7 Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Orangtua terhadap Anak, Pahami!

Menjadi orangtua itu tidak mudah. Setiap hari, kita akan dihadapkan dengan berbagai tantangan yang memerlukan keputusan bijak. Namun, kadang-kadang orangtua tidak sadar jika beberapa kebiasaan atau perilakunya bisa berdampak negatif pada anak, baik secara emosional maupun mental.
Untuk itu, mari kita pahami apa saja hal-hal yang mungkin tanpa orangtua sadari bisa membuat anak merasa tertekan atau tidak dihargai. Dengan memahami dan menghindari kesalahan-kesalahan ini, orangtua bisa membangun hubungan yang lebih baik dan memberikan dukungan yang lebih positif bagi anak.
1.Tidak menghargai usaha dan pendapat anak

Banyak orangtua mungkin tidak menyadari bahwa satu hal penting yang bisa sangat berdampak pada anak adalah ketika mereka tidak menghargai usaha dan pendapatnya. Padahal, anak-anak berusaha untuk menunjukkan kemampuannya, baik itu dalam pekerjaan sekolah, atau bahkan saat berbicara tentang ide-ide mereka. Ketika usaha dan pendapat mereka tidak dihargai atau dianggap sepele, anak-anak bisa merasa kecewa dan bahkan kehilangan kepercayaan diri. Mereka mungkin mulai merasa bahwa usahanya tak pernah cukup baik atau bahwa pendapatnya tidak dianggap penting.
Padahal, dengan memberikan apresiasi sederhana atau sekadar mendengarkan, orangtua bisa menunjukkan bahwa mereka benar-benar peduli dan menghargai apa yang anak-anak lakukan. Ini bukan hanya tentang memberikan pujian, tapi lebih kepada menunjukkan bahwa usaha dan pendapat anak layak untuk didengar dan dihargai. Ketika anak merasa dihargai, mereka akan lebih termotivasi dan merasa lebih percaya diri dalam mengemukakan ide-ide di masa depan.
2. Membuka aib atau kekurangan anak di depan orang lain

Salah satu hal yang sering kali tidak disadari orangtua adalah membicarakan aib atau kekurangan anak di depan orang lain. Mungkin niatnya hanya bercanda atau berbagi cerita, tapi untuk anak, hal itu bisa jadi pengalaman yang memalukan dan membuat mereka merasa tidak dihargai. Ketika orangtua membicarakan soal kelemahan anak di hadapan teman-teman atau keluarga, itu bisa membuat anak kehilangan rasa percaya diri dan malah merasa malu dengan diri mereka sendiri.
Kadang, hal-hal kecil yang kelihatannya sepele untuk orangtua, bisa jadi sesuatu yang besar untuk anak. Mereka bisa merasa tidak aman dan takut untuk terbuka di kemudian hari karena khawatir kelemahan mereka bakal jadi bahan pembicaraan lagi. Padahal, sebagai orangtua, menjaga privasi dan perasaan anak itu penting sekali. Anak-anak butuh merasa aman dan tahu kalau orangtua ada di pihak mereka, bukan malah jadi orang yang membuka aib mereka di depan orang lain.
3.Membandingkan anak dengan orang lain

Salah satu kesalahan yang kadang dilakukan orangtua adalah membandingkan anak dengan orang lain, entah itu dengan saudara, teman, atau bahkan anak tetangga. Meskipun niatnya mungkin untuk memotivasi, tapi bagi anak, perbandingan ini sering kali membuat mereka merasa tidak cukup baik atau tidak bisa memenuhi ekspektasi orangtua. Setiap anak punya keunikan dan kelebihannya masing-masing, membandingkan mereka dengan orang lain malah bisa membuatnya kehilangan rasa percaya diri. Mereka akan merasa kalau apa pun yang mereka lakukan tidak pernah cukup, karena selalu ada orang lain yang dianggap lebih baik.
Padahal, yang paling penting adalah mendukung perkembangan anak sesuai dengan kemampuan dan minat mereka sendiri, bukan berdasarkan standar orang lain. Ketika anak merasa diterima dan dihargai apa adanya, mereka akan lebih termotivasi untuk berkembang dengan cara mereka sendiri, tanpa tekanan untuk jadi seperti orang lain.
4. Tidak pernah merasa salah

