karir Ali di atas ring, tapi juga perjuangannya dalam memeluk agama islam. Ia sempat dituduh sebagai anti patriot hingga membuatnya dipenjara dan mengalami keterpurukan ekonomi. 

Tentunya nggak semudah membalikkan telapak tangan bagi Ali untuk memperoleh gelar The Greatest Fight. Ia pernah gagal saat bermain dengan petinju kelas kakap Sonny Liston. Nggak cuma itu aja, Ali juga sempat diberhentikan cukup lama dari dunia pertinjuan. Tapi ia memilih untuk bangkit. Hingga akhirnya ia berhasil merebut kemenangan dalam pertarungan The Rumble in the Jungle di tahun1974.

Film yang dimainkan apik oleh Will Smith ini sukses memborong 12 penghargaan, termasuk di antaranya 2 nominasi ajang Piala Oscar 2002.

Dibuat berdasarkan kisah nyata, In Pursuit of Happyness menceritakan tentang perjuangan hidup seorang ayah bernama Chris Gardner. Sebagaimana sosok ayah pada umumnya, Chris berharap bisa membahagiakan keluarganya. Namun sayang, nasib nggak berpihak padanya. Bisnis yang dijalani Chirs gagal total sehingga membuatnya jatuh miskin. Ia kehilangan rumah dan seluruh hartanya. Yang paling memilukan, sang istri pun ikut meninggalkannya. Mau tak mau, Chris harus mengurus anaknya sendirian.

Hari berganti hari, kondisi Chris jadi makin terpuruk. Ia diusir dari rumah kontrakannya, dan terpaksa hidup di jalanan. Sungguh menyedihkan! Namun apakah hal itu membuat Chris menyerah dan pasrah? Hmm, tonton sendiri deh! Yang jelas, film ini mengajarkan padamu bahwa nggak ada yang mustahil di dunia ini. Jika kamu mau berjuang, maka everything ia possible. 

Pernah dengar tentang sosok Temple Grandin? Dia adalah seorang profesor perempuan ternama di dunia. Namanya bahkan masuk dalam jajaran "100 tokoh paling berpengaruh di dunia" versi majalah Time. Yang paling mengagumkan, siapa sangka ternyata Temple Grandin merupakan pengidap autis.

Dia divonis menderita autis semenjak lahir. Tentunya kondisi ini nggak mudah bagi Grandin dan kedua orang tuanya. Jangankan bersosialisasi, untuk berbicara aja rasanya cukup sulit. Hal i itu membuat Grandin sering diolok dan dipandang sebelah mata oleh teman-temannya. Nggak cuma itu aja, Grandin juga sempat dinyatakan mengidap kerusakan otak dan diharuskan menjalani perawatan intensif.

Dengan semua keadaan tersebut, sang ibu memilih untuk nggak menyerah. Dia berjuang mati-matian membantu Grandin agar bisa berbicara dan berperilaku layaknya anak normal. Dan ya, perjuangan si ibu nggak sia-sia. Pada akhirnya, Grandin berhasil menjadi profesor ternama di bidang industri pertenakan. 

Diadaptasi dari buku berjudul sama yang ditulis oleh Robert Kanigel, The Man Who Knew Infinity mengulas kisah hidup sosok matematikawan asal India bernama Srinivasa Ramanujan. Dev Patel yang berperan sebagai Ramanujan, pada awalnya digambarkan sebagai seorang juru tulis yang hidup dalam kemiskinan. Ia memiliki impian ingin bergabung di Universitas Cambridge untuk mengasah ilmunya lebih dalam, serta berharap kelak ia bisa menemukan terobosan-terobosan baru dalam bidang matematika.

Tak sekedar berkhayal, Ramanujan pun nekad mengirim surat kepada seorang profesor di Cambridge bernama G.H Hady. Meski mulanya ia sempat hampir ditolak, namun akhirnya si profesor memutuskan untuk memberi kesempatan kepada Ramanujan.d

Ending dari film ini terbilang cukup tragis. Walau demikian ada banyak pelajaran hidup yang bisa kamu petik. Kamu wajib menontonnya!

Nah, dari kisah-kisah film diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa siapapun bisa menjadi seseorang yang sukses. Kekurangan bukanlah alasan untuk menyerah. Sebaliknya, kekurangan bisa menjadi kelebihan bila kamu terus berjuang. Just never give up because  great things take time.