Salah satu sikap yang bisa membuat hubungan orangtua dan anak jadi renggang adalah ketika orangtua tidak pernah merasa salah atau enggan mengakui kesalahan mereka. Mungkin orangtua berpikir bahwa sebagai orang dewasa, mereka selalu benar dan tahu segalanya, tapi anak-anak juga butuh melihat bahwa orangtua adalah manusia biasa yang bisa salah dan belajar dari kesalahan. Ketika orangtua tidak mau mengakui kesalahan atau minta maaf, anak bisa merasa bahwa pendapat atau perasaan mereka tidak dianggap penting. Ini juga bisa menciptakan jarak emosional, karena anak merasa tidak ada ruang untuk dialog atau saling memahami.
Padahal, dengan berani mengakui kesalahan, orangtua justru memberi contoh penting tentang tanggung jawab dan kejujuran. Anak-anak jadi belajar bahwa membuat kesalahan itu wajar, selama kita berani mengakuinya dan berusaha untuk memperbaikinya. Ini juga memperkuat rasa saling menghormati antara orangtua dan anak, karena anak merasa diperlakukan sebagai individu yang setara dan dihargai.
5. Menganggap anak sebagai investasi

Menganggap anak sebagai investasi adalah sikap yang kadang muncul tanpa disadari, terutama ketika orangtua punya harapan besar pada masa depan anak. Beberapa orangtua mungkin merasa bahwa semua pengorbanan dan kerja keras mereka akan "dibayar" dengan keberhasilan anak di masa depan, entah itu dalam bentuk karier yang sukses atau dukungan finansial. Namun, pandangan ini bisa membuat anak merasa tertekan dan seolah-olah mereka hidup bukan untuk diri mereka sendiri, tapi untuk memenuhi ekspektasi orangtua. Anak bisa merasa bahwa kasih sayang dan dukungan yang mereka terima bersyarat, tergantung pada seberapa sukses mereka nanti.
Padahal, anak-anak bukanlah investasi yang diharapkan memberi keuntungan di kemudian hari, mereka adalah individu yang punya hak untuk mengejar kebahagiaan dan kehidupan yang mereka inginkan. Orangtua sebaiknya mendukung anak dalam menemukan jalan mereka sendiri tanpa memaksakan harapan yang memberatkan. Dengan begitu, anak bisa tumbuh dengan perasaan bahwa mereka dicintai dan didukung apa adanya, bukan karena potensi mereka untuk "mengembalikan" investasi orangtua.
6. Terlalu sering membentak atau memarahi anak hingga hilang rasa hormat

Terlalu sering membentak atau memarahi anak bisa berdampak buruk pada hubungan dan rasa hormat. Ketika orangtua sering kali mengandalkan suara keras atau kata-kata kasar untuk mendisiplinkan, anak bisa merasa takut dan terintimidasi. Bukan karena memahami kesalahan, tapi karena ingin menghindari kemarahan orangtua. Lama-kelamaan, hal ini bisa membuat anak jadi kebal atau malah kehilangan rasa hormat terhadap orangtua. Mereka mungkin akan patuh karena takut, bukan karena menghargai orangtua.
Sering dimarahi juga bisa membuat anak merasa tidak berharga dan merusak kepercayaan diri mereka. Padahal, mendisiplinkan anak bisa dilakukan dengan cara yang lebih tenang dan penuh pengertian. Dengan berbicara baik-baik dan menjelaskan alasan di balik aturan atau larangan, orangtua bisa tetap menanamkan disiplin tanpa harus membuat anak merasa takut atau tertekan. Ini juga membantu membangun komunikasi yang lebih sehat dan memperkuat rasa saling menghormati antara orangtua dan anak.
7. Menjadikan anak sebagai pelampiasan

Kadang, orangtua tanpa sadar bisa menjadikan anak sebagai pelampiasan emosi atau stres mereka. Misalnya, setelah menghadapi hari yang berat di kantor atau masalah pribadi, orangtua mungkin meledak marah atau mengungkapkan frustrasi mereka pada anak, padahal anak tidak ada hubungannya dengan masalah tersebut. Ini bisa membuat anak merasa seolah-olah mereka adalah sasaran kemarahan orangtua, meskipun sebenarnya masalah yang terjadi bukan salah mereka. Akibatnya, anak bisa merasa bingung, tidak aman, dan mungkin mulai menyalahkan diri sendiri atas kemarahan orangtua.
Padahal, anak butuh lingkungan yang stabil dan penuh kasih untuk merasa nyaman dan berkembang dengan baik. Orangtua sebaiknya berusaha mengelola emosi dengan cara yang lebih sehat dan tidak membiarkan stres atau masalah pribadi mempengaruhi hubungan dengan anak. Dengan cara ini, anak bisa merasa lebih dihargai dan didukung, serta hubungan keluarga jadi lebih harmonis.
Orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap tindakan dan kata-kata dapat mempengaruhi perkembangan anak, baik secara positif maupun negatif. Dengan menghindari kesalahan-kesalahan di atas, orangtua bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan anak dan membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat, percaya diri, dan bahagia